Cintai Aku Sekarang Atau Nanti

rum belajar dari khianat, tersenyum ia tersenyum pada lamunan, tapi bukan kepadamu.
cinta mungkin sebangsa tanaman, ucapnya getir; kelak tumbuh, entah merimbun atau meranggas. angin nakal akan kirim serbuk sari ke setiap tarikan nafas. rum terbatuk membayangkan sesak nafas. sesak menahan gundah-gundah. rasa telengas yang entah darimana tumbuh.

cintai aku sekarang atau nanti! seruan itu seperti iklan.
rum ingin tertawa. seperti yang diduganya; perempuan ini tengah melambung tinggi. ke langit biru, diayun puisi-puisi cinta! terdesak untuk merasa istimewa. ah, ada yang mencintaiku. ada yang mencintaiku. dimainkanlah peran sebagai merpati yang singgah di senja hari. tapi rum telah belajar dari teka-teki. jawaban pertama memerlukan tafsir. itu yang menggugah hati untuk bertanya lagi. pasti makin melambung ia; biarkan hingga merasa diri teramat istimewa.

Mungkin Tak Seindah Yang Dulu

cuacakah yang membuat angin bergerak liar
mestinya hujan turun, bukan terik matahari
telah menebal debu dalam pandangan
semua tanaman hilang senyum hari ini

ah, cerita-cerita diwaktu ngaso
segelas kopi membuat mata nyalang
memanglah memang aku pernah naksir kamu
jadi gelak tawa, canda ria olok-olok di kala bertemu, kini

Cinta Yang Tak Terduga

ajakanku sungguhlah sederhana
jadilah kekasihku, jadilah!
kalaupun mesti rahasia
rahasiakanlah…

kutahu bulan siang tak menyaingi matahari
demikian pula harum melati dengan kenanga
jikapun kini hatimu miliki setapak jalan
tempat lewat segala macam impian-impian
bukankah rahasia akan bekerja sebagai rahasia
tak akan menyurutkan nyali

Kini Rindu Asingkan Aku

jalanan yang rindang justru asingkan aku
pohon-pohon asam saling berhadapan mengapit pandangan
dalam riuh penjaja makanan: jagung bakar, kelapa muda…
pantaimu tetap lengang
tak ada satu pun perahu siap bersandar

oh, saat tunduk hindari debu angin
jerit pohon ketapang rindukan tangan pemahat
gigilkan pelepah bunga kelapa, luruh tanpa sebab
jatuh kemilau yang pernah penuhi dada
kini jadi desis pasir dihantam riak ombak

Telah Kau Patahkan Satu Hatikah ?

rum melangit melepas tawa, habis kata buat cerita; telah kupatahkan satu hati! jadi rembulan siang, tak ada lagi cahaya, masai-masailah ia. rum melayang menandai semua percakapan, menekan rasa ingin tahu, kabar-kabar yang terlalu biasa, membuat degup dadanya tak nyaman. sebab tangis ada diujung mata, sebab cerita tak temukan ujungnya.hati yang patah itu hanyalah pemain panggung, seorang teman dengan suara berdetak ingatkan rum, melangit temui mendung yang tengah menyusun hujan, benarkah kisah-kisah yang ditebar, diladang sepi menjadi subur, menutup mata hati.

pemain panggung itu habiskan seluruh nafas buat merayu, memahirkan diri dalam duka-duka sesak,pemain pedang tak menjatuhkan lawan dengan pedangnya, penembak ulung tak boleh kehilangan peluru untuk menaklukan lawan. rum merasakan matanya menyurut, ceritanya ditambahkan catatan-catatan; pastikan satu hati patah untukku, rindu menjaringkan kuasanya pada ingatan, sekalipun diam, tak nampak kasat, tak menyapa. rum melangitkan keyakinannya; telah kupatahkan satu hati, tak terbantahkan. satu hati!

Kaukah Itu, Yang Mencintaiku

kaukah itu
embun yang meniti daun-daun pagi
memberi kemilau di mata
rasa segar di hati
mendekap-mendekap aku
jadikan wajah merah tembaga

kaukah itu
kecup cahaya di pelepah daun
memberi senyum pada bibir
rasa dingin di jemari
mengurai-urai aku
jadikan lamunan seekor kupu

Kasih, Beri Aku Nafas...

kuperciki tubuh dengan wewangian
menguning jemari
aku hendak tidur kiranya…


kasih, berbaringlah di sebelahku
beri aku nafas
aku hendak lelap, lelap!

"pembaringan ini adalah karmaku
dipahat dalam gemuruh hati
kehilangan telah ajariku tentang rasa memiliki
kecintaan telah ajari aku tentang rasa sendiri
kerinduan membuatku tunduk pada jarak"

Balada Setangkai Daun Jatuh, Meledakan Khayalmu

setangkai daun jatuh
meledakkan khayalmu
meledak ia menjadi serpih
kepingnya semoga tak melukai
jemarimu yang kusut
menahan rasa dingin

jangan tatap mataku
sebab kilaunya kan memantul dihatimu!
ada peri didalamnya
yang kelak iseng selalu datangi mimpi-mimpimu

Seperti Dermaga Yang Tak Bertanya

sedang hatiku
seperti dermaga yang tak bertanya
perahu siapa yang kan buang sauh

ah, pagi yang mana
akan kembalikan hati
percaya embun di jemarimu
jadi gigir didadaku

ah, malam yang mana
akan kembalikan kerinduan
percaya hati jadi hangat
bila didekatmu

Kuberi Hatimu Sayap

kuberi hatimu sayap
agar bebas terbang kemana-mana
melayanglah!

aku tengah belajar kesabaran
pada kembang sepatu yang tak miliki keharuman
pada alir air yang mencari tujuan

melayanglah!
semua peta telah kau miliki
tak kan lagi kau tersesat oleh kata manis
cinta ataukah bukan
bulan mati ataukah purnama
aku beri hatimu sayap
pergilah!
takkan ada lambaian tangan kehilangan
telah cukup segala macam percakapan
bila tak ada keberanian
tak akan ada penantian
cinta atau bukan
kuberi hatimu sayap
melayanglah!
sebelum kasihku jadi beban yang melelahkan!

(batu bulan, cok sawitri, 2009)

Pernah Aku Menjadi Apa Saja Untukmu

pernah aku diayun senyap
memburu pencuri hujan
bersekutu dengan raja dewa
dalam gemuruh melupakanmu

angin yang mati
kusimpan di hati
tak lagi mendesir
bila namamu diucapkan hari

pernah aku menjadi elang
mengincar buruan
bersekutu dengan rasa lapar
dalam cabikan aku kubur bayangmu

Atas Nama Cinta

Lalu kau menatapku demikian lama;
wajahmu, wajah purnama yang menentramkan. Kuharap hujan tak turun,teranglah cuaca hati, jangan tersendak rasa bersalah.
Entah kapan mulainya, aku tak lagi bisa percaya akan kesetiaan.

Tanpa keperihan, atas nama cinta, kau pemilik kebebasan burung-burung pagi;
danau di lembah, cemara dipegunungan, terbanglah singgah;
tak juga akan menyarangkan kecemburuan.

Lalu matamu berkerjap perih,
bujukan-bujukan itu kehilangan nyalinya; membentur kesenyapan, membenturkan kerikuhan. Bukankah ini yang diharapkan, tak ada ikatan, tak membebani langkah tujuan; jeda angin mengembalikan kataku pada dendang yang menikam.