PLATONIK
jalan-jalan sepi tanpamu
lampu merah, patung polisi
aku diingatkan tak boleh melaju mendekati garis batas
nyanyian selamat pagi dari mesin di tiang-tiang
menghela namamu pergi jadi gumam
matamu pendongeng bagi tatapan
menerbangkan aku
sampan kayu, tenda, meja-meja
tak ada camar, telor penyu tak butuh purnama
menangkar kali pertama hangat di hati
di teras saat hari memiringkan cahaya mentari
kerap engkau datang, berjalan-jalan hati
lampu-lampu seakan dibawah ombak; kemilau matamu
mau kemana? itu siapa, ini apa!
tak ada tempat bagi hati menguji
semua cerita memasuki telinga, hati, ingatan
rahasia impian menjadi rumah sembunyi
jalan-jalan sepi tanpamu
lampu merah, patung polisi
aku diingatkan tak boleh melaju mendekati garis batas
nyanyian selamat pagi dari mesin di tiang-tiang
menghela namamu pergi jadi gumam
matamu pendongeng bagi tatapan
menerbangkan aku
sampan kayu, tenda, meja-meja
tak ada camar, telor penyu tak butuh purnama
menangkar kali pertama hangat di hati
di teras saat hari memiringkan cahaya mentari
kerap engkau datang, berjalan-jalan hati
lampu-lampu seakan dibawah ombak; kemilau matamu
mau kemana? itu siapa, ini apa!
tak ada tempat bagi hati menguji
semua cerita memasuki telinga, hati, ingatan
rahasia impian menjadi rumah sembunyi
lembah,gunung, rumput hangus
asapnya membuat kita batuk bersama
terasa kanak saat engkau berucap
aku mencintaimu hanya dalam hati
nyali itu berwarna gelap
jantung, hati, entah apa lagi tersangkut
dikemas dalam kantong plastik
berbaring penat, bantal, selimut
seperti buku menuliskan apa saja
pernah aku membatin, agar kau suka aku
pernah aku menduga, kau akan suka aku
lalu deru telpon menjerit mengusir tidur
jalan-jalan makin sepi tanpamu
di perempatan lampu merah menyala
tawamu masih hangat dalam dada
tangismu masih kagumi kecemasanku
aku mencintai dalam hati; juga.
Entah apa alasannya
sampan kayu menjadi meja-meja
gelas-gelas telah kosong lama
pelayan berganti, di laut anak-anak mendayung kano
sampan tak tahu, penyu dan camar kemana
kau tahu, aku juga tahu
cukup dalam hati mengucapkanya berkali-kali
(batu bulan, tahun 2015)
asapnya membuat kita batuk bersama
terasa kanak saat engkau berucap
aku mencintaimu hanya dalam hati
nyali itu berwarna gelap
jantung, hati, entah apa lagi tersangkut
dikemas dalam kantong plastik
berbaring penat, bantal, selimut
seperti buku menuliskan apa saja
pernah aku membatin, agar kau suka aku
pernah aku menduga, kau akan suka aku
lalu deru telpon menjerit mengusir tidur
jalan-jalan makin sepi tanpamu
di perempatan lampu merah menyala
tawamu masih hangat dalam dada
tangismu masih kagumi kecemasanku
aku mencintai dalam hati; juga.
Entah apa alasannya
sampan kayu menjadi meja-meja
gelas-gelas telah kosong lama
pelayan berganti, di laut anak-anak mendayung kano
sampan tak tahu, penyu dan camar kemana
kau tahu, aku juga tahu
cukup dalam hati mengucapkanya berkali-kali
(batu bulan, tahun 2015)
No comments:
Post a Comment