Setelah Rama Patahati...

Setelah Rama patahati, sebab harus membuang Sita di tepi gangga, demi menjaga citra sebagai lelaki dan raja; sebab tidaklah mungkin berdebat dengan seluruh rakyat untuk menjelaskan kalau Sita itu tetap setia walau sudah diculik berbulan-bulan oleh Rahwana. Sudahlah. Rama memilih menjadi raja patahati dan menyibukan diri dengan pekerjaan mengurus rakyat, sehingga lupa akan rasa patahatinya.

Biarlah demikian, pikirnya, dengan hati berderak pedih. Selalu tegak, agung dan berwibawa walau hati tersaya-sayat dalam rindu nestapa; rasa bersalah juga tak berdaya! Ah, pagi itu seperti biasa, Rama dengan semangat sudah memulai pekerjaannya sebagai raja, memberi keadilan kepada rakyatnya. Diperintahkannya Laksamana,"Bawalah semua orang yang meminta keadilan kehadapanku, tak perduli siapapun dia bawalah, sebanyak apapun, bawalah kepadaku...mahluk apapun!"

Laksmana dengan penuh sigap segera ke pintu gerbang istana, bertanya kepada semua penjaga, apakah ada orang yang hendak menghadap Sri rama? tanyanya dengan suara jelas.
Penjaga mengggelengkan kepalanya. Baiklah, Laksamana menunggu dengan sabar di depan pintu gerbang, siapa tahu sebentar lagi akan ada yang menghadap. Namun hingga siang terlewati, hingga matahari mulai akan bergerak ke Barat tak juga ada satu pun orang, yang akan menghadap Rama untuk memohon keadilan.

Laksamana berpikir, masak iya sih, tak ada satu pun yang meminta keadilan? Benarkah seluruh rakyat demikian nyaman dan damainya tanpa masalah? Dengan menghela nafas, laksmana telah siap membalikan badan, dan tertegun sendiri sebab di pintu gerbang nampak seekor anjing, meluruk dengan lidah melelet, kepalanya berdarah-darah...

Laksamana menghela nafas, Rama memerintahkannya, siapapun yang akan menghadap.. Lalu anjing ini bagaimana? Sepertinya ada masalah! Laksamana mendekati dan menatap mata anjing itu, tak disangka anjing itu berkata,"Sampaikan, aku akan menghadap Rama, aku hendak meminta keadilan..."

Laksamana terkejut, namun segera berlari menemui Rama menyampaikan dengan nafas terburu,"yang meminta keadilan...hari ini, hanyalah seekor anjing..."
Rama tersenyum,"bawalah masuk...anjing sekalipun..."

Maka anjing itu pun menghadap Rama dan menyodorkan kepalanya yang luka, berdarah-darah di batoknya,"Aku yang rendah, seekor anjing jalanan, meminta keadilan...seorang petapa, rsi yang agung telah mengetok kepalaku, karena aku dituduh menghalangi jalannya..."
"Baiklah, siapakah nama rsi itu..." tanya Rama dengan senyum lembut.
"Rsi itu namanya Sarwatasida..."

Maka segeralah Rsi Sarwatasida dipanggil menghadap Rama, yang segera bertanya kepadanya,"Benarkah rsi memukul anjing jalanan ini? mengapakah?"
"Oh, rajaku...benar hamba memukul dengan tongkat hamba. Siang tadi hamba sedang menjalankan perjalanan kelana, meminta sedekah, dalam perut lapar yang luar biasa, anjing jalanan ini menghalangi langkah hamba. Hamba telah memintanya untuk minggir...namun dia tetap menghalangi..'

Si anjing menyela,"Hamba sudah bergegas minggir, namun kaki hamba sangat lemas...hamba pun lapar dan tengah menjalankan tapa..."
"Rsiku...tahukah Rsi, hentikanlah amarah itu, sebab amarah adalah kemanjaan liar, yang tak akan pernah dapat diredakan dengan bujukan apapun. hentikanlah...Dari dalam diri buang kebencian,pandang semua mahluk tanpa prasangka, jangan menyangka setiap saat musuh mendekat....sebab jika kebencian itu dibiarkan ia akan menjelma dalam berbagai rupa..."
"Ya, rajaku, hamba bersalah....berilah hamba hukuman..." Sarwatasida dengan penuh hormat mengakui kesalahannya. Rama kemudian meminta para jaksa dan hakim kerajaan mengurus masalah itu, hukuman apa yang pantas bagi seorang rsi yang memukul anjing?
Hasilnya, semua menjadi bingung,"Tuanku, tak ada pasal, tak ada ayat, tak ada hukum yang merujuk kejadian kepada seorang rsi yang memukul anjing....juga tidak mungkin menghukum rsi karena memukul anjing..."

Si anjing menguik,"Hamba boleh mengusulkan..."
"Iya apakah?" Tanya Rama dengan penuh minat.
"Tuanku adalah rama, wisnu yang menjelma...tuanku, hakim yang sesungguhnya, hamba mengusulkan jadikan rsi itu kepala kuil Kalanjara..."
Para jaksa dan hakim tentu saja terkejut, meminta Rsi Sarwatasida untuk ke luar dari ruang penghadapan. Lalu setelah itu menghadap Rama,"tuanku, apakah tuanku yakin usul si anjing ini hukumanan, apakah itu akan mempermalukan sang rsi...menurut hamba, ini bukan hukuman. usul ini malah kemuliaan, membuat seluruh keluarganya banggaa....bagaimana dengan nasib anjing-anjing lain?"
Rama tersenyum, "tanyakan sama anjing yang mengusulkan...." sahutnya dengan lembut. Siapa tahu ia tahu mengenai hukuman lebih baik dari kita.

Si anjing lalu menjelaskan,"Dulu, hamba, dalam kelahiran yang dulu adalah pemimpin kuil itu. Hamba penuh hormat, setia dan suci hati melayani umat, namun tetaplah hamba tidak sempurna. Tetaplah tidak dapat lepas dari hukuman sebagai pemimpin kuil karena tidaklah mungkin menyenangkan semua orang...Bayangkan tuanku, hamba yang sungguh-sungguh melayani, tidak melakukan kecurangan saja menjalani hukuman kelahiran, hamba dihukum sebagai anjing. Nah, jika rsi sarwatasida diangkat jadi kepala kuil...Dapat dibayangkan, dia pemarah, tak bisa mengendalikan diri, tujuh turunan dia akan menanggung hukumannya, entah berapa kali menjadi anjing kelak dia...itu hukumannya, biarkan dia tergoda mengira pengangkatan menjadi pemimpin kuil adalah kemuliaan"

Rama tersenyum. Menatap semua jaksa dan hakim,"Bisakah kalian menerima penjelasan si anjing, yang ternyata memahami jalannya hukum karma..."
Semua jaksa dan hakim tertegun, menoleh ke arah si anjing, yang ternyata telah lenyap. Rama pun tersenyum lebar, patahatinya seketika lenyap, entah mengapa karena urusan memberi keadilan kepada anjing patahatinya menjadi lenyap!

(ditulis lagi: dari kisah ramayana)

No comments:

Post a Comment