NYEPI : 'Kelopak Bawang' Pertama.......

KADANG PERAYAAN NYEPI begitu mencengangkan, hingga banyak mungkin orang di luar pulau Bali sulit membayangkan suatu kekompakan untuk merayakan kesunyian; dengan brata (upaya menahan diri) untuk beberapa hal yang sehari-harinya adalah kebutuhan dasar hidup dan gaya hidup. Nyepi kemudian dibahas sejarahnya dikaitkan dengan tahun ICaka, atau dibahas mengenai bratanya, bahkan di era kapitalisasi ini nyepi juga ditempatkan sebagai langkah paling efisien dalam soal urusan menghemat energi, ramah lingkungan; dll. Padahal, beratus-ratus kitab suci mengenai ajaran suci khususnya Agama Hindu Bali, dan ini sering tidak ditemukan di berbagai wilayah puspa warna keberadaan Hindu di Dunia. Salah satu lontar Aji Sundari Gading, mengungkapkan mengenai ajaran asal muasal; yang jika direnungkan kemudian, akan dipahami mengapa perayaan Nyepi itu naluriah dialkukan; dan semoga tidak selalu dipaksakan dengan sejarah tahun Icaka, sebab perayaan Nyepi adalah wilayah agama Wali (Banten)-nya Bali yang kemudian bertemu muaranya dengan Hindu Bali, bertahun-tahun lampau. Walau dalam kesempatan ini saya terjemahkan dengan bebas; agar memudahkaan membaca; untuk memahami bahwa lapisan-lapisan memahami Hindu Bali, khususnya Nyepi sedalam sepi itu sendiri, tidaak sebatas ketakjuban potret sunyi untuk postcard. Jujurnya, dengan sedikit rasa takut, saya memberanikan diri menyampaikan hal ini, agar menjadi pengetahuan; bagaimana sesungguhnya perbedaan ajaran-ajaran suci di dunia ini, segera memahami bahwa banyak benar pengetahuan suci di Bali, yang memang tidak untuk diceramahkan apalgi untuk didiskusikan dan tentu saja ini ada dalam wilayah tatwa; disetarakan sebagai filsafat suci, yang tidak diperdebatkan lagi di depan berbagai tindakan agama: kocap puniki agem-agem; yan sampun memargi wau dados gaman!...... selamat membaca dan selamat Tilem Kasanga.

Terjemahan Bebas Bagian Pertama: Aji Sundari Gading
Oleh cok sawitri

1a Semoga tiada yang menghalangi; ini ajaran yang sangat mulia dan utama, namanya Aji Sundari Gading, penjelasan Mpu Siwa Cidi Adnyana kepada Maha Raja Hyang Manu yang saat itu berkuasa di Negara Medang Kayangan, entah berapa lama ajaran itu disampaikan kepada Sang Maha Raja oleh Sang Mpu, isi percakapannya: Aum Yang Mulia, Maha Guru, Pengasuh yang mulia; sekarang saya sungguh mengharapkan dari anda pemberian dari Sang Mpu sebuah jawaban: dari Sang Mpu, bagaimana para leluhur itu ada? Bagaimana mencapai kemakmuran bumi? Bagaimana asal muasal manusia ketika mengisi bumi ini di jaman dahulu kala?  Lalu ada yang menetapkan aturan, seperti leluhur-leluhurku menjadi Maha Raja? Berikan saya penjelasan sekarang, begitu perkataan Sang Maha Raja Hyang Manu. Menjawab Mpu Maha Darma (Mpu Swa Cidi Adyana) begini ucapannya,

1b.  Aum Maha Raja, semua mengenai itu Maha Raja adalah ajaran para leluhur kepada kita semua mengenai perilaku, mengenai kisah adanya dewata yang mengisi bumi ini, yang saya sampaikan ini bersumber pada apa yang disampaikan oleh Rsi Agastia ketika bersabda kepada anak kandungnya yang saat itu masih berusia muda, yang bernama Begawan Bredasya, dan penjelasan Rsi Agastia kepada anaknya itu bermuara pada apa yang disampaikan oleh Begawan Dusampyana; ketika dahulu kala, ada pertemuan dengan para dewa dan ini tersebar luas di jaman Janamejaya, menurut ajaran saat itu mengenai pengetahuan suci ini, bahwa ajaran suci ini sebenarnya ada pada kitab suci yang namanya Aji Brahmanda Purana, di situ dimuat bagaimana asal muasal para leluhur itu, bagaimana manusia membangun bumi ini, bagaimana manusia membuat peraturan waktu, hingga masalah yuga, semua itu ada masing-masing jawabannya, saat itu tak ada dewa, tak ada bhuta, tak ada manusia, seperti itu penjelasan awalan dari Sang Maha Muni kepada Raja Hyang Manu, kembali menjawab Sang Maha Raja, dan bertanya: Aum Yang Mulia Pengasuh Agung, juga para guru yang telah menyampaikan ajaran-ajaran tentang asal muasal itu, sekarang izinkan hamba bertanya, bagaimana sebenarnya kemunculan atau kelahiran para dewata di jaman dahulu, siapa yang menyebabkan mereka itu ada, begitu banyak penjelasannya dalam berbagai kisah cerita, semua sendiri-sendiri, bagaimana sebenarnya awalan adanya aksara, dan siapa yang menciptakan aksara itu, dan bagaimana ia muncul di bumi, dan bagaimana buminya bisa ada, mengapa ada langit, mengapa adanya para dewa dan seluruh isi surga, kenapa ada matahari, kenapa ada bulan dan bintang-bintang, dan mengapa ada semesta itu, dari mana datang semua itu, begitu pertanyaan sang maha raja kepada sang pengasuh mulia, kini menjawab sang maha yati, ucapanya; Aum Maha Raja, dimasa dahulu kala itu, mengenai penciptaan aksara, mari merujuk pada apa yang disampaikan oleh Begawan Byasa, begitu juga pertanyaan masing-masing tadi, terutama ketika dunia ini kosong tanpa penghidupan, tidak ada bumi, tidak ada langit, hanya ada Bhur, ada Akasa (kehampaan) dia itu sesungguhnya bergelar Hyang Sarinning Tawang, dia yang menyaksikan kejadian-kejadian itu, nama beliau saat itu, Sang Hyang Sundari Gading, dari kehampaan itulah semua yang kamu tanyakan akan bermunculan, dia merupakan inti sari dari Sang Hyang Sundari Gading, pada awalnya muncul rupa tubuh, tapi tak bertubuh, dia itu juga berwajah tapi tak berwajah, seperti rupa, seperti cakra penampilannya, kadang berubah-ubah sesaat, kadang cepat yang tertangkap adalah warna merah, hitam, terus begitu, lalu muncullah Sang Hyang Sundari Gading dari tengah putaran cakra tersebut. Begitu rupa warnanya mengagumkan, menakjubkan disaat kemudia berubaha penampilannya itu disebut Sang Hyang Panca Sunya Nirmala, kalau ditanya kesejatiannya, dia itu adalah kesejatian yang tak terbayangkan, itu yang sering disebut Sang Hyang Widi Wisesa, salah satu kemaha muliaan dari Dia yang tak terbayangkan. Setelah itu, disaat masih Sang Hyang Sundari Gading melakukan tapanya, tiba-tiba muncul dari putaran cakra itu sekelebat cahaya, tidak bermata, tidak berupa, dia cahaya tapi juga tidak cahaya sesungguhnya, itu disebut juga sekala niskala. Itu kelak yang disebut Sang Hyang Eka Aksara, tapi sesungguhnya bentuknya tidak seperti aksara (huruf), maka disaat itulah muncul bertubi-tubi dari putaran cakra itu, berupa bentuk tapi tidak berbentuk, warnanya kadang merah, kadang hitam, kadang putih. Itu yang kemudian akan disebut Sang Hyang Dwi Aksara Madhu. Setelah itu kembali muncul dari putaran cakra itu delapan warnanya, kadang putih seperti bunga, kadang bercampur baur, kadang merah muda, itu nantinya yang disebut Sang Hyang Tri Aksara Manu. Setelah itu kembali muncul dari putaran cakra itu, mirip sekali dengan suku, warnanya kadang nila, kadang putih, itu nanti yang di sebut Sang hyang Catur Aksara. Setelah itu muncul lagi dari putaran cakra itu berupa Wadag (Angga), tapi itu juga tidak berupa Angga, warnanya sangat putih, kadang terputus-putus, kadang berwarna nila, kadang berwarna hitam pekat, itu namanya Sang Hyang Panca Aksara Madhu. Ketika semua putaran yang muncul itu menjadi satu, itu yang disebut Sang Hyang Eka Sunya Anglayang, itu yang akan memancing keluarnya dari kedalaman putaran cakra itu, munculnya apa yang disebut dengan semua aksara itu, itu yang menjadi berbagai rupa bentuk, itu asal muasalnya yang akan melahirkan segala macam ayat suci, prinsip-prinsip pengetahuan tinggi, inti sari dari ajaran mulia, inti sari dari ajaran mokhsa. Setelah itu Sang Hyang Trimana Lingga Sunya Nirmala Menjadi ujung dari puncak inti sari itu. Itu yang disebut inti sari yang tak terbayangkan, disaat itu pula, Sang Hyang Sunya Catur Tirta Arnawa mengalami keheningan yang maha sejati, yang tak terganggu, tak tergoda, tak tercemar oleh apapun. Dari peristiwa itu, melahirkan Sang Hyang Panca Tirta Mretha, dari itu pula yang akan memunculkan dewa, butha, manusia sakti, tri buana, itu dari Sang Hyang Panca Tirta yang melahirkan dewa, juga Butha, manusia yang seba diam, yang seba ada, yang serba bertenaga. Begitu ajaran suci dahulu mengenai asal muasal dari tatwanya, demikian ucap sang Mpu Dharma. Lagi sang maha raja berucap, Aum, wahai sang maha Poruhitha, sekarang sungguh berbahagia rasanya perasaan saya, memikirkan apa yang telah anda sampaikan kepada saya mengenai semua sabda suci yang ada dari jaman dulu kala, mengenai terciptanya segala ajaran suci itu. Sekarang izinkan saya bertanya mengenai Sang Hyang Aji Aksara, bagaimana dahulu keadaannya seperti apa wajahnya dahulu. Begitu pertanyaan maha raja. Menyahut Sang Mpu Siwa Cidi Adnyana, diinatkan oleh beliau; ingat-ingatlah ini tentang yang bentuknya berupa inti sari itu, yang pertama Cru, Windu Saraswatya, Candra Wijayam, Cakra Wijayam, Padma Wredayam, Nadha Candram, Nadyam Puranca, Swetam Raktam Puspitayam. Kresnayam, Tampakdaramam, Sarwa Sastra Sarodratyam, Dadyam Om Kapam Mantram, Trioksara Am Um Mam, itu awalannya mantram.

5a Kalau lagi dijabarkan mengenai inti sari dari Sang Hyang Sundari Gading disaat beliau beryoga, disaat memunculkan Aksara, beliau kemudian khusuk jauh ke dalam putaran cakra itu, di dalam kekhusukkan itu kembali memuncukan aksara, itu sesungguhnya Sang Hyang Dharma duduk di atas cakra, tidak hanya berhenti sampai di situ, sesudah Sang Hyang Sundari Gading berada di dalam cakra itu, muncul rupa bentuk seperti padma, wajahnya juga badannya putih pucat, sehingga bila dipandang rupanya berpendar-pendar. Bila ditanya sebesar apa bentuknya, seperti secabik kapas di ujung jemari. Dari situlah muncul aksara, di saat pemunculannya itu, disebut Kuntul Angalanglayang, itu sastranya (sebutannya), tetapi sesungguhnya itu bukan. Jadi yang dapat dirasakan seperti hempasan angin dari senjata Bajra, itu sesungguhnya inti sari dari windu. Di saat itulah muncul apa yang disebut Sang Hyang Tampak Kuntulanglayang, mengeluarkan suara seperti suara burung, bentuknya itu seperti Tapak Dara; bacalah itu: MAM, itu bersatu dengan Sang Hyang Windu, pada saat itu muncul suara, suara yang agak di dalam dibaca ER, dia itu inti dari takdir (Sarining Tuduh). Itulah yang menakdirkan suara yang diam, suara yang berpencar, itu yang disebut sang Hyang Eka Dwi Sara. Juga muncul Sang Hyang Ardha Chandra, penampilannya remang-remang, suaranya seperti gemuruh hujan, bentuknya Ongkara Ngadeg. Setelah pemunculan itu, berubah warnanya seperti warna emas yang hablur, suara yang terdengar AM, sejatinya itu juga Padma, yaitu asal muasalnya hidup. Setelah itu, jika itu kamu tanya keberadaannya di dunia manusia, terutama pada tubuhmu, dia itu letaknya di usus, itu sebabnya usus itu disebut Ciwa Tatwa, itu yang menyebabkan dasa bayu dalam tubuhmu, begitu ketetapan yang didapatkan dari dahulu, baru kemudian muncul nadi, bentuknya itu sepi minyak mili, suaranya seperti api besar hurufnya OM. Kalau itu di tubuhmu, hurufnya Ongkara Sumungsang. Kalau dia itu di nyali tubuhmu, itu hurufnya Onkara Bungkung, asalnya masih dari Om yang tadi itu adalah ketetapan pemeliharaan bagi hidup di dalam rongga tubuhmu, kalau kamu memahami Sang Hyang Sundari Gading, bukan hanya sekedar memahami tapi menguasainya, itu akan menjadi Bayu Baya, yang membuat manusia bisa menjadi sakti, begitu penjabaran dari Mpu Ciwa Cidi Adnyana. Kembali menyahut sang Maha Raja, izinkan saya bertanya lebih dalam lagi, sebab masih banyak yang belum saya mengerti dari inti sari ajaran itu tadi. Segera sang Mpu menjawab; iya, apalagi yang ingin engkau tanyakan kepada saya. Lalu Sang Maha Raja bertanya, seperti apa ketika Begawan Kresna Dwipayana menerima wahyu, lalu membuat kitab suci itu, apakah masing-masing ada ceritanya, apakah itu berinti pada Tatwanya atau Aksara. Begitu pertanyaan Sang Maha Raja. Menjawab Sang Mpu; ini bisa saya jelaskan mengenai apa yang disebut dengan Sida Siddhi, dalam prinsipnya ada tiga prinsip yang harus anda pegang, wahai Maha Raja jangan pernah dilupakan.

6b mengenai Mpu Sang Hyang Sundari Gading, yang menjadi pusat pembicaraan ini, sekarang diceritakan Sang hyang Cakra Wijaya, lenyap kembali pada keheningan kehampaan hening, samar-samar tapi juga tidak bias disebut samar-samar, Nampak tapi juga tidak bias disebut Nampak, siang hari tapi tidak dibut siang hari. Peristiwa lenyapnya Sang Hyang Cakra Wijaya itulah disebut Sang Hyang Suddhanirmala. Di saat dia beryoga, itulah yang sebenarnya menciptakan dewa, rajanya dewa, disaat itu seketika tercipta wajah tak berwajah, tubuh tak bertubuh, berwarna sweta, melingkar posisi tubuhnya seperti burung yang terkena badai begitu besarnya, itu muncul dari yogha Sang Hyang Suddha UM Nirmala, peristiwa itu disebut Sanghyang Sunia Tri Nirmala, setelah Nampak Sanghyang Trinirmala ini mendekat suara gemuruh yang luar biasa, mulai tampak tubuhnya batara, besarnya seukuran guli, di saat nampak itu disebut Sanghyang Sunya Kamareka, sebab dia dalam situasi dan kondisi Rwabhineda. Dia ditakdirkan sebagai Sanghyang Sarining Sunya UMkara, menyusup ke dalam kesemestaan yang tengah tercipta. Dia Sanghyang Sarining UMkara, dari situ akan keluar ditakdirkan merancang itu aksara juga para dewata ; seluruh aksara juga merancang seluruh tempatnya, itu diciptakan serentak! Demikian proses penciptaannya dahulu sekali, sering disebut Purwa Dewa Aji Taksaran dan juga disitu tercipta adanya Trikaya Parisudha, Tatwa Diatmika, itu sebabnya sang penciptanya disebut Sanghyang Kawi UMkara, dia juga disebut Sanghyang Bhur. Ini juga akan muncul dalam Brahmanda Purana, yang akan menceritakan juga tentang Sundari Gading, sebab dari Brahmanda Purana itu melahirkan begitu banyak melahirkan Tatwa Carita, antara lain Adi Sasana, Wana Wasa, Tirara, Samedia, Dwija, Anka, Salia, Nisma, Gaddha, Setripalaya, Srama, Catur Asrama,  dan banyak sekali yang lainnya termasuk Aksara Samuscaya, Aksara Samuscaya Kreta, Adigama. Nah, yang berkaitan langsung dengan agama, antara lain; Treta Agama, Dewa Danda, Mantri Sasana, Dewa Sasana, Rasi Sasana, Raja Niti, begitu perkembangan masing-masing. Demikian yang disampaikan oleh Sang Mpu.

Menyahut Maha Raja dengan segera, Duhai Guru yang Mulia, belum tuntas saya memahami mengenai apa yang anda jelaskan, sekarang saya mau bertanya, seperti apa Purwa Dewa itu? Menyahut sang Mpu; Baiklah maha Raja, ini mengenai Purwa Dewa itu, sekarang kita ceritakan dari Sanghyang Tri Sunya Reka, beryoga untuk menciptakan semua dewa. Di saaat dia beryoga itu disebut juga Sanghyang Sunya Taya, tercipta "Tang" sebagai seloka, juga Sruti, tercipta juga “Adi Sunya Mawidyatam, Maha Kertam, Maha Shakti Maha Inem, Maha Kreta Maha Shakti Purusho We Sukam, Katanam Mani Prasusatye", inilah wahyu yang pertama terdengar sampai di bumi, itu berasal dari Sanghyang Sunya Taya, asal muasal Batara dan Batari. Dia itu juga disebut Sanghyang Widi Wisesa yang sesungguhnya sari dari Sanghyang Sundari Gading yang juga menjadi Sari dari Saraswati: Ning, itu adalah cahaya bagi manusia (buana alit) juga bagi bumi (buana agung), di saat terdengarnya aksara itu berbunyi “ini sebagian Srutinya", “Tram Kertam Widi Purwam, Katatwam Ywatam, Swaha Mandalanam, Ring Darma Atam. Pa." Sekarang kita jabarkan mengenai Sanghyang Widi yang juga disebut sebagai sari OMkara yang juga menciptakan putra-putra Dewata, juga yang bukan dewa, juga termasuk Butha sebagai pelayannya, begitulah sebenarnya yang dimaksud dengan Sanghyang Sunya Taya. Begitu banyak ciptaannya, kadang tidak sanggup lagi kita mengingatnya, sering tidak memiliki rupa, juga tidak memiliki celah, tak terukur, tak terbayangkan, sering tak sanggup kita memikirkan terciptanya aksara pada awalnya, yang tercipta dari apa yang disebut juga Trimana Sanghyang Sunya Taya Nirmala, dia merupakan sari dari Sanghyang Sundari Gading, merupakan asal muasal aksara, yang kemudian berkembang menjadi Pancaksara, yang bentuknya seperti cakra gemerlap, berputar-putar tak pernah terhenti, dalam rahim Sunya Nirmala, itu dia disebut ruang dalam Padma Cakra Aksara, dari situ muncul bibit suci UMkara, ditakdirkan keluar yang tidak keluar namanya Eka Windu, dia juga disebut demikian. Nah, kita sekarang melanjutkan proses penciptaan selanjutnya, yaitu disaat Ekaksara yaitu UMkara juga Pancaksara, SAM disaat itu disebut Iswara: BAM. Lalu Brahma disebut: TAM. Maha Dewa disebut AM. Wisnu itu berubah dijadikan 50 bentuk, antara lain, Sunya Atotaya: MAM AH, lalu Dwi Aksaranya disebut: AM AH, Tryaksara disebut: MAM UM AM. Itu juga Subyaksara, dia juga Maha Windu, itu juga adalah Sunya. Setelah itu ada yang disebut Dwiaksara, Bhatari: AM. Pramasiwa: Ah. Kalau nanti itu disambungkan pengucapannya denga Triaksara maka dia akan menjadi mantram: OM RAH NINITARI AH, SIRE SANGHYANG PRAMASUNYA, OM KARA BHATARA SIWA. Sekarang kita lanjutkan tentang Sunyaksara ada 50 banyaknya, dia itu juga Sanghyang Sunya Nirmala sebutannya, di saat adanya Sunyaksara itu muncul juga ciptaan Eka Twi manu, Dwi Sura Manu, Tri Sura Manu, juga ada suara-suara yang luar biasa, suara yang bercampur dalam peristiwa itu. Setelah itu keluar sarinya Weda Mantra, dia juga sari dari surga, sari dari nirbana, dia juga sari Windu Taya, dia juga merupakan bibit dari semua suara, dia yang kemudian akan menjadi jenis semua suara, suara diam, suara ngorok, dan juga ada yang disebut dengan suara ketika Brahma mengisap sari, suara di dalam sunyi sepi, suaradi tengah kegemuruhan samudera, suara di tengah-tengah tarikan nafas hidung, suara di tengah pangkal lidah, suara dalam kehampaan semesta, suara di puncak suara, suara di saat angin menunjukkan amarahnya, suara di desirnya angin, suara di saat ketika nafas itu terlupakan oleh kita. Semua itu tercipta di seluruh permukaan semesta. Setelah itu Sanghyang Sunya Nirmala barulah menciptakan Purwa Dewa, yang semuanya Nampak bercahaya-cahaya. Demikian ketetapan yang sudah ditetapkan dahulu. Sruti: “Mahawidyam Hiyewam, indurupanya Sanghyang mami, Inguni Papadya Rupam, Mahatwa ya Adi Kadga, Nimihing Tatwa Dikah, Twi Wadhu Mtu Nimite". Peristiwa itu begitu indahnya, di situlah kekuatan Sanghyang Widi, menciptakan semua dewa, sebab diberikan tempat di Sunya (tempat tak terbayangkan) juga ditempatkan di belakang dia, di kiri dan kanan, kadang tak terbayangkan bagaimana beliau menempatkan dewa-dewanya itu, juga tak terbayangkan kapan dia datang dan perginya, selalu ada cahaya-cahaya sebagai tanda kehadirannya, tapi selalu kamu harus ingat, sebelum dewa itu hadir selalu ada desiran angin yang tak terduga cirinya.

Sruti: Chantikuni Mtutwam, Atamyan Awidhititah, Kreta Maharupam, Upaprastawa Dewam, Pa". dia yang baru tercipta itu diberi nama Sanghyang Cantik Kuning, keluar dari kasih sayang tak terhingga dari Sanghyang Widi Wisesa, begitu jelitanya rupa mereka, salah satunya ada yang bernama Bhatari Uma, Sruti; Kursika Sang Sweta Rupam Coma Sunya Metu Putyeng, Sang Sadyana Wanayat, Iswaranamah Dewam". Dia muncul di atas tandu terbang dengan cahaya yang sangat luar biasa, putih warnanya, lalu muncul kemudian Sangkursika namanya, keluar dari bayangan cahaya itu, itu namanya Sang Sadya, setelah itu ada yang disebut Bhatara Iswara. Sruti: Sang Garga, Rakta Warnaya, Meti Widi Sukapunyeng, BAM Bama Apnuyat, Twam Brahmana masning Dewam, Pa. lalu tercipta pula dia yang disebut Sang Garga, rupanya merah sebutannya Sang Bang itu akan menjadi Basma (menjdi Karbon) setelah itu muncul Sang Hyang Brahma. Sruti: “Metri Kawitwam Warna Sya, Alah Mungguh Muka Punye. Tatapumama Wapunyat, Madewam Namamimam, Pa". Nah, Sang Hyang Widi juga dikisahkan menciptakan jenis kelamin lelaki bentuknya seperti semburan cahaya yang disebut Metri: TAM. Setelah itu ada yang disebut dengan Bhatara Maha Dewa, Srutinya: “Kurupyam Kresna Rupam, Apti Widi Metu Punye, Am Anggo Metu Puyat, Twi Wisnu Nama Anak mami. Pa." sekarang kita bicarakan tentang Sunya Kareka, dia yang memiliki putera lelaki, hitam bentuknya, itu yang disebutkan sebagai AM dan memiliki banyak nama, kelak dia dikenal sebagai Bhatara Wisnu.

11a. Sruti: “Kretantala Intarupam Bhurbwah Widyam Mapanye, IM I Sama Mawahyang, Twam Siwa Namaning Dewyam. Pa". sekarang keluarlah putra yang hijau namanya Sang Kretantala warnanya sebanyak 5. Dia nanti juga disebut Sang Hyang IM Isa, setelah itu Bhatara Siwa mengeluarkan Sruti: “Sadewa Saktya Baktyam Nam, Twam Baktyam Maha Sunya Tanam Tarwihang Sadnya Mawidyam, Amretam Alah Ta Wijim. Pa." Camkan ini anakku, apapun yang diinginkan oleh Sang Hyang Widi tak akan bias menolak keinginannya, itu salah satu kekuasaan dari SangHyang Widi. Srutinya: “Ajnyana Sunya Nirmalam, Atmaja Catur Dewate Engdyah AH Sadnyana Putra Kahya Bhwanaken Mami. Pa." Begitu wahyu Sanghyang Widi kepada Sang Dewa Catur yang mohon anugerah disaat akan membuat lapisan-lapisan bumi, beliau memohon kekuatan yang sama dimana tak bisa menolak dari ketentuan yang akan mereka buat.

11b Sruti: “Kursikam Garga Metritwam Kurusya Kretatjalanam, Tar Wihang Wisaye, Ribunam Subianam. Pa". Maka jadilah itu catur dewa, Sang Kursika memohon kepada Sanghyang Sunya Wisesa, oh yang dipuja sebagai sang sukma sekarang telah ada 6 kekuasaan dari Hyang Widi yang dimiliki oleh para dewa yang akan membuat aturan semesta, kalau tak ada kuasa penciptaan dari Hyang Widi terhadap 6 kekuasaan itu kepada para dewa semua, mohon ampun sebesar-besarnya, seluruh hasil ciptaanmu ini sekarang hamba mohon restu dan hamba sendiri akan mohon pamit, tidak akan bersama 6 kekuatan Bhatara itu, yang bertugas membuat bumi. Demikian yang disampaikan oleh Sang Dewa Catur. Kemudian menyahutlah Sanghyang Sukma, Sruti: “Kursika Mwang Raksasa Rupa, Garga Satwa Monam, Metri Nago Rupanca, Kurusya Mina Hwayarupa. Pa." Nah, itulah yang disampaikan oleh Sanghyang Sukma kepada Sang Dewa Catur: kepada 6 kekuasaan suci yang sesungguhnya dimiliki pila oleh Sanghyang Suksma Taya, yang pada saat itu juga mewahyukan berupa ucapan: Hai kalian Sang Dewa Catur, kamu Sang Kosika sebab kamu menolak tak ikut dalam ketentuan yang aku buat, maka kamu Sang Kosika semoga kamu menjadi Bhuta Dengen rupamu lebih menyeramkan dari Yaksa. Lalu kamu sang Garga, kamu akan menjadi Mong, lalu kamu Metri akan menjadi naga, lalu kamu kurusya akan menjadi buaya, nah itu semua kutukan yang harus kalian terima, itulah yang akan menimpa sang Dewa catur sepanjang zaman, tak bias menolaknya, tak bias menghindarinya. Sruti: “Dewa Catur Salah Rupam, Purwa Daksina Uttaram, Pascima Mangsat Siretwam, Tarkawenam Katatwang Dewam, Pa". Begitu wahyu yang disampaikan Sanghyang Suksma Taya, bergegas-gegas Dewa Catur melesat dari hadapan suara itu, lalu mengambil posisi empat penjuru, mulai saat itulah Sang Kursika berada dalam posisi yang Iswamanu, disebut Sanghyang Purwa bentuk rupanya adalah Bhuta Dengen, arah anginnya Wetan (utara), lalu di timur ditempati oleh Sang Garga, itu sesungguhnya tempat Sang Bramaramanu, itu disebut posisi daksina. Lalu di arah selatannya bumi, kesitu Sang Metri ditempatkan, menempati posisi Maha Dewa Swara Manu. Lalu kemudian Sanghyang Paskima, ia letaknya di Kulon (barat). Nah, sekarang Sang Kurusya menempati tempat Haris Swara Manu, kelak nanti disebut Sanghyang Utara Manu (arah utara bumi). Inilah sesungguhnya menjadi awal adanya arah mata angin, timur, barat, utara, dan selatan. Nah itu sebabnya nanti akan menjadi penyebab yang sebut adanya Kanda 4 Dewa. Bersamaan dengan itu, diciptakan juga manusia sakti di seluruh penjuru bumi, itu yang nanti disebut Sang Catur Bhuta, itu nanti yang akan memasuki unsur dalam penciptaan manusia, keluar masuk tidak menetap, itu sesungguhnya inti sari dari Kanda 4 Dewa: Sanghyang Korsika akan menjadi bibit suara, dia disebut Anggapati, Sang Anggapati di dalam proses penciptaan itu akan menjadi air ketuban, warnanya putih. Sedangkan Sanghyang Garga nanti disebut Sanghyang Yamadipati menjadi darahnya manusia, lalu ada Rajapati yang berasal dari Metri, sementaraSang Banaspati menjadi Banah yang berbentuk Jenar, sedangkan Sanghyang Kursya berada di bagian kepala berbentuk hitam legam. Sruti: Nakarona Yaram, Myatwam, Narayapam Prayodani, Umasiwa Prayipanam, Konam Sunya Mahasiwa. Pa. Duhai anakku semata wayang, seperti apakah rupa anakku itu, begitu terdengar suara, biarlah pada awalannya dia disebut Sang Cantik Kuning, biar juga dia disebut Kretan Jala, Sebab sesungguhnya dia ciptaan Sanghyang Suksma. Sruti: “Sani Sana Padma Sanah, Isanan Satnyawidyam, Maka Saktitah Temaajayengku, Hyang Widi Satnyanakmamam. Pa". Duhai anakku Krentan Jala, Cantik kuning, semoga menyatu sakti seperti yang diharapkan, taat engkau anakku kepada yang menciptakan kamu. Srutinya: “Swabawa Sunya Sang Sarwa Darmam, Swabawam Ning Sarwa Sunyam, Prakretinta Sarwadarma. Pa". Duhai anakku, lalu terdengar suara Sanghyang Suksma, anakku segala hidup adalah sesuai dengan keinginanku dan seperti apa yang aku katakana, kalau siapa saja mengikuti ketentuanku apalagi dengan jalan pengetahuan, maka engkau bagaikan dewa, karena itu ingatlah ketentuan ini, kelak di masa depan kamu akan disebut ninipatuk dan kakipatuk, bahagia-bahagialah kalian. Sruti: Mahawiryam, Awarewara Wisanta, Sarwa Tatwa Matra Dike, Sarwa Salekam Saratam, Pa.

14a Maka kemudian terdengarlah wahyu dari Sanghyang Widi: Wahai nini dan kaki berdua, bapamu sekarang akan menganugerahi kalian berdua yaitu segala macam mantera, segala macam filsafat, segala macam rahasia sunya, segala macam isi dari wahyu yang semuanya itu semua anugerah ciptan dari Sanghyang Onkara, perhatikan dengan baik-baik Srutinya: Pancaksangan, Sarwatatwam, SAM BAM TAM ING, Maka Tatwam, Ekaksara, Ma, Omkara, Pa. Masing-masing dari Pancaksara itu adalah sesungguhnya kuasaku, dia juga ciptaanku, SAM: Iswara; BAM: Brahma; TAM: Maha Dewa; AM: Wisnu. Di situ kaki nini juga termasuk Panca Brahma: NAM MAM SIM WAM YAM. Ingat-ingatlah wahai kalian berdua, bahwa sesungguhnya awalnya mereka adalah sinar suci, dialah yang akan menjaga kalian berdua dan juga disebut ekaksara, dia itu yang sebenarnya menjadi bahan dasar keberadaanmu di dunia, juga bahan dasar dari anak keturunanmu.

14b Sruti: “Dwiaksara: AM AH, Tatwa Triaksaram MAM OM AM UM, Sunyaksara Maha Windu, IM Sunya Tatwa Anak Mami, Pa". Memahami Dwiaksara Am itu kamu Nini, Ah itu kamu Kaki, karena itu jika kamu sudah memahami Tryaksara, maka kamu akan mengenal kalimat ini; OM Nini Bhatari, AH Ramanira, OM Kaki Bhatara Siwa. Sedangkan Sunyaksara yang ada 50 rupa itu dengarkanlah Srutinya:


(Terjemahan bebas Bagian Pertama: Aji Sundari Gading, salah satu dasar Tatwa, mengenai asal muasal semesta; pengetahuan suci Agama Hindu Bali, salah satu ajaran suci yang menjabarkan tatwa asal muasal mengenai Sunya)

No comments:

Post a Comment