Cerita Serial: Kalki Bagian 10

Cerita Serial: Kalki
Bagian 10


    Bagaimanakah engkau mencari sebab dari hilangnya peradaban kemanusiaan ini? Sandya Hening dengan lentur melayangkan tubuhnya mendahului Larung lalu berhenti dengan dengan anggun.
    Larung tersentak, tak menyangka gerakan Sandya Hening begitu tipis dan halus, hampir tak terduga, "ada apakah?" Dengan mata penuh tanya ditatapnya Sandya Hening yang tersenyum lapang, "Tunggulah beberapa menit lagi, kita berdiam sejenak di sini…Perhatikan baik-baik tabletmu…"
    Pori-pori Larung mengembang, nalurinya mengatakan, Sandya Hening memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menebak kejadian yang akan datang. Dan tabletnya benar menyala, perintah Kembang Gaduh agar Sandya Hening dibawa melewati jalan bawah tanah segera dilakukan, sebab Patik Gurun dengan rombongannya tengah menanti izin di batas koordinat Sembilan untuk memasuki area Kaum Gunung.
    Dengan senyum lembut Sandya Hening kemudian mengikuti isyarat Larung menjejak ke arah kanan, melewati ladang tembakau lalu berhenti di depan sebatang pohon beringin tua, entah apa yang disentuh Larung, tiba-tiba di depan beringin tua itu tanaman-tanaman menyibak, dan lorong lebar menyuruk ke bawah, "mari…" ajak larung.
    Rombongan Sandya Hening yang dipandu oleh Larung lenyap ke balik tanah. Hujan deras turun dan nyanyian itu terdengar begitu lembut, berkisah tentang langit yang menitipkan hatinya ke bumi. Lalu desau angin begitu keras seolah hanya alam yang bernyanyi. Derap kereta kuda terdengar silih berganti dengan kendaraan lainnya, kemudian begitu gemuruh saat sebuah truk besar lewat. Para peladang telah usai memanen sayur-sayuran, agaknya telah bersiap menuju pasar bersama, yang terletak di koordinat 10 dekat dengan area demarkasi.

    Sementara itu Kembang Gaduh dari kejauhan dengan tenang memandang rombongan Patik Gurun yang masih terhenti di depan gerbang pembatas. Ada enam kendaraan double cabin dan sebuah sedan anti peluru, kendaraan yang telah mengalami injeksi sempurna, dalam kondisi tertentu dapat difungsikan untuk terbang rendah juga sebagai kapal cepat jika melewati perairan, kendaraan-kendaraan semacam itu, kendaraan multifungsi, generasi optic dari amphibian, hanya mampu dimiliki faksi kaya yang memiliki asset penambangan minyak. Kendaraan-kendaraan itu digunakan untuk perjalanan jauh buat menghindari pelintasan demarkasi, dermaga dan bandara.
    Panda Gasing, si pemeluk teguh, dengan kerudung keemasan nampak mondar-mandir di sekitar sedan anti peluru yang diduga Kembang Gaduh; didalam sedan itu pastilah Patik Gurun! Pemimpin faksi gurun dari kaum putih yang mengaku telah sah menjadi pemimpin seluruh faksi kaum putih? Pastilah, perjalanan yang panjang telah ditempuh oleh mereka, melewati beberapa area yang cukup rawan. Namun Faksi gurun memiliki jaringan kuat dengan jaringan teroris maupun separatis, sehingga keberadaan mereka kadang dengan begitu mudah di berbagai wilayah, lalu hilang lenyap entah sembunyi dimana. Dengan asset pertambangan minyak yang gemuk, faksi gurun memiliki kekuatan untuk melakukan lobi tingkat tinggi ke berbagai penguasa tentara di berbagai kaum di berbagai wilayah permukaan bumi. Bukan rahasia lagi, sejak lama, faksi gurun dicurigai memiliki ambisi untuk menjadi penguasa beberapa wilayah di demarkasi utara, namun karena perbedaan ideology tantangan terus menerus menghalangi keinginan mereka itu bahkan dalam persekutuan internal kaum putih, faksi gurun kerap menghadapi perlawanan yang keras.
    Namun, siapapun faksi gurun itu, para petugas perbatasan kaum gunung dengan wajah beku seolah tak paham akan siapa yang datang di hadapan mereka melanjutkan tugasnya; diam bagai patung dan tak perlu memberi basa-basi; sikap para petugas itu hanya berdiri tegak saat rombongan faksi gurun menghentikan kendaraan mereka, tak ada yang nampak diantara para petugas itu terintimidasi dengan kegelisahan Panda Gasing yang seakan merasa patut ditakuti, ia yang paling pertama ke luar dari kendaraan, kerudungnya berkibar diterpa angin. Hanya satu petugas yang kemudian menyapa lalu bicara dengan juru bicara rombongan Patik Gurun, bukan dengan Panda Gasing.
    Sementara itu, Sandya Hening sungguh tak menutupi kekagumannya. Kaum gunung mendekati sempurna mengelola wilayahnya. Kaum Gunung di Demarkasi Timur memang berbeda gaya dengan kaum gunung di banyak wilayah lainnya. Sang Guru konon memiliki usia hampir seratus tahun dengan wajah bersih dan mata cemerlang, namun sangat jarang menghadiri pertemuan publik; kaum gunung selalu menghadirkan wakil Sang Guru dalam berbagai koordinasi tingkat tinggi antar para pemimpin kaum. Kaum Gunung dikenal sejak lampau memiliki sikap yang tegas dan cenderung tertutup terhadap kaum lainnya. Apalagi setelah perang tinja, hampir semua kaum jadi segan dan jerih terhadap kaum gunung, yang profile kaumnya memberi kejelasan akan kesungguhan mereka untuk bekerja keras bagi kehidupan kemanusiaan.
    Kaum pekerja di wilayah kaum gunung bukanlah faksi, namun semuanya menjadi warga kaum. Dari tukang besi hingga tukang jahit, dari petani hingga peladang, pengurus air hingga penjaga hutan, lalu peternak hingga ahli-ahli pengobatan, begitu beragam keanggotaan mereka disatukan dalam satu sistem keamanan yang sungguh membuat banyak kaum lain kadang tercengang-cengang, apa yang menyatukan mereka dengan begitu kuat dan setia? Kaum gunung di beberapa wilayah lain masih memiliki ketegangan internal, walau secara mudah diatasi, namun konflik mereka kerap meletup, diduga itu disebabkan tak ada pemimpin sekuat Sang Guru seperti Kaum gunung di demarkasi timur.
    Lorong itu begitu sejuk dan tanpa terasa langkah kaki tiba-tiba dihembus  oleh cahaya putih yang menyilaukan, seketika mereka menghentikan langkah, hanya sejenak untuk memberi mata berkesempatan beradaptasi, hanya sesaat keadaan itu mereka lakukan, kemudian Sandya Hening terkesima luarbiasa saat matanya terbebas dari silau. Saat tiba di pintu lorong, saat melepas pandangan secara bebas; pemandangan dihadapannya sungguh bagai mimpi; gunung-gunung yang seolah berderet bagai benteng lalu hutan lebat dengan gemuruh penghuninya, lembah yang indah dengan barisan pondok diantara sela-sela ladang dan sawah, aroma tanah yang memberat dalam tarikan nafas….
    "Inikah pondok rahasia itu?" Dalam hati Sandya Hening berucap, pori-porinya mengembang, ada yang meruam dalam permukaan kulitnya. Dalam risalah-risalah rahasia, sejak dua abad lalu, kaum gunung demarkasi timur bekerja keras membangun hunian rahasia yang konon dibangun oleh para ahli yang sulit dipercayai dengan logika. Bahkan pencapaian kemampuan para pembangun pondok rahasia itu disebutkan dalam risalah-risalaha rahasia telah melampaui kemampuan para tetua kaum putih.
    Oh, alam impian
    Surga dibumi itu
    Membumilah surga
    Yang dimimpikan bukanlah mimpi
    Yang tak nyata, dinyatakan
    Bukan ayat kosong
    Yang dibualkan kaum agamawan
    Sibuk menceramahkan surga
    Lupa jika surga itu dibumi

    "Kita dimana ini?" Sandya Hening tak mau larut dalam kagum. Larung mengangguk hormat, "Kami menyebut tempat ini sebagai Pondok Mati…"
    Sandya Hening tersenyum dengan mata berkaca-kaca, " begitu indah yang kalian sebut pondok mati itu…" Ucapnya tergetar, "tidur yang panjang adalah bagi pikiran, bukan bagi badan. Pikiran yang istirahat akan memberi kebaikan bagi semesta…"
    Larung mengangguk dan tersenyum tipis, " para guru bertempat di area ini, ini sesungguhnya area pelatihan bagi kami…"
    Elang-elang nampak bertengger di dahan-dahan, beberapa ekor burung merak tiba-tiba melesat dalam gerombolan yang mencengangkan mata, memperlihatkan keindahan bulu-bulu mereka. Lalu landak-landak nampak menyusup di bawah semak, lalu trenggiling bagai bola liar meluncur ke berbagai arah, kupu-kupu berbalapan dengan capung-capung emas. Suara burung, suara serangga; keriuhan itu kadang lenyap seketika berganti dengan deru suara bambu, lalu hening seperti nafas bayi yang lelap.
    "Di sini tak diperkenankan menggunakan kendaraan, kereta sekalipun. Jika usai panen, hanya kuda dan kerbau yang digunakan sebagai alat pengangkut…" Larung menjelaskan saat mengajak Sandya hening memasuki bantaran jalan tanah. Sesekali nampak orang-orang tua lewat dengan langkah-langkah lembut, memberi anggukan samar, lalu melanjutkan langkah ke arah yang berbeda-beda.
    Jalan setapak itu kemudian dilanjutkan undakan tanah, yang memberi kesadaran bahwa langkah kaki terus menurun, seperti usia yang akan mencapai dataran lembah, kematian tubuh. Desau tanaman-tanaman, rincik air, kolam-kolam penuh air dengan teratai warna-warni lalu desau keharumam cempaka nampak membuat segala yang dipandang menjadi cemerlang. Para remaja yang nampak tengah bermeditasi dengan posisi setengah melayang diawasi oleh para guru yang duduk seakan tak peduli. Lalu di tiap pondok yang dilewati terdengar suara jantera diputar, suaranya silih berganti seperti irama yang tak putus. Para penenun itu begitu khusuk memintal benang bagai meniru putaran bumi.
    "Mari kita istirahat dulu…" Larung menunjuk sebuah pondok di arah utara dekat sebuah kolam, Sandya Hening mengangguk dengan keharuan luar biasa. Keheningan itu, kedamaian itu terasa menyentak-nyentak menerobos ke relung hati.
    Beberapa orang dengan senyum dimata telah menanti kedatangan Sandya Hening, beberapa pengikutnya dipersilahkan pula memasuki pondok-pondok yang terletak sebelah menyebelah dan hidangan segera datang. Sungguh sikap yang lembut dan santun.
    Larung berpamitan untuk melaporkan kedatangan Sandya Hening kepada Sang Guru, tak ada siul elang yang melengking, sungguh, di pondok mati segalanya begitu menentramkan, segala seakan melembutkan hati dan mengalir bagai air yang tenang.
    Sementara itu rombongan faksi gurun mulai bergerak melewati gerbang perbatasan, dikawal Kembang Gaduh dengan prajurit pendam menuju perhentian di dekat camp pengungsian; sebuah wisma penerima tamu yang disiapkan bagi para utusan untuk kegiatan koordinasi tingkat tinggi telah siap menyambut kedatangan Faksi Gurun.
    Panda Gasing nampak sudah tenang, wajahnya sumingrah saat turun dari kendaraannya, segera dia melangkah disebelah Kembang Gaduh yang mengenalkan para petugas di wisma tamu dengan suara lembut. Dan setelah dirasa aman oleh para pengawal Patik Gurun yang melakukan pemeriksaan ke dalam ruangan-ruangan; barulah sang pemimpin faksi gurun ke luar dari kendaraannya, penampilannya khas faksi gurun; dibalut kerudung putih bertepi emas, yang ujung-ujungnya hampir terjuntai menyentuh tanah. Patik Gurun tak menutup wajahnya dengan kerudung seperti yang lainnya, namun matanya ditutup kaca mata hitam dan nampak jemarinya dihiasa beberapa cincin.
    Kembang Gaduh memberi penghormatan secukupnya dan mempersilahkan rombongan Patik Gurun untuk beristirahat yang segera memasuki ruangan. Beberapa pengawalnya tetap bersiaga di luar . Kembang Gaduh hanya mengangguk dan memaklumi sikap waspada para pengawal Patik Gurun. Lalu dengan langkah cepat Kembang Gaduh menuju pos penjaga wisma, memberitahukan secara singkat pengalihan tugas pengawalan.
    Siul elang melengking-lengking seperti menebas mendung di langit. Panda Gasing berdiri di dekat jendela memandang ke sekitarnya. Ruangan itu senyap sebab Patik Gurun duduk dengan berdiam diri, menikmati minuman hangat dan penganan kecil, sepintas seolah tak peduli dengan sikap Panda Gasing yang terkesan tegang dan waspada.
    "Kaum Gunung selalu memiliki cara untuk membuat kesan seakan-akan orang lain tak tahu apa-apa tentang sikap mereka. Aku yakin sekali, pengungsian keluarga Sandya Hening yang diterima dengan sangat baik adalah isyarat bahwa kaum gunung tahu banyak soal kerusuhan di area perkotaan dan pastilah juga paham dimana Sang Penyanyi berada…"
    "Jaga kata-katamu…." Patik Gurun menyela dingin, setelah membuka kaca mata nampak matanya cekung ke dalam.
    "Kaum nelayan melakukan pembersihan di semua teluk dan perhentian kapal, dan mereka itu memiliki hubungan mesra dengan kaum gunung…"
    Patik Gurun menghela nafas, "belajarlah membuat analisa yang cerdik…" suaranya mengandung teguran, "sikapmu melupakan keadaan di sekitar, ini bukan di wilayah kita. Kaum Gunung Demarkasi timur, bukan kaum gunung seperti para nomad di wilayah kita. Mereka ini terkuat dalam koordinasi dan paling siap untuk melakukan perang panjang…"
    Panda Gasing mendesah, wajahnya memerah, "Mereka tak memiliki keyakinan…"
Patik Gurun menghela nafas kembali, mengulapkan tangannya, beberapa pengawal segera datang, diperintahkannya untuk memeriksa kamar, "aku harus membersihkan diri, perjalanan jauh ini membuat seluruh otot kita tegang, istirahatlah…kita segarkan diri dan dalam batas tertentu kita aman di sini…"
    Panda Gasing mengangguk, lalu duduk menghentak seraya membuka tabletnya. Bibirnya berkerut-kerut dan dahinya terangkat. Link penjual informasi dikontaknya dengan cepat, segera dia memberi tanda siap membayar informasi terkini mengenai kekuatan Kaum Gunung Demarkasi Timur dan akan ditambahi bonus jika memberi informasi dimana posisi Sandya Hening…..
    Kembang Gaduh tak pergi jauh, tak akan pergi jauh. Dari posisi yang tepat, ia mengawasi wisma tamu. Dalam koordinasi tingkat tinggi melalui link khusus, beberapa informasi memperingatkan Kembang Gaduh bahwa Panda Gasing sebagai calon pewaris Patik Gurun memiliki karakter yang sulit ditebak. Beberapa analisa malah mensinyalir, Panda Gasing ikut bermain untuk mendukung faksi perusuh di berbagai kota. Walau sulit membuktikan dugaan itu namun banyak pihak mengetahui bahwa Panda Gasing kerap menyediakan tempatnya untuk persembunyian kaum separatis.
    Kerusuhan di kota tidaklah mudah kini menebak-nebak apa motivnya, penembakan misterius kerap terjadi, kampus klasik beberapa kali disasar peluru cahaya yang melumpuhkan walau Pemilu Kota sudah ditunda dan hampir dipastikan telah terjadi konsolidasi antar pemimpin kota dan gerakan pembersihan makin gencar dilakukan oleh Tentara Negara kota, letupan serangan masing sering terjadi, aliran listrik kerap terputus dan jumlah korban entah sudah mencapai berapa banyak, tak banyak yang tahu, pergerakan pengungsi tak lagi banyak, sepertinya area kota mulai kosong dan warganya ke luar menuju camp-camp pengungsian terdekat.
    Kembang Gaduh tak mau memikirkan lebih jauh, mengapa Sandya Hening mengajak faksinya mengungsi hingga jauh ke wilayah demarkasi timur? Lalu Patik Gurun tiba-tiba muncul. Semua seolah terjadi secara wajar ditengah situasi area perkotaan yang sedang rusuh dan mencekam.
    Melesat satu informasi di tablet Panda Gasing: Sandya Hening mengadakan pertemuan dengan Sang Guru di suatu tempat yang dirahasia! Informasi mahal itu jelas didapatkan dari camp pengungsian. Dengan langkah tergesa ia memasuki ruangan, hendak menemui Patik Gurun namun para pengawal menahan langkahnya, "Bapa sedang istirahat…"
    Panda gasing melenguh, membalikan tubuhnya. Pikirannya berdenyut. Khianat! Dan tentu saja diplomasi yang akan dipakai jalan untuk membuat Sandya Hening tak bergerak lebih jauh. Panda Gasing mengedik dengan jemari bergetar diremasnya rambut, dibukanya kerudung, dihempasnya ke lantai. Lalu dia memegang tabletnya. Melakukan kontak dengan banyak link. Lalu tercenung-cenung cukup lama. Kembali melanjutkan menulis sesuatu di tabletnya….
    Luncuran tembakan cahaya tiba-tiba muncul dari tepian-tepian gerbang perbatasan, sasrannya mengarah ke pos penjagaan. Kembang Gaduh dengan tenang memberi komando kepada prajurit pendam. Senyumnya tipis mengembang, siulan elang bersahutan di langit. Pertahanan kaum gunung sudah sejak kerusuhan area kota telah disupersiagakan. Dalam sekejap balasan tembakan datang dari sudut-sudut yang mematikan, melesat menuju arah datangnya tembakan tak bertuan itu. Lalu menderu suara tank-tank dari balik tanah, serupa kura-kura ke luar dari pasir. Jarak tembakan telah dipantau dan diukur tepat, sinyal cepat koordinasi dinyalakan dengan Tentara Negara Kota di demarkasi, lalu penyergapan dilakukan tanpa hambatan. Delapan penembak gelap tertangkap…
    Link Mayian berkedip-kedip mengabarkan akan penangkapan yang super cepat telah dilakukan oleh prajurit Kaum Gunung beberapa menit yang lalu. Kronologis kejadian dengan singkat dijelaskan. Namun tak ada penjelasan kemana para peneror itu dibawa…
    Mencekam. Mencekamlah kini. Semua kaum makin menyadari para perusuh kota telah memancing berbagai kemungkinan untuk menularnya upaya melibatkan semua pihak dalam baku tembak namun untungnya langkah awal penembakan ke arah gerbang perbatasan kaum gunung dipatahkan dengan cepat; semua pihak yakin, sebentar lagi akan terungkap siapa dalang dari kerusuhan di kota, namun itu semua tergantung dari pihak kaum gunung apakah akan mengumumkan hasil penyelidikannya atau akan menyimpannya dalam bahasa diplomasi yang lain…
    Patik Gurun mendesah, mengulapkan tangannya usai membaca tablet ditangannya, "Panggil Panda…." Suaranya mirip keluh saat memerintah seorang pengawalnya, matanya nampak kian cekung. Sunyi kemudian di ruangan wisma tamu itu, para pengawal berdiri diam mematung, tak ada yang berani bergerak. Siulan pekik elang sesekali terdengar menambahi rasa tak nyaman. Lalu lamat-lamat suara Patik Gurun terdengar, "tahukah kamu, informasi mayian yang baru kubaca, membuatku ingat akan apa yang dahulu kamu lakukan ketika kita mengunjungi kaum nomad. Dan kamu ceroboh Panda…"
    "aku tidak melakukan apapun, bapa…"
    "baiklah, jika itu bukan kamu yang melakukan, sukurlah, namun kelak jika terungkap, kamu harus menanggung sendiri akibatnya, mereka bukan kaum nomad, ini kaum gunung demarkasi timur…"
    Lalu senyap. Siulan elang kembali terdengar. Dari jendela Patik Gurun memandang ke luar, hatinya resah, diedarkannya pandangan, betapa tak nampak penjagaan disekitarnya, tak ada pasukan yang petantang petenteng memanggul senjata, namun sekali ada upaya penyerbuan, prajurit pendam kaum gunung itu seperti hantu, muncul dari balik tanah….Patik Gurun menarik nafasnya dan mengerutkan dahi saat tabletnya bergetar; izin bertemu dari Kembang Gaduh!
    Menegang wajah Patik Gurun, begitu pula wajah Panda Gasing. Menanti kedatangan Kembang Gaduh sungguh mendebarkan hati, jika ternyata serbuan itu melibatkan Panda Gasing, keluh hati Patik Gurun dengan bimbang maka Sandya Hening melenggang meninggalkan kaum putih…Maka akan terjadi ketegangan internal bahkan takkan terhindar peperangan akan terjadi….Cita-cita itu makin menjauh, persatuan bumi atas nama keyakinan satu spiritual akan makin ditinggalkan….

(BERSAMBUNG)

No comments:

Post a Comment