Cerita Serial: Kalki Bagian 4

Cerita Serial: Kalki
Bagian 4

    Senja menjelang malam di Warung Mayian, lokasi : di wilayah Kaum Kota! Saat pengunjung memenuhi warung, memesan kopi dan penganan, layar-layar televisi tiba-tiba bermunculan; seperti cahaya biru awalnya lalu berputar-putar menegaskan dimensinya; layar televisi kini telah menjadi opticsuperflat, yang bisa dimunculkan dimana-mana. Dan  senja itu, wajib hukumnya bagi semua tempat-tempat public di wilayah kota untuk mendengarkan pidato sang pemimpin kota: Bangsing Hasan!

    Lobu Muda, kaum nelayan muda nampak menyusup diantara pengunjung Warung Mayian, ia memesan kopi dan makanan kecil, sendirian duduk di meja sudut dengan merundukan kepala, menyibukan diri dengan tabletnya. Di sudut lain, Rumi Lawe, faksi kaum putih, yang bertampang dingin dengan kerudung berjuntai telah duduk lama dan jelas tak datang sendiri. Semua meja telah penuh rupanya. Ah, Warung Mayian dimana pun selalu penuh; dipenuhi oleh berbagai pengunjung dari berbagai kaum. Ligo Baru dengan dahi berkerut dari meja kasir mengawasi dengan hati-hati ke semua arah. Masa-masa kampanye Kaum Kota adalah masa-masa yang rawan….
    Dimasa lalu, kota-kota menempatkan diri mereka sebagai yang lebih tahu, yang lebih maju, yang lebih berkuasa dibandingkan kecamatan dan desa-desa! Bahkan jika sudah disebut ibu kota; hingga pengemis dan pedagang asongnya pun merasa jumawa jika bertemu orang desa! Belum lagi para pejabatnya. Sejarah mencatat sindrom warga kota yang merasa lebih tahu segalanya; dari politisi hingga event organizernya bahkan senimannya pun merasa lebih agung sebab melabelkan alamat diri sebagai orang kota bahkan orang dari desa, dari daerah jika sudah dapat tinggal di kota pun terkena sidrom kota; merasa lebih maju dan wajib harus diikuti idenya jika sudah ada di daerah bukan kota! Tetapi itu hanya masa lalu! Masa lalu yang yang menjadi kenangan pahit bagi kaum kota. 200 tahun setelah revolusi yang tak hanya menetak-netak satu negara; seperti putaran bola bumi; tak satu pun negara di muka bumi ini sanggup mempertahankan sistem kenegaraannya, tak satu pun! Semua membalikkan diri menjadi kaum-kaum, membangun jaringan-jaringan; dan kota-kota kehilangan kekuasaannya, kehilangan keangkuhannya, namun kaumnya tetap memiliki impian mengembalikan masa lalu; kaum kota dengan para cendekiawannya masih bersemangat mengembalikan peradaban…Kadang masih seperti terjangkit postpowersindrome; merasa paling diperlukan dan tahu segala-galanya…Sehingga kadang kaum kota nampak lucu dimata kaum lainnya di muka bumi…
    Bangsing Hasan, salah satu pemimpin kota yang fanatic; yang paling berani untuk bicara di jalur kaum mayian, dunia maya yang kini paling teratur perarturannya. Bangsing Hasan menggunakan jalur kaum mayian dengan kompesansi izin-izin membuka warung dan tempat tinggal bagi kaum mayian di wilayah kotanya; hampir dipastikan dalam masa transisi ini Bangsing Hasan telah menjadi klan penguasa kota yang paling berpengaruh di semua jaringan kota-kota di dunia;

    Senja itu, ia nampak di layar lebar, mengawali gerakan serentak kampanye tahunan kaum kota; membuka kembali dialog; mengembalikan peradaban! Wajah Bangsing Hasan dengan senyum yang tak putus tidak menutupi keinginannya; cita-cita agung mengembalikan berdirinya kembali negara-negara di muka bumi! Kampanye itu dilakukan di suatu gedung yang dipenuhi sesak oleh para pendukung Bangsing Hasan, kaum kota yang fanatic, yang tentu saja dengan kawalan ketat para pengaman kota!
    Ah, seperti biasa menjelang ulang tahun perserikatan kota-kota di dunia, semua pemimpin kota sibuk berkampanye dan kaum mayian mendulang keuntungan. Semua pemimpin kota akan berpidato penuh heroic, kembali menjelaskan berbagai kesalahan masa lalu dari sikap-sikap politician, kelemahan demokrasi, mengkritisi orang-orang partai yang mengubah partainya menjadi klan keluarga dan ikatan hutang budi; semua kesalahan masa lampau diungkapkan tanpa tending aling-aling kemudian dengan cermat Bangsing Hasan mencuri perhatian; menjadikan kesalahan itu bukan pada sistem! Tetapi pada ambisi kebodohan individual-individual! Dan sesungguhnya, banyak yang diam-diam mencermati perkataan Bangsing Hasan yang ditayangkan berjam-jam dalam layar-layar opticsuperflat tercanggih dihampir semua tempat public di wilayah kota; juga di berbagai belahan dunia, bahkan hingga dipelosok-pelosok, di tempat-tempat tertentu yang memiliki kongsi dengan jalur Mayian dapat menonton dan mencermati pidato Bangsing Hasan! Salah satu pemimpin kota di dunia yang paling dicermati, sebab dibalik kepandaiannya berpidato dan diplomasi; Bangsing Hasan adalah komando pengaman kota yang secara telengas merebut banyak dermaga dan pertambangan…
    "Tak ada sistem yang lebih baik, dari sistem yang sudah pernah kita miliki, batasan geografis yang jelas, sistem politik yang jelas, semuanya sudah teratur; rakyat tinggal menyeru kepada kemajuan teknologi, kemajuan transportasi, dari pertanian hingga pertambangan, perdagangan, semuaaa, semuaaanya jelas dan ditata dengan aturan saling menghormati…Memang 200 tahun yang lampau itu, banyak politician yang korup, kaum pedagang hanya mengutamakan keuntungannya sendiri, lalu kepentingan-kepentingan sempit dijadikan seolah-olah itu kepentingan global, yang akhirnya menimbulkan krisis politik dan ekonomi, krisis kepercayaan, yang tidak pernah dibayangkan oleh siapapun saat itu, bahwa hanya dalam jangka 100 tahun, segalanya telah berubah…"
    "ah, dia hanya bicara keadaan di seluruh muka bumi, mana berani dia membuka aib kotanya sendiri…" Celetukan itu membuat beberapa orang menoleh ke satu meja. Warung Mayian memang tempat ngopi paling santai dalam wilayah kota tetapi celetukan seperti itu; celetukan bernada sinis kepada pemimpin kota di wilayah kota (?) Tentu saja akan membuat beberapa orang menoleh sekalipun mereka belum tentu kaum kota yang bisa jadi tersinggung dan murka...
Pelahan pengurus Warung Mayian mendekati orang yang nyeletuk itu, membisiki dengan halus, agar jangan mengulang celetukan yang dapat mengundang panas hati. Bagaimanapun, kaum mayian tak ingin berurusan dengan pengaman kota. Urusannya sungguh menyakitkan isi kepala jika pengaman kota menganggap ada kegaduhan dalam wilayahnya disaat hari kampanye; hari yang dihormati kaum kota! Sebagai kaum yang merasa paling tahu soal peradaban dunia!
    Bangsing Hasan memang masih didengar suaranya, masih ditakuti oleh banyak pihak, walau banyak kaum yang mencibirkannya dan berbagai faksi siap membunuhnya; sebab riwayat dirinya itu jelas sebagai sisa-sisa model kekuasaan lama yang dibenci, yang menjadi salah satu sebab jatuhnya negara-negara. Bangsing Hasan adalah keturunan para pejuang di masa lalu; pahlawan-pahlawan pendiri negara, yang dipuja-puja dalam berbagai upacara. Namun di era demokrasi, para politician mendorong munculnya sentimen patronisme; maka para pemilih mulai dihasut pilihannya dengan berbagai cara, dari kesamaan suku, agama, ideology dan tentu saja romantisme para pahlawan; salah satu leluhur Bangsing Hasan mendirikan sebuah partai dan menggunakan romantisme kepahlawanan itu, gilanya, saat leluhurnya itu meraih kekuasaan korupsi mencapai puncaknya. Dan akhirnya; nepotisme menjadi tradisi, korupsi menjadi amunisi; krisis kepercayaan begitu saja menjalar dan tumbuh tanpa dapat dijejaki, tak bisa lagi diobati dengan iklan-iklan kebaikan, berbagai trik orang partai yang biasanya dibantu kaum tentara dan media tiba-tiba tumpul! Dunia serentak muak dengan kekuasaan kota, kekuasaan negara yang dimanipulasi oleh pemerintahnya sendiri!
    Keruntuhan itu terjadi begitu saja, bukan oleh masalah besar; bukan oleh skandal besar! Keruntuhan itu dipicu oleh masalah kecil; kesalahan kecil yang terjadi, yang seperti biasa diabaikan oleh pemerintah kota; lalu kaum separatis murka dan entah mengapa mendapat peluang merebut desa-desa, kemudian memisahkan diri! Dan kerusuhan demi kerusuhan ditimpali oleh kelompok teroris dilanjutkan klaim mengklaim wilayah terjadi silih berganti; perang tak lagi menyoal apa sebabnya, namun mencari siapa pemenangnya! Lalu bencana alam susul menyusul; gempa bertubi-tubi, gunung api api meletus lalu tsunami; tak ada satu pun kekuasaan yang sanggup melakukan konsulidasi. Tak satu pun negara di dunia saat itu yang terbebas dari keadaan yang sama; yakni carut marut! Serentak warga dunia menolak adanya kekuasaan dan penguasa baru dengan janji yang paling manis sekalipun! Amerika dan Eropa, kota-kota pertama di dunia yang mengalami kecarutmarutan akut ; susul menyusul mengumumkan kekuasaan di tangan para kaum! Tak berhenti di situ saja, titik balik dunia dilanjutkan dengan perang antar kaum  yang terjadi hampir seabad lamanya; perang kota, perang gerilya…..Ramalan seolah terhenti; masa depan tak lagi dapat dibayangkan oleh pikiran lampau yang mengira dunia maju dalam kestrukturan…
    Di semua kelas pengajaran historian di kampus-kampus klasik telah dibahas bagaimana negara-negara di masa lalu sangat mengagungkan demokrasi dan hak azasi; keduanya menjadi primadona dan isu yang seakan menjanjikan kebaikan bagi seluruh umat manusia, yang sebenarnya tak bisa disamakan budaya sosialnya. Tetapi saat itu ada negara yang bernama Amerika, yang entah bagaimana demikian kuatnya menjadi sponsor demokrasi dan hak azasi, begitu pula PBB dan berbagai organisasi dunia; menjadi lokomotif isu-isu dunia.
    Kaum Historian selalu mengajarkan untuk memulai pemahaman nasib-nasib perpecahan negara-negara di masa lampau dengan memahami bahwa peradaban dunia setelah era milineum; itu terhitung tahun 1999 masehi dimulainya keruntuhan dengan adanya gerakan global, kemajuan teknologi di dunia maya, dan pembauran hubungan-hubungan manusia akibat bisnis pariwisata dan bisnis pendidikan! Ketiganya adalah harapan sekaligus biang kecarutmarutan; Globalisasi yang semula dibayangkan akan meretas batas-batas konservatif hubungan antar manusia sebab telah terjadi perkawinan antar ras, agama yang dijalin kaum spiritual; lalu urbanisasi, migrasi dengan berbagai alasan telah mempertemukan berbagai manusia; ketika itu dunia mulai menggaungkan prularisme; serentak pula saat itu muncul gerakan fundamentalis: rasanya, era itu selangkah lagi akan membawa dunia dalam satu kesatuan; dalam satu tata krama. Namun Minyak, hasil hutan dan pertambangan; menjadi pemicu, akal-akalan terjadinya gelombang penindasan terhadap kemerdekaan banyak negara terus menerus digulirkan; tentu dengan cara lebih elok dibandingkan zaman kolonial, zaman ratusan tahun sebelumnya; lalu atas nama demokrasi serta kekhawatiran akan perang nuklir, banyak kaum pedagang mendorong kebijakan negara-negara adikuasa untuk menyerbu negara lain!
    Maka negara-negara yang merasa modern mulai menjalankan demokrasi; yang sebenarnya adalah demokrasi boneka! Partai-partai pun berdiri di semua negara demokrasi; mereka berlomba-lomba mengadakan pemilu dan diawasi oleh organisasi dunia; yang merasa paling adil dan penuh kasih sayang kepada umat manusia. Dan tentu saja, tak satu pun negara-negara itu di era yang paling merekah trend berdemokrasi sebagai salah satu syarat menjadi negara bermartabat menyadari akan bahaya yang tengah menganga: yakni semakin korup politisinya, semakin nyaman negara-negara adikuasa itu berdagang! Dan akan terus mendorong isu demokrasi, kemanusiaan, cinta lingkungan; hanya di depan khalayak; negara-negara adikuasa itu akan terus menyerukan perdamaian, demokrasi, kemanusiaan….Kenyataannya, negara-negara demokrasi itu menjadi ladang pengisapan, menjadi demokrasi boneka; para penguasa mereka menjadi badut, menjadi pelawak, menjadikan korupsi sebagai dasar modal menuju kekuasaan; lalu keserakahan memicu sentimen-sentimen primodial dan kota-kota membusuk oleh berbagai persoalan…
    Bangsing Hasan kembali nampak di layar dengan senyumnya yang makin lama makin tipis, menyelip dalam liputan khusus mengenai pembangunan kompleks hunian yang ramah lingkungan bagi kaum kota yang konon sebagai bukti bahwa negara siap dibangun kembali; sebab rakyatnya telah berumah kembali!
Bangsing Hasan dengan suara meyakinkan berkata, "Saya menghimbau kepada semua kaum, kaum gunung, kaum nelayan, kaum mayian, kaum agamawan, kaum pedagang, dengan semua faksinya dari petani hingga peladang, dari buruh sampai pekerja, dari kaum putih hingga kampus-kampus klasik, kaum prajurit hingga penjelajah…Mari, kembali menjadi satu negara, mari menjadi contoh bagi wilayah-wilayah lain, mari…kita bangun kembali peradaban dunia ini dan tentu saja dengan perdamaian, dengan tidak mentolerir segala kerakusan…."
    Begitu banyak yang bertepuk tangan untuk Bangsing Hasan; walau masih dengan model lama, seperti nampak di potret-potret tua; ketika seorang tokoh di masa lampau berkampanye dan pendukungnya berdatangan di lapangan atau gedung besar lalu bendera-bendera kecil dikibarkan. Ah, Kaum kota masih sangat mengharapkan kembalinya bentuk negara seperti di masalalu; dimana kota-kota kembali menjadi ibu kota, kembali menjadi pengendali segala macam perarturan dan menjadi tujuan impian semua warga.
    Para pengunjung warung hanya bergumam, gumam yang tak jelas. Agaknya hanya sedikit yang berasal dari kaum kota, kebanyakan pengunjung warung mayian adalah orang-orang dari berbagai kaum yang datang ke kota dengan kepentingan-kepentingannya sendiri. Jelas kepentingan itu, mengamati kampanye tahunan kaum kota, walau tak diucapkan, semua paham, kehadiran berbagai kaum ke wilayah kota adalah mengamati…
    Ligo Baru, salah satu kaum mayian, sebenarnya dia juga pemilik warung yang menyaru sebagai pelayan urusan kasir; sesekali melirik tablet di sudut mejanya, dahinya berkerut berulangkali. Musim kampanye seperti sekarang memang riskan, pikirnya, salah sedikit akan timbul kericuhan dan biasanya kelompok separatis dan teroris menyukai keriuhan sesaat, mencari perhatian yang mengorbankan nyawa banyak orang. Beberapa informasi tersebar cepat bahwa beberapa pemimpin kaum seperti kaum nelayan dan kaum gunung dengan terbuka menghimbau kaumnya agar mengurangi memasuki wilayah perkotaan! Alasan keamanan adalah salah satunya, kaum kota terkenal sangat senang mendesakkan pemikirannya, dan disaat musim kampanye seperti ini, arogansi kaum kota menaik tak terkendali; merasa paling penting, kadang lupa, kekuasaan kota sudah masa lampau dan sering menjadi pemicu perkelahian sehingga mengundang pengaman kota berdatangan.

    "ketika zaman kali mencapai puncaknya, ketika lapar tak menemukan makanannya, para pemangsa pikiran menjadi nyata, saat itulah mari menyambut Kalki…"

    Phuah…Lobu Muda mengatupkan gerahamnya, tetapi menarik nafas menahan dirinya untuk tak bergerak mencari arah datangnya nyanyian, tetapi beberapa orang telah bergerak, agaknya bukan hanya Lobu Muda mengalami perasaan gangguan akan nyanyian kaum putih itu.  Gerakan yang cepat dan tiba-tiba bagai lesatan angin, seakan mengejar ke semua penjuru warung. Senyap sesaat. Nyanyian itu lenyap begitu saja.
    Tiba-tiba kemudian; meja Rumi Lawe telah diserung. Walau jelas nyanyian itu bukan dari mejanya, tetapi semua tahu, Rumi Lawe adalah kaum putih, meski dari faksi yang berbeda, tetapi kerudung berjuntai dengan wajah dingin beku itu menjadi alasan orang-orang mendekatinya. Warung Mayian tiba-tiba gemerisik menahan ketegangan. Ligo Baru dengan isyarat mata memerintahkan para pelayan bergerak cepat; warung mayian tiba-tiba dikeliling tabir cahaya tipis, tabir pemanipulasi agar kericuhan tak dapat dipantai oleh pengaman kota.
    "Kami mohon tidak ada kekerasan…" Suara Ligo Baru begitu lembut terdengar. Orang-orang yang mengelilingi meja Rumi Lawe berdecak kecil, mundur serentak dengan geraham terkatup, "jika kalian di luar demarkasi….nyanyian kalian kami ubah jadi jerit kesakitan…" desis ancaman itu jelas terdengar, namun Rumi Lawe dengan wajah dingin tetap diam, membeku seolah tak mendengar apapun.
    Tabir cahaya ditarik kembali, Warung Mayian kembali nampak normal. Lobu Muda tertegun di tempat duduknya, sungguh, ini yang dikatakan oleh laksamana saat menegurnya di dermaga, "di luar sana, terlalu banyak yang lebih kuat dan tangguh daripadamu…Pergilah, lihat-lihat dunia, sebelum engkau menjadi pembusuk kaummu.."
    Lobu Muda makin merunduk, menulis di tabletnya, menarik nafas dengan dada berdebar, betapa cepat gerakan mereka, betapa hebat tabir cahaya yang menyerung warung kaum mayian, "aku rindu kalian….aku rindu laut dan perahu-perahu…" tulis Lobu Muda sambil menelan ludahnya seraya mengedarkan pandangan dan tersentak saat menyadari bahwa Rumi Lawe tengah menatapnya dengan sorot mata dingin menusuk.
    "jangan terpancing…" desis itu tiba-tiba menghembus ditelinganya, Lobu Muda menoleh, dari meja kasir nampak seseorang menganggukan kepala," apakah mau memesan makanan malam? Ada steak kambing muda, kiriman daging segar dari gunung…"
    Lobu Muda mengangguk, tercekat kehilangan ucapannya. Baiklah, aku harus menggunakan pikiranku, makan dulu sebanyak-banyaknya lalu mencari penginapan….Sekarang ini, jangan terpancing, mereka dari berbagai kaum, dengan tujuan yang sulit diterka mengapa mereka mendatangi wilayah kaum kota!  Lobu Muda mengangkat wajahnya, mengeraskan hati, menatap lagi ke arah yang sama; Rumi Lawe telah menoleh ke arah lain; ke arah layar: Bangsing Hasan tengah menunjukan pusat-pusat pelayanan kemanusiaan, dari rumah sakit sampai sekolah-sekolah….
    Kampanye kembali mendirikan negara selalu mencemaskan semua kaum. Isu-isu telah merebak tentang berbagai tindakan pengembosan oleh pihak-pihak tertentu, yang sudah barang tentu satu sama lain saling mencurigai; siapa dalang dan siapa yang diuntungkan; hampir semua kaum memiliki faksi, yang kadang faksi-faksi itu berseteru satu sama lain untuk kepentingan mereka sendiri.
    Lobu Muda mendesah, tabletnya menyala; sebuah teguran penyilang; pesan yang tak bisa ditolak muncul: pesan dari kaumnya; segera ke luar dari warung, kelompok teroris akan melakukan kekacauan…

(BERSAMBUNG)

No comments:

Post a Comment