BUDDHA KULA III - Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha


(bagian III: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)

    Pertanyaan yang terus menerus mengenai Buddha Bali, seperti apa, bedanya apa dengan Buddha lain tidak  lagi ditanyakan satu dua orang bahkan dari kalangan wangsa buddhanya; mereka yang secara turun menurun diwajibkan menjaga keyakinan Buddha Bali ini, yang justru lebih dibiasakan mewarisi tradisi kependetaan dan upacara, namun bagi pengetahuan umum; betapa sulitnya memberi jawaban runut mengenai isi/ materi ajaran Buddha bali ditengah zaman rasionalisasi agama; demikian kebanyakan yang bertanya menjelaskan betapa susahnya menjelaskan ajaran-ajaran Buddha Bali (kahyang Buddhan) padahal, Buddha Bali adalah fundamen dari perilakunya orang Bali dalam konteks pengasuhan keyakinan Siwa Buddha.

    Pada bagian pertama tulisan mengenai Kahyang Buddhan, bahwa mengenal dan mempelajari Triyaksara, tiga huruf suci itu adalah wajib bagi semua penganut, bukan hanya kepada yang mempersiapkan diri akan menjadi pendeta; sebab dalam tradisi menyiapkan diri menjadi Pedande dalam tradisi Buddha Bali ajarannya bersifat dan bertujuan berbeda dengan yang seharusnya diketahui oleh umum. Seringkali usaha dan upaya bertanya kepada orang tua mengenai kahyang Buddhan ini ditutup dengan jawaban: haywawera, yang diartikan justru sebagai larangan, padahal arti kata ini adalah jangan takabur, jangan membual, sebab lanjutan kata haywawera ini adalah tan sidhapala, yaitu jangan menyebarkan dalam konteks mencari penganut atau mengagamakan orang lain. Jadi bukan larangan mempelajari.

    Memahami tiga huruf suci dalam kahyang buddhan sangatlah mendasar dan utama; tiga huruf suci itu adalah : Ong, Ah, Hung, tetapi dalam tulisan sering ditulis: Om, Ah, Hum. Dengan  mengenali tiga huruf suci adalah pintu utama, gerbang mengenalkan pada jalan besar (Mahayana Margga): karena itu dalam percakapan, ‘huruf tiga suci ‘I ni juga disebut sebagai Sanghyang Mahayana; ini juga disebut Mantranaya.

    Mari kini sandingkan dengan tradisi Siwa di Bali yang mengenal juga : Am, Um, Mam; atau Ang, Hung, Mang yang muaranya pada Tri Murti yang menyebabkan Bayu, sabda, Hidep, dalam kahyang Buddhan ini disandingkan dengan Tryratna yaitu; Cakyamuni, Lokescswara dan Bajrapani, yang mempunyai Tri Tattwa yaitu: Buddha, Dharma dan Sangga, ini yang menyebabkan Tri Kaya yaitu; Kaya, wak, cittaTri SilaParaartha yang digerakan dengan : asih (cinta kasih), punya (dermawan) dan bakti (hormat) yang menghasilkan Tri Kona: Ong, ah, Hung: inilah Tryaksara.

    Sejak awal bentangan pengajaran kahyang Buddhan Bali ini akan mengajak anak-anak Buddha ini memahami jalan siwa Buddha, seringkali banyak penganut siwa-buddha Bali yang kini mengklaim diri mereka sebagai Hindu kesulitan menjelaskan, apa itu 'tatwa' siwa buddha. Kesulitan menjawab itu disebabkan selama ini pengajaran agama Hindu di bali pintu masuknya hanya dari ajaran siwait.  Karena itu sangatlah penting mempertimbangkan kahyang Buddhan ini untuk memahami siwa-buddha itu sendiri. Sebagai awalan maka mari bersama mempertimbangkan bagaimana kahyang kebuddhan jutsru akan mencerahkan pencarian ketattwaan dalam siwait.

    Jika dalam Kahyang Buddhan dikenal Panca Tathataga, yaitu: Akshobya, Ratnasambhawa, Amitabha, Amogasiddhi dan Wairocana: dengan hurufnya Ah, Hung, trang, hrih, ang; jika meneliti dengan jernih maka dalam ajaran Siwa dikenali pula Panca Brahma: Iswara, Brahma, mahadewa, Wisnu dan Siwa hurufnya: Sa, Ba, Ta, A, I, dalam tradisi siwa dikenal dasaaksara: sa, ba, ta, a, I, na, ma, ci, wa, ya; dalam kahyang Buddhan, panca aksaranya adalah Na, Ma, Bu, da, ya menjadi dasaaksara: Ah, Hung, trang, hrih, ang, na, ma, bu, da, ya.  Keduanya dikenali sebagai Panca Dhatu: pertiwi, air, api, hawa dan akasa, yang berkuasa menjadikan panca guna dan panca tanmatra yaitu sparsa (sifat raba), rasa, warna (rupa), gandha (bau) dan sabda (suara).

    Walau menyebutkan Mahayana Margga, Kahyang Buddhan Bali adalah penerus dari Bajrayana, ada juga menyebutnya sebagai mantranaya. Mengakui keberadaan Buddha-Buddha terdahulu seperti Bhatara Wipacyi, Wicwabhu, Kracchanda, Kanakamuni, Kascyapa, dan percaya bahwa kelak akan tiba Bhatara Arya Mahitreyadi. Jadi dalam Khayan Buddhan: memamahi Boddhi mula (buddhe mule), kamulaan buddhaan: sangatlah penting dalam konteks sejarah dan silsilah. ( Bagian III, Kahyang Buddhan)


(bagian I: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)
(bagian II: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)
(bagian III: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)

No comments:

Post a Comment