Cerita Serial: Kalki Bagian 4

Cerita Serial: Kalki
Bagian 4

    Senja menjelang malam di Warung Mayian, lokasi : di wilayah Kaum Kota! Saat pengunjung memenuhi warung, memesan kopi dan penganan, layar-layar televisi tiba-tiba bermunculan; seperti cahaya biru awalnya lalu berputar-putar menegaskan dimensinya; layar televisi kini telah menjadi opticsuperflat, yang bisa dimunculkan dimana-mana. Dan  senja itu, wajib hukumnya bagi semua tempat-tempat public di wilayah kota untuk mendengarkan pidato sang pemimpin kota: Bangsing Hasan!

    Lobu Muda, kaum nelayan muda nampak menyusup diantara pengunjung Warung Mayian, ia memesan kopi dan makanan kecil, sendirian duduk di meja sudut dengan merundukan kepala, menyibukan diri dengan tabletnya. Di sudut lain, Rumi Lawe, faksi kaum putih, yang bertampang dingin dengan kerudung berjuntai telah duduk lama dan jelas tak datang sendiri. Semua meja telah penuh rupanya. Ah, Warung Mayian dimana pun selalu penuh; dipenuhi oleh berbagai pengunjung dari berbagai kaum. Ligo Baru dengan dahi berkerut dari meja kasir mengawasi dengan hati-hati ke semua arah. Masa-masa kampanye Kaum Kota adalah masa-masa yang rawan….

Cerita Serial: Kalki Bagian 3

Cerita Serial: Kalki
Bagian 3

    Para peramal membayangkan masa depan itu serba canggih, serba super teknologi, mereka lupa, kenyataan justru membalikkan ramalan. Bahkan jungkir balik. Berbagai bencana mengembalikan sebagian manusia kepada sang bumi…piring terbang itu cuma impian, kendaraan tetap beroda, bahkan lebih banyak berbalik menggunakan kuda dengan pelana, perahu dan jukung….
Kampung nelayan itu….
    "Buktinya tanpa pemerintahan, tanpa negara, kehidupan berjalan…Tak hanya sehari, tapi hampir seabad!" Lobu Muda dengan tubuh kekar, berwajah singa, dengan rambut ikalnya menjadi manis karena kemampuannya berdebat, selalu semua perkataannya demikian meyakinkan.

Cerita Serial: Kalki Bagian 2

Cerita Serial: Kalki
Bagian 2

    Kampus klasik,  hanya tersisa di beberapa wilayah, menimbulkan pro dan kontra antar kaum. Revolusi pendidikan sudah terjadi puluhan tahun bahkan pernah mencapai puncaknya dengan penyanderaan serentak seluruh kaum pelajar. Untungnya itu kemudian berakhir damai dengan satu alasan; pengetahuan tetap milik semua! Namun sejak itu sistem pendidikan berubah radikal, tetapi beberapa kampus berjuang mempertahankaan sistemnya dengan dalil heritage.
    Anggota kaum elite kota secara oportunis mengatakan, "bahwa pembiayaan kampus klasik sewajarnya ditanggung oleh seluruh umat manusia…" Tetapi tak mendapatkan tanggapan dari pihak manapun, sebab semua telah membangun sekolah-sekolah sesuai dengan kesepakatan kaumnya. Kampus Klasik terselamatkan sebab para pengajarnya, para guru besar di seluruh dunia secara bijak melakukan fundrising dan mengumpulkan dana abadi agar semua kaum mendapatkan kesempatan mempelajari ilmu-ilmu klasik; dari ilmu ekonomi sampai ilmu kimia, tetapi yang paling bergengsi adalah ilmu sejarah, kaum historian adalah kaum terhormat hingga kini walau konflik internal mereka selalu panas dengan cara pandang yang berbeda-beda terhadap berbagai peristiwa sejarah.

Menonton Gedebong Goyang di Sanur Village Festival 2011


    Lewat sebuah email Ibu Rucina mengumumkan Gedebong Goyang akan pentas di Sanur Village Festival. Sebuah surat yang tak bertele-tele, lalu akibatnya sms pun berhamburan sebab penggemar Gedebong Goyang cukup banyak diseantero Ubud dan Denpasar. Dan terjadilah kelucuan ketika memasuki area di Padang Galak di jalan Matahari Terbit itu: sebab banyak teman yang terundang lewat sms, tak mengira Gedebong Goyang itu ternyata pentas di acara pembukaan sebuah festival. Dan baru ‘ngeh’ kalau Sanur Festival sudah dimulai!

Cerita Serial: Kalki bagian 1

Cerita Serial: Kalki
Bagian 1

Rasanya baru kemarin tahun 2012.
    Seekor tikus melesat, melintas tak akan pernah menoleh. Larung mendengus, menghirup udara; pasukan itu ada di sekitar sini, pikirnya dengan perasaan tak menentu. Model perang tua masih dilakukan sampai kini: gerilya. Dulu, perang dengan strategi tembak-lari ini dilakukan oleh para tetua dan hasilnya memang merepotkan lawan; tapi penyelesaiannya selalu dengan diplomasi!  Oleh kamu politician. Ah, kaum politician sekarang kehilangan daya cengkramnya, tak lagi mampu memikat dengan janji-janji dan ideologi, tetapi mereka mewariskan tradisi politician secara turun temurun, sebab tak tahu lagi mesti kemana lagi jika tak ikut kegiatan partai? Partai sudah menjadi perusahaan besar dan mengelola banyak bisnis jasa dan ketika amukan samudera dimana-mana, gempa silih berganti, cuaca yang tak menentu; tak ada lagi janji yang dipercaya rakyat kecuali keinginan menguasai satu sama lainnya…

Men Ami Disembunyikan Wong Samar....


Sudah jam Sembilan!

    Ini sudah siang, tetapi toko kecil Men Ami belum buka. Biasanya, jam lima pagi sudah dibuka. Kemana Men Ami? Kenapa warungnya tutup tanpa pengumuman? Jika ada upacara atau acara keluarga, sehari sebelumnya biasanya Men Ami sudah bercerita. Beberapa orang yang gagal berbelanja dengan langkah ringan memasuki halaman rumah Men Ami dan bertanya,   "Pak, Men Ami kemana?"

Nang Oman Ditimpa Pawisik

    Gerimis bercampur angin masih terasa di kulit. Sesekali berhembus memasuki rumah. Pagi belum terang benar, tetapi  Nang Omang sudah berdandan; destar putih, baju putih, kain putih; semuanya serba putih. Istri Nang Oman, Mang Manik pun demikian, sudah selesai berdandan; kini tengah merapikan isi bokor, tempat kewangen dan canang, yang dengan suara pelan menanyakan kepada pembantunya, apakah sajen sudah siap?

    Pagi yang terasa berbeda dari biasanya, pikir Nang Omang! Lalu ia mengerutkan dahi, iya! Rasanya memang berbeda! Komat-komat Nang Omang memikirkan perasaannya; memang berbeda! Dengan langkah pasti, ia ke luar kamar,  "Bu, sudah siap? Bapak merasa Ida Hyang sudah memanggil…" Ucapnya dengan suara datar.

Penyurutan Makna Ruwatan Oleh Sensasi


Tradisi Sastra Ruwatan Yang Dipanggungkan: Penyurutan Makna Ruwatan Oleh Sensasi

Hingga di penghujung tahun 2011; pertunjukan drama tari Calon Arang kembali (masih menjadi trend di Bali. Bahkan kini tayangan televisi stasiun lokal di Bali rajin menayangkan pula. Dari pengamatan, hampir semua pemeran dalam tradisi pertunjukan Calon Arang masih dalam pakem lama; selalu dihadirkan di atas panggung; Peran Matah Gede, Ratna Manggali, Balian, Patih, dst: pembagian peran ini dilengkapi 'sisia' dan sensasi-sensasi misalnya pengusungan 'mayat' ke kekuburan sebagai bagian tradisi 'ngundang leak' yang memang sejak dahulu merupakan bagian yang menjadi kekuatan dari pertunjukan Drama Tari Calon Arang.

Belajar ke Pasar: "MAMEKEN" menemui KERIMIK PEKEN

"Peken":  begitu caranya menyebut pasar tradisional di Bali: "meken"; artinya pergi ke pasar dengan tujuan belanja. "Pekenan" : artinya hari besarnya pasar atau sering di sebut 'beteng', yang suka otak-atik kata mengira-ira 'beteng' ini dari kata 'bet': penuh sesak. Padahal itu terkait dengan 'wewaran'; pasah, beteng, kajeng. Sebab di pasar lain, ada juga yang menggunakan pasah bahkan kajeng sebagai hari pekan alias 'pekenan'.

Menarik sekali, apa yang terjadi pada diri saya dua minggu terakhir ini. Tiba-tiba saya harus sering pergi ke pasar tradisional, karena ibu saya sudah tua dan sedang sedikit sakit, saya harus melakukan hal yang tidak pernah saya lakukan sejak kecil: yaitu 'mameken': pergi ke pasar dan belanja! Ibu saya atau banyak sekali ibu-ibu di tempat kelahiran saya, yang usianya berkisar dari 60-80 tahunan memiliki hobby pergi ke pasar; mungkin kalau sejak dahulu ada mall; ibu saya dan teman-temannya itu dikategorikan: kaum shoppinger, senang sekali belanja ke pasar. Untungnya, ini pasar tradisional. Yang buka dari jam empat pagi dan tutup sekitar jam tiga sore; selebihnya adalah persiapan para pedagang untuk membuka atau menutup dagangan. Bayangkan, jika pasar tradisional sejak dahulu bukanya dua puluh empat jam! Mungkin ibu-ibu angkatan ibu saya akan nongkrong di pasar seharian! Mengingatkan akan hobby ke pasar itu; dari window shopping sampai penyakit gila belanja memang dari zaman ke zaman telah ada; sebab konon di semua pasar tradisional ada energy pemikat hati yang berfungsi meluluhkan semua hati untuk berbelanja (?)