jalanan yang rindang justru asingkan aku
pohon-pohon asam saling berhadapan mengapit pandangan
dalam riuh penjaja makanan: jagung bakar, kelapa muda…
pantaimu tetap lengang
tak ada satu pun perahu siap bersandar
oh, saat tunduk hindari debu angin
jerit pohon ketapang rindukan tangan pemahat
gigilkan pelepah bunga kelapa, luruh tanpa sebab
jatuh kemilau yang pernah penuhi dada
kini jadi desis pasir dihantam riak ombak
ah, kerinduan telah usang,padamu
jadi ingatan dalam tumpukan kelelahan
luang waktu pusaran yang mengisap
tak jadi alasan buat bertemu
lagi,entah berapa kali pukulan ombak ke karang
memintamu untuk bertimbang
mari temani perjalanan tanpa tujuan ini
jangan lepas layang-layang ke langit tinggi
semua langkah ada tujuan
kau ulurkan tali, membungkus diri dalam jarak
mengirim gemuruh ciutkan nyali
hingga lepas dalam hentakan angin
masih juga kau mengira layang-layang tengah menari!
kini,
lusuh sudah kembang di tangan
yang tersisa lembab peluh di telapak
aku bukan peramal,
yang pandai menerka keinginan
sebab jarak bikin kesan dalam ingatan
tak ada cinta buatku
usanglah rindu dikeringkan angin pantai
kemilaunya pejam mata…
apa guna sapamu
kini, tangismu asingkan aku
dalam cekat angin yang melunglaikan
sebagai ketapang salahkan pertumbuhan
mengira pemahat pemburu pohon
tak akan kuulang buat kedua ataukah ketiga
sekali sandaran tak tersedia di pantai
semua perahu mengalihkan tujuan
biarlah kering diasinkan kecipak gelombang
di lain pantai sauh masih dapat dilabuhkan.
(senggigi, cok sawitri, 2009)
pohon-pohon asam saling berhadapan mengapit pandangan
dalam riuh penjaja makanan: jagung bakar, kelapa muda…
pantaimu tetap lengang
tak ada satu pun perahu siap bersandar
oh, saat tunduk hindari debu angin
jerit pohon ketapang rindukan tangan pemahat
gigilkan pelepah bunga kelapa, luruh tanpa sebab
jatuh kemilau yang pernah penuhi dada
kini jadi desis pasir dihantam riak ombak
ah, kerinduan telah usang,padamu
jadi ingatan dalam tumpukan kelelahan
luang waktu pusaran yang mengisap
tak jadi alasan buat bertemu
lagi,entah berapa kali pukulan ombak ke karang
memintamu untuk bertimbang
mari temani perjalanan tanpa tujuan ini
jangan lepas layang-layang ke langit tinggi
semua langkah ada tujuan
kau ulurkan tali, membungkus diri dalam jarak
mengirim gemuruh ciutkan nyali
hingga lepas dalam hentakan angin
masih juga kau mengira layang-layang tengah menari!
kini,
lusuh sudah kembang di tangan
yang tersisa lembab peluh di telapak
aku bukan peramal,
yang pandai menerka keinginan
sebab jarak bikin kesan dalam ingatan
tak ada cinta buatku
usanglah rindu dikeringkan angin pantai
kemilaunya pejam mata…
apa guna sapamu
kini, tangismu asingkan aku
dalam cekat angin yang melunglaikan
sebagai ketapang salahkan pertumbuhan
mengira pemahat pemburu pohon
tak akan kuulang buat kedua ataukah ketiga
sekali sandaran tak tersedia di pantai
semua perahu mengalihkan tujuan
biarlah kering diasinkan kecipak gelombang
di lain pantai sauh masih dapat dilabuhkan.
(senggigi, cok sawitri, 2009)
No comments:
Post a Comment