rum belajar dari khianat, tersenyum ia tersenyum pada lamunan, tapi bukan kepadamu.
cinta mungkin sebangsa tanaman, ucapnya getir; kelak tumbuh, entah merimbun atau meranggas. angin nakal akan kirim serbuk sari ke setiap tarikan nafas. rum terbatuk membayangkan sesak nafas. sesak menahan gundah-gundah. rasa telengas yang entah darimana tumbuh.
cintai aku sekarang atau nanti! seruan itu seperti iklan.
rum ingin tertawa. seperti yang diduganya; perempuan ini tengah melambung tinggi. ke langit biru, diayun puisi-puisi cinta! terdesak untuk merasa istimewa. ah, ada yang mencintaiku. ada yang mencintaiku. dimainkanlah peran sebagai merpati yang singgah di senja hari. tapi rum telah belajar dari teka-teki. jawaban pertama memerlukan tafsir. itu yang menggugah hati untuk bertanya lagi. pasti makin melambung ia; biarkan hingga merasa diri teramat istimewa.
awalnya, jadilah pemohon yang agung, jadilah peratap yang kesepian! sambil tersenyum petiklah semua bunga di hati. saat yakin tak ada hari tanpa lamunan. menjauhlah. menjauhlah. biarkan senyap memainkan tugasnya. biarkan purnama diserung awan gelap. biarkan hujan menghalangi tatapan.
rum telah mahir meniru rasa sepi. menandai hari ke hari. kapan menyapa, kapan berdiam diri. selagi itu jadikan diri kenalan yang pandir. tamu kikuk, yang tak tahu mesti bercakap apa tentang tujuan. jadikan basa-basi tutur sapa. gemaskan ia. gemaskan! menggemaskan kesenyapan-kesenyapan. tunggulah dengan tak pasti, kesabaran selalu memenangkan; saat ia bertanya; kenapa kamu berubah?
Klak!
satu dahan jatuh. cinta itu sebangsa tanaman. bila tumbuh, daunnya selalu melonjak riang. serbuk sarinya tak miliki kekuatan bila tak ada hempasan angin.
cintai aku sekarang atau nanti!
seruan itu akan mengguncang. rum menyiapkan lamunan, tentang kerinduan, khianat telah ajari, ketika jarak mengetuk ingatan, ketika tutur sapa menjadi kebiasaan; saatnya pergi, menjauh sedemikian rupa. biarkan ia tentukan warna-warni gundah-gundah; biarkan ia pikir mampu kendalikan! biarkan ia bertanya jauh ke dalam hati; biarkan ia bertanya; masihkah gagah mengira diri yang tak tergugah? mengira diri paling istimewa?
saat itu, percayalah! bibirnya akan meniru ucapanmu: cintai aku sekarang atau nanti…rum telah belajar khianat, tersenyum untuk kenangan, menjejerkan sebagai tawa ringan yang kering, melenguh bila ada melonjak : itukah itu kisah mabuk cinta? dengan ringan rum menjawab; kapan kita kencan? tanpa cinta dan kerinduan? Klak! rum telah mahir, menjadi murid sang khianat. sebelum ia sadar, jangkar telah disiapkan; cintai aku sekarang atau nanti…persetan jawabannya, tak ada lamunan untuk menanti jawaban yang pasti! tak ada yang menanti…
(batu bulan, cok sawitri, 2009)
cinta mungkin sebangsa tanaman, ucapnya getir; kelak tumbuh, entah merimbun atau meranggas. angin nakal akan kirim serbuk sari ke setiap tarikan nafas. rum terbatuk membayangkan sesak nafas. sesak menahan gundah-gundah. rasa telengas yang entah darimana tumbuh.
cintai aku sekarang atau nanti! seruan itu seperti iklan.
rum ingin tertawa. seperti yang diduganya; perempuan ini tengah melambung tinggi. ke langit biru, diayun puisi-puisi cinta! terdesak untuk merasa istimewa. ah, ada yang mencintaiku. ada yang mencintaiku. dimainkanlah peran sebagai merpati yang singgah di senja hari. tapi rum telah belajar dari teka-teki. jawaban pertama memerlukan tafsir. itu yang menggugah hati untuk bertanya lagi. pasti makin melambung ia; biarkan hingga merasa diri teramat istimewa.
awalnya, jadilah pemohon yang agung, jadilah peratap yang kesepian! sambil tersenyum petiklah semua bunga di hati. saat yakin tak ada hari tanpa lamunan. menjauhlah. menjauhlah. biarkan senyap memainkan tugasnya. biarkan purnama diserung awan gelap. biarkan hujan menghalangi tatapan.
rum telah mahir meniru rasa sepi. menandai hari ke hari. kapan menyapa, kapan berdiam diri. selagi itu jadikan diri kenalan yang pandir. tamu kikuk, yang tak tahu mesti bercakap apa tentang tujuan. jadikan basa-basi tutur sapa. gemaskan ia. gemaskan! menggemaskan kesenyapan-kesenyapan. tunggulah dengan tak pasti, kesabaran selalu memenangkan; saat ia bertanya; kenapa kamu berubah?
Klak!
satu dahan jatuh. cinta itu sebangsa tanaman. bila tumbuh, daunnya selalu melonjak riang. serbuk sarinya tak miliki kekuatan bila tak ada hempasan angin.
cintai aku sekarang atau nanti!
seruan itu akan mengguncang. rum menyiapkan lamunan, tentang kerinduan, khianat telah ajari, ketika jarak mengetuk ingatan, ketika tutur sapa menjadi kebiasaan; saatnya pergi, menjauh sedemikian rupa. biarkan ia tentukan warna-warni gundah-gundah; biarkan ia pikir mampu kendalikan! biarkan ia bertanya jauh ke dalam hati; biarkan ia bertanya; masihkah gagah mengira diri yang tak tergugah? mengira diri paling istimewa?
saat itu, percayalah! bibirnya akan meniru ucapanmu: cintai aku sekarang atau nanti…rum telah belajar khianat, tersenyum untuk kenangan, menjejerkan sebagai tawa ringan yang kering, melenguh bila ada melonjak : itukah itu kisah mabuk cinta? dengan ringan rum menjawab; kapan kita kencan? tanpa cinta dan kerinduan? Klak! rum telah mahir, menjadi murid sang khianat. sebelum ia sadar, jangkar telah disiapkan; cintai aku sekarang atau nanti…persetan jawabannya, tak ada lamunan untuk menanti jawaban yang pasti! tak ada yang menanti…
(batu bulan, cok sawitri, 2009)
No comments:
Post a Comment