Naskah Arja Siki Bapaku Matahari, Ibuku Bidadari

ARJA SIKI
Proses saya kembali mencoba memahami Arja Siki, tidaklah mudah. Sebab ketika saya memulai melakukan penelitian di tahun 2005, hanya berdasarkan cerita para orang tua yang sempat melihat dan menonton kehadiran Arja Siki itu disekitar tahun1930-an sampai tahun 1959-an. Kondisi ekonomi Bali saat itu membuat banyak orang tak bisa lagi melanjutkan kelompok seni pertunjukannnya, sebab tidak ada uang untuk mengupah tampilnya seni pertunjukan. Karena itu, muncul kreasi Arja Siki, yang hadir di pasar, di tenten dan pasar malam; berbekal kadang kemong, kendang, bahkan kadang hanya bambu; para pragina bertutur berbagai kisah dengan tembang dan lelucon, tanpa busana panggung, kadang mecapil dan kadang hanya memakai gelung. Kisahnya pun tidak utuh, kadang seperti barisan tembang yang menggugah orang di pasar sekedar terhenti, lalu menyahuti. Arja Siki walau mengambil tembang-tembang dari khasanah pengarjaan, sejatinya tidak lagi menggunakan pakem arja. Hampir merupakan ekspresi bebas dari keadaan yang tengah membuat seni pertunjukan tak bisa manggung, sebab ekonomi tahun-tahun itu memang sungguhlah sulit. Pada tahun ini, tahun 2015. Untuk mencoba Arja siki memberi jejak, terutama bagaimana proses ‘rekontruksi’nya ke wilayah panggung, setelah dengan Bahaya Bukan Racun Tembakau, kemudian naskah Presiden Tonya, kini di festival nusantara bertempat di Toya Bungkah, Kintamani Bangli-Bali, saya menyusun naskah berjudul Bapaku Matahari, Ibuku Bidadari.  Sebagai tanggung jawab saya dalam proses kreatif. Naskah sederhana ini, pola cara menuliskannnya meniru bagaimana ‘sket’ cara penulisan naskah tahun 50-an, yakni antara narasi dan dialog (tembang) disatukan, dan saya mencoba menyusun tembang bebas (seperti itikad keberadaan  Arja Siki itu: bebas) maka saya mencoba menyusun tembang dalam bahasa inggris, indonesia dan bahasa bali, gaya japjapan.


JUDUL NASKAH :BAPAKU MATAHARI, IBUKU BIDADARI

PEMAHBAH

(SOLAH PRABANGSA/ KELIES penasar)

TEMBANG JAPJAPAN:

Om swasti astu, om awignam astu.  Mamitang  lugra atur pangubaktin titiang ring idapakulun batara batari sane malingga iriki. Tiang nembe pedek tangkil. Nunas panugraha, paswecan ida, mangde sami sadya rahayu. Nemu ning kayun. Pakedek pakenyung.

(MEDAL kelies DEMANG-DEMUNG/ angsel penasar)

Puniki titiang ngaturang arja siki, sane dumun kasumbung ring jagat Bali, nanging mangkin sekadi sasenggak luas belus tuh ilang. Titiang belog malih ajum, purun jamprah ngewangun malih, mangde ida dane sareng sami nenten menggah piduka. Mangde nenten ical, puniki warisan seni; sane mawasta arja siki. Yen sane pidan, titiang ngundar bilang pasar. Kadenang buduh sing ngelah tongos mesayuban. Tunasang titiang hujan lepeg mangde polih kenyeman. Katundung ulian lacur, mangkin tiang sampun dados juru parkir, juru dayung ring sagete dados guide dadakan. Iriki ring batur mula kamulan jagat. Pulina Bali pulihin pisan.

Titiang puniki asli wong gunung, lekad mentik neruna iriki. Ben jengah wenten festival, tiang pongah juari ngaturang sasolahan. Wiadin ten becik jeg tunas tiang tepuk tangan. Apang semangat buin ngilangang bayu nurdar.

Mapan titiang jagi ngojah pemargin sane lami, duk tan hana paran-paran, naweg jagate kantun suwung mangmung ring nusa bali. Duk punika mawasta walipura. Gelgel ring kampare saking sesaji sekar metumpukan. Dados lelemekan, mentik i punyan cendane.

Ida dane, semeton sami

Welcome to nusantara festival, at toya bungkah, kintamani bali

Tonight, i'm going to tell you a very old story...
I am pologize before, if  iam wrong
In the past

In this place, day or night is not exist.
There is no life, there are only lines of frangrant trees.

Appealed by the scents, the angel flies close approaching this place.

the sun is my Holy Father, the Angels is Holy Mother

was raised by the fragrance and the eruption of the volcano gives me a lake.

Now
My mother rides a golden dragon, my father gives 4 lakes;

thus is essence of me




BATANG -- ISI

(MAGENTOS GELUNG, TETIKES MANTRI BUDUH, TEMBANG DANDANG GUYU)

Perkenalkan saya, saya ini matahari. Mahluk agung yang paling dicintai Hyang Widi Bahkan siwa, jatuh hati. Memberi gelar yang sama pada saya; surya raditya

Nama kecil saya srengenge, sebab mata saya cemerlang dari awal mula Itu sebabnya saya ditugaskan untuk membagi cahaya

Saya tegaskan, saya ini paling tampan di semesta

Seluruh penghuni kahyangan tergila-gila pada saya

Tapi saya bukan lelaki gampangan

Tak mudah saya jatuh cinta

Sungguh hati saya diliputi kesepian

Dan sepi tak pernah sendirian

(GIMICK, GESTURE, SAAT BIDADARI TURUN DARI KAHYANGAN)

Seorang bidadari tengah terbang rendah, mencari-cari sumber keharuman di bumi.  Sungguh kagum dia saat menemukan sumber keharuman yang terkuat berasal dari sepulau kosong tak berpenghuni.  Segera ia menjejakkan kakinya ke tanah, menghirup keharuman sepuas hati. Berputar-putar berlarian diantara barisan pohon-pohon yang tak putus-putusnya mengeluarkan bau semerbak mewangi.

(TANJEK GALUH, NGALEGONG GUYU)

Matahari
yang sepanjang waktu bertugas menyinari bumi, mengeringkan kelembaban, hari itu sungguh terkejut melihat kelebatan perempuan jelita yang tengah menyusup diantara pepohonan, dengan penuh rasa ingin tahu matahari melepas sinar cemerlang dari kedua bola matanya. Dan sungguh hatinya terpesona melihat kecantikan perempuan jelita itu. Dengan jenaka diikutinya gerak perempuan itukemanapun di pulau itu. Hingga perempuan itu sadar dan merasa diintip dan terganggu:

Sapa itu yang berkelebat diantara pepohonan?

Bayangannya menusuk mata

Jantung bergetar, hati gundah gulana

(NABDAB BUSANA LAN GELUNG)

Bidadar itu  pun tersentak, menyahut dengan kesal:

Iiih,
“Duh, dewa ratu ngude jro-ne
Pongah juari ngintilin tiang

Tosing nawang tata krama

Tata susila dadi betare”

Karena terkejut dituding tiba-tiba, matahari menyurup jauh ke angkasa. Bidadari itu lega, karena mengira bebas dari gangguan, kembalilah ia bersenang-senang, setengah melayang menembus pohon-pohon;

Uli dije miiik teke

Engken puarane dadi mesuang miik

Nyen ngajahin i dewa jak makejang

Kanti langite kapompong...

Ngalub nuek kahyangan




(PAUSE. TEKNIK MUNCUL DEMANG GUYU)

Lagi, matahari mendekat, membuat bidadari itu tersengat cahaya, ia berlari dan matahari mengejar dengan sinarnya, hingga dentam kaki bidadari akibat berlari sekuat tenaga membuat tanah terbelah, retak, dan batu-batu bermunculan, gunung tinggi menggeliat dari muka bumi. Goa-goa terbentuk. Bidadari itu berlari, menghindari kejaran cahaya, lalu sembunyi di sebuah ceruk dalam goa.

Disana sang matahari kehilangan jejak, kelimpungan melempas cahayanya: lalu pelahan menyapa dengan suara sedih: (petikan tembang bladbadan/ dukuh seledri)

duhsasuhunan sang kadi ratih

cingak ratu tiang

dumadak ledang kayune

ngicen titiang pamayuh

pangi kaput dong olasin

titiang maboreh tangkah

buwat ring i ratu

madon jaka makaronan

cedok sanggah

mamanah pacang ngelanting

don biu tuh nemuang raras

masaratang ngalih engket angi

nadaksara
majukut dinatah
lelor antuk ulangune
bin pidan ratu kayun
belus lepegan ngeyemin
meh sampun makunyit dialas
matemu titiang nyadia memarekan
mangaula
dong ngiring matali besi
Nganten sabanen festival



Bidadari yang kesal, dengan judesnya menjawab:

Iiih,
kamu...

Belum
apa-apa ngajakin kawin

Enak aja emangnya saya apa-aan...

Pergilah,
pergi jauh jauh ke laut sana

Saya bahagia sendiri

i am single but
i'm happy.

being single is my choice, so, dont disturb me!

Please...


Matahari tidak mau menyerah, memperlihatkan wujud ketampanannnya:

Duh adi,

Mas mirah ede je nakutin lelakut

Alah kedise pakeberber

Nang sayang tiang sayang, sayangang tiang

Sayangang

Osing luung padidian digumine suwung

Keneh mangmung nyanan bingung

Magih matali besi ajak tiang...



Bidadari itu, melengos kesal:

Why you disturb me?

What are you? you dont have an attitude

Love is not easy, i am single but happy

Enjoy  my lonely life

Please, go away from me

If you dont

I am angry......




Matahari terus bergumam, cahaya menebar memenuhi permukaan bumi, mangkin mendekat, makin menguat cahaya itu. Pecah gelombang gelombang sinar, gunung meledak lahir empat danau. Bidadari itu mengendari naga emas, kecipak air terdengar.

My Holy Father the sun

My Holy Mother the angel

Now

I am here.



(TEMBANG PAMUPUT) TELAS
Naskah ini hanya sebagai pemandu. Prosesnya akan sangat tergantung dengan situasi penonton. Untuk pentas tanggal 16 AGustus, Jam 18.00 Wita, di Toya Bongkah, Kintamani, Bangli- Bali, Arja Siki berjudul Bapaku Matahari, Ibuku Bidadari akan diiringi sekeha geguntang Manik Suari, pimpinan  Pak Mandra, Penata Busana @ Adi Siput Mkp.

No comments:

Post a Comment