Suatu hari Rsi Abyasa, Rsi yang menguasai ilmu di tiga dunia berjalan di jalan raya ramai penuh kereta, tak sengaja ia menunduk dan melihat ada seekor cacing yang melintas diantara roda-roda kereta dengan gerakan gila. Dengan heran Abyasa memperhatikan, hingga si cacing tiba di tepi jalan. Lalu disapanya si cacing dengan bahasa cacing,"Hai, temanku, kenapakah engkau melintas sedemikian rupa.."
Si cacing menjawab,"Hamba benar-benar takut dengan derak-derak roda kereta, suara derit lecutan penghela kerbau...hamba takut tergilas. Hidup ini tuan, sungguhlah berharga, hamba tak mau meninggalkan surga kehidupan lalu menuju neraka kematian...Hanya karena hamba tak berusaha menghindari roda-roda kereta itu.."
Abyasa tersenyum,"Ah, ha...Kau hanya seekor cacing. Bagaimana engkau paham mengenai surga kehidupan? penikmatanmu terbatas, suara, rasa,sentuhan, semuanya serba terbatas. Bukankah lebih berbahagia bila engkau segera mati..?"
Si cacing tersenyum."Tuanku, memang benar hamba seekor cacing. Tapi hamba sungguh bahagia sebagai cacing, banyak hal yang nikmat dan menyenangkan sebagai cacing. Tentu tuan tak akan paham, mengapa saya menemukan surga kehidupan sebagai cacing? Dan harus mempertahankannya. Tahukah tuanku, kehidupan terakhir hamba sebelum menjadi cacing, hamba ini rakyat yang sukses berdagang. Hamba kaya raya, lalu tak puas, hamba ingin menjadi pemimpin! Hamba pun menjadi pemimpin. Hamba tak puas juga, hamba selalu iri dengan kekuasaan orang lain, mengherani kenapa orang lain bisa mendapat istri cantik dan mulia...Hamba juga tak mau disaingi, karena itu hamba manfaatkan semua orang, hamba beli hati semua orang bahkan sampai para pendeta, ulama, semuanya hamba beli hatinya...hanya sekali hamba tulus memberi tanpa pamrih kepada seorang pendeta, dan hanya kepada ibu hamba saja hamba tulus mencintai...Kepada yang lain, hamba hanya menganggap mereka pesaing yang harus dikalahkan. Hamba ini juga bermulut kotor saat menginginkan kekuasaan orang lain, hamba juga menipu dan menjebak jika saingan hamba kuat dan tangguh....duhai tuanku, setelah tua hamba hanya sempat menyesali sebentar saja semua perbuatan, keburu sakit, semua kesalahan, semua dosa itu tidak tertebuskan. Dalam keadaan sakit hamba terus membayangkan kehidupan yang baru, dimana hamba dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang baik...Namun lihatlah tuan...hamba bagaikan ayah yang ditinggal mati anak lelakinya. Kini hamba sebagai cacing, hamba tak mau mensia-siakannya, hamba tak mau mati sia-sia, dengan segala kekurangan, semoga pahala baik dapat hamba kumpulkan...walau sebagai cacing, hamba yakin hamba sanggup menebus dosa!"
Abyasa tersenyum,"Tahukah engkau, penebusan dosa memerlukan waktu yang panjang...aku bisa membantumu untuk mempercepat, dengan jalan cepat agar engkau menemukan kehidupan sebagai manusia kembali, dimana engkau bisa melakukan keinginanmu, namun itu jika pikiranmu condong kepada dharma..."
Si cacing setuju,"Iya Tuanku..."
Saat itu pula roda-roda pedati menggilas dan meremukan si cacing, lalu lahir ia menjadi landak, kembali tergilas, lahir menjadi biawak, menitis kembali menjadi beruang, burung, rusa....demikian cepat waktu berputar hingga ia lahir kembali menjadi seorang kstaria, yang menyembah kaki Rsi Abyasa di tepi jalan, dan bersiap melakukan keinginannya menebus dosa, menikmati surga kehidupan, yang belum tentu tidak akan membuatnya kembali terhukum sebagai cacing....bila hanyut dalam putaran hidup maka suatu hari ia akan kembali melintas di tengah jalan raya dan mungkin remuk tergilas untuk lahir sebagai cacing yang putus asa....
Si cacing menjawab,"Hamba benar-benar takut dengan derak-derak roda kereta, suara derit lecutan penghela kerbau...hamba takut tergilas. Hidup ini tuan, sungguhlah berharga, hamba tak mau meninggalkan surga kehidupan lalu menuju neraka kematian...Hanya karena hamba tak berusaha menghindari roda-roda kereta itu.."
Abyasa tersenyum,"Ah, ha...Kau hanya seekor cacing. Bagaimana engkau paham mengenai surga kehidupan? penikmatanmu terbatas, suara, rasa,sentuhan, semuanya serba terbatas. Bukankah lebih berbahagia bila engkau segera mati..?"
Si cacing tersenyum."Tuanku, memang benar hamba seekor cacing. Tapi hamba sungguh bahagia sebagai cacing, banyak hal yang nikmat dan menyenangkan sebagai cacing. Tentu tuan tak akan paham, mengapa saya menemukan surga kehidupan sebagai cacing? Dan harus mempertahankannya. Tahukah tuanku, kehidupan terakhir hamba sebelum menjadi cacing, hamba ini rakyat yang sukses berdagang. Hamba kaya raya, lalu tak puas, hamba ingin menjadi pemimpin! Hamba pun menjadi pemimpin. Hamba tak puas juga, hamba selalu iri dengan kekuasaan orang lain, mengherani kenapa orang lain bisa mendapat istri cantik dan mulia...Hamba juga tak mau disaingi, karena itu hamba manfaatkan semua orang, hamba beli hati semua orang bahkan sampai para pendeta, ulama, semuanya hamba beli hatinya...hanya sekali hamba tulus memberi tanpa pamrih kepada seorang pendeta, dan hanya kepada ibu hamba saja hamba tulus mencintai...Kepada yang lain, hamba hanya menganggap mereka pesaing yang harus dikalahkan. Hamba ini juga bermulut kotor saat menginginkan kekuasaan orang lain, hamba juga menipu dan menjebak jika saingan hamba kuat dan tangguh....duhai tuanku, setelah tua hamba hanya sempat menyesali sebentar saja semua perbuatan, keburu sakit, semua kesalahan, semua dosa itu tidak tertebuskan. Dalam keadaan sakit hamba terus membayangkan kehidupan yang baru, dimana hamba dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang baik...Namun lihatlah tuan...hamba bagaikan ayah yang ditinggal mati anak lelakinya. Kini hamba sebagai cacing, hamba tak mau mensia-siakannya, hamba tak mau mati sia-sia, dengan segala kekurangan, semoga pahala baik dapat hamba kumpulkan...walau sebagai cacing, hamba yakin hamba sanggup menebus dosa!"
Abyasa tersenyum,"Tahukah engkau, penebusan dosa memerlukan waktu yang panjang...aku bisa membantumu untuk mempercepat, dengan jalan cepat agar engkau menemukan kehidupan sebagai manusia kembali, dimana engkau bisa melakukan keinginanmu, namun itu jika pikiranmu condong kepada dharma..."
Si cacing setuju,"Iya Tuanku..."
Saat itu pula roda-roda pedati menggilas dan meremukan si cacing, lalu lahir ia menjadi landak, kembali tergilas, lahir menjadi biawak, menitis kembali menjadi beruang, burung, rusa....demikian cepat waktu berputar hingga ia lahir kembali menjadi seorang kstaria, yang menyembah kaki Rsi Abyasa di tepi jalan, dan bersiap melakukan keinginannya menebus dosa, menikmati surga kehidupan, yang belum tentu tidak akan membuatnya kembali terhukum sebagai cacing....bila hanyut dalam putaran hidup maka suatu hari ia akan kembali melintas di tengah jalan raya dan mungkin remuk tergilas untuk lahir sebagai cacing yang putus asa....
No comments:
Post a Comment