setangkai daun jatuh
meledakkan khayalmu
meledak ia menjadi serpih
kepingnya semoga tak melukai
jemarimu yang kusut
menahan rasa dingin
jangan tatap mataku
sebab kilaunya kan memantul dihatimu!
ada peri didalamnya
yang kelak iseng selalu datangi mimpi-mimpimu
"bukan, bukan aku tak miliki cinta
bukan pula karena yang lainnya"
tapi pandirlah aku
bila bertaruh dengan sunyi
kembali jatuh dalam senyap
hatiku telah lama kosong
tanpa impian, tanpa denyar
"isilah hati sekuat kau mau
aku tak lagi kanak
tak tengah membagi waktu untuk bermain!"
tapi, bukankah bimbangmu meniru nasib angin
tak jelaskan arah tujuan
maka silahkan tampar daun-daun
jadikan serpih
aku siap sedia
melunglaikan diri meniru gerak daun jatuh
hilang warna
memucat dalam ngilu
agar puas hatimu
menjadi yang kalah dihadapanmu
jangan tatap mataku,
sebab kilaunya akan ceritakan
tentang daun berjatuhan saat rayakan kemenangan….
"bukan, bukan ku tak miliki keberanian
cinta tak mesti terucap
usia telah santunkan aku
sebab keisenganku itu
menjadikan aku petarung
membiang telengas itu..."
tak mungkin lenyap atas nama cinta
walau kau menangis akhirnya,
aku hanya bisa lunglaikan diri
berdiam seakan ranting patah
terpuruk seakan sebagai mekar bunga di waktu hujan
"jangan tatap mataku, sebab kilaunya dikuasai peri yang isengi mimpimu!"
namun, izinkan aku
sebagaimana para petarung
jujur menyampaikan :
diam-diam awalnya
khayal itu anak nakal yang ganjil
tiap saat menyesatkan siapa saja
memburu hati yang percaya
sebagai pelarung semua kata
maka ingat-ingatlah ini
aku selalu memilih jadi jukung kecil
dengan tangan ringkih melayarinya
membiarkan gelombang menghempas
dihadapan yang mengira diri adalah samudara biru
ingat-ingatlah ini
jika ombak tiba ke tepian
barulah kau terjaga,
jukung tak pernah terdampar sendiri
semua ombak dan kecipak gelombang mengikutinya
kini, kutanyakan
apakah hatimu tak terbawa?
Ah, pelupanya aku
cerita indah sang perantau
semua pulau
dermaga yang senyap
ditandai dengan senyuman
tak ada yang lekat
ah, pandirnya aku
meski kesantunan membuatku sigap
mendayungkan ombak hingga berkecipak
lalu kau tergoda
dengan gundah
menyurutkan diri dalam cangkang
meniru kura-kura yang berkhayal
"wahai, aku akan bertanya, adakah aku di hatimu?
kutebak jawabanmu
tidak, isakmu itu ! usah kau ucapkan
berdiamlah dalam cangkangmu!"
ah, sayangnya, aku telah lelah,kini
tak lagi asyik dengan permainan apapun
tak akan, lalaiku kalahkan ingatan
sembunyilah dalam cangkangmu
menangislah setiap waktu
setiap hati dilambungkan khayal mengira diri samudera biru
ah, sayangnya aku telah lelah, kini
sebab aku merantau
wajib penuh hikmat memandang:
sebelum tinggalkan pulau
"setangkai daun jatuh
akan ledakan khayalmu
jadi serpih
seingatku
pasti melukaimu
dengan keping cangkangmu!
(batu bulan, cok sawitri, 2009)
meledakkan khayalmu
meledak ia menjadi serpih
kepingnya semoga tak melukai
jemarimu yang kusut
menahan rasa dingin
jangan tatap mataku
sebab kilaunya kan memantul dihatimu!
ada peri didalamnya
yang kelak iseng selalu datangi mimpi-mimpimu
"bukan, bukan aku tak miliki cinta
bukan pula karena yang lainnya"
tapi pandirlah aku
bila bertaruh dengan sunyi
kembali jatuh dalam senyap
hatiku telah lama kosong
tanpa impian, tanpa denyar
"isilah hati sekuat kau mau
aku tak lagi kanak
tak tengah membagi waktu untuk bermain!"
tapi, bukankah bimbangmu meniru nasib angin
tak jelaskan arah tujuan
maka silahkan tampar daun-daun
jadikan serpih
aku siap sedia
melunglaikan diri meniru gerak daun jatuh
hilang warna
memucat dalam ngilu
agar puas hatimu
menjadi yang kalah dihadapanmu
jangan tatap mataku,
sebab kilaunya akan ceritakan
tentang daun berjatuhan saat rayakan kemenangan….
"bukan, bukan ku tak miliki keberanian
cinta tak mesti terucap
usia telah santunkan aku
sebab keisenganku itu
menjadikan aku petarung
membiang telengas itu..."
tak mungkin lenyap atas nama cinta
walau kau menangis akhirnya,
aku hanya bisa lunglaikan diri
berdiam seakan ranting patah
terpuruk seakan sebagai mekar bunga di waktu hujan
"jangan tatap mataku, sebab kilaunya dikuasai peri yang isengi mimpimu!"
namun, izinkan aku
sebagaimana para petarung
jujur menyampaikan :
diam-diam awalnya
khayal itu anak nakal yang ganjil
tiap saat menyesatkan siapa saja
memburu hati yang percaya
sebagai pelarung semua kata
maka ingat-ingatlah ini
aku selalu memilih jadi jukung kecil
dengan tangan ringkih melayarinya
membiarkan gelombang menghempas
dihadapan yang mengira diri adalah samudara biru
ingat-ingatlah ini
jika ombak tiba ke tepian
barulah kau terjaga,
jukung tak pernah terdampar sendiri
semua ombak dan kecipak gelombang mengikutinya
kini, kutanyakan
apakah hatimu tak terbawa?
Ah, pelupanya aku
cerita indah sang perantau
semua pulau
dermaga yang senyap
ditandai dengan senyuman
tak ada yang lekat
ah, pandirnya aku
meski kesantunan membuatku sigap
mendayungkan ombak hingga berkecipak
lalu kau tergoda
dengan gundah
menyurutkan diri dalam cangkang
meniru kura-kura yang berkhayal
"wahai, aku akan bertanya, adakah aku di hatimu?
kutebak jawabanmu
tidak, isakmu itu ! usah kau ucapkan
berdiamlah dalam cangkangmu!"
ah, sayangnya, aku telah lelah,kini
tak lagi asyik dengan permainan apapun
tak akan, lalaiku kalahkan ingatan
sembunyilah dalam cangkangmu
menangislah setiap waktu
setiap hati dilambungkan khayal mengira diri samudera biru
ah, sayangnya aku telah lelah, kini
sebab aku merantau
wajib penuh hikmat memandang:
sebelum tinggalkan pulau
"setangkai daun jatuh
akan ledakan khayalmu
jadi serpih
seingatku
pasti melukaimu
dengan keping cangkangmu!
(batu bulan, cok sawitri, 2009)
No comments:
Post a Comment