Kamu (kusebut demikian agar lebih intim) ketimbang kalian, mungkin hari ini harus merelakan harapan pada cinta, sebab seseorang telah menyatakan cinta melalui sms; padahal belum pernah bertemu muka dan cinta menjadi sebatas pesan pendek; tanpa keagungan, tanpa geletar, tetapi sms itu diterima dengan gelisah; seperti ada ruh yang terguncang, begitulah, ketika suatu malam seseorang yang memujamu sedemikian rupa, masih muda, jauh masih muda setengah memohon ingin singgah di kamarmu. Lalu kamu merasakan pula kehangatan dan rasa sunyi, hingga akhirnya kamu harus menyuruhnya pulang, sebab tidaklah mungkin memberi tumpangan padanya, bukan karena tak menyenangkan, tapi rasa takut bila kemudaan itu akan membawamu pada masalah yang sama sekali tidak akan menghangatkan hati. Tidak juga karena takut hatimu tak hangat, suatu hari di luar kota, entah apa alasannya, akhirnya kamu pun meniduri pasangan temanmu, padahal waktu bertemu serba kebetulan, semacam kekagetan, sebab tak menyangka bertemu dengan orang yang tak dikenal di suatu tempat yang asing. Lalu usai itu kamu akan menelpon seseorang, yang sebenarnya dimata banyak orang dia itu kekasihmu, pembicaraan yang menyenangkan, dari soal pekerjaan sampai soal membeli kursi kerja baru! Sedang di televisi hampir serentak keluar cacian bila diberitakan seorang teman ternyata berpoligami atau prihatin dengan perpisahan karena selingkuh, bukankah tidak harus berpisah karena selingkuh? mestinya ada cara yang cerdik, menjaga perasaan-perasaan kuno yang masih banyak bersemayam di banyak hati orang. Bukan kuno, perasaan keagungan, yang juga ada dalam hatimu, yang terus dijaga, itu pasti. Tersenyum disaat makan siang, menyapa seseorang lalu teringat, bahwa menjaga perasaan itu penting dengan mengabaikan perasaan pula. Keduanya tak mungkin berdampingan, sama persis dengan apa yang kamu rasakan; dari dunia antah berantah tiba-tiba ada isyarat yang baru kamu sadari, bahwa dulu, sebab musabab perpisahan-perpisahan sewaktu masih memiliki perasaan kuno itu disebabkan hatimu mulai melihat bahwa mantan dari pasanganmu lebih menggairahkan, lebih membuat hatimu bersorak saat bertemu, lebih meliarkan ketika mantan pasanganmu itu yang bermanja-manja, berceloteh tentang hidup yang sehat; dari jangan merokok, harus makan teratur, pergi ke salon, spa, atau berlibur ke tempat-tempat suci; ziarah-ziarah yang rela kamu ikuti saat itu, bukan untuk mencari ketenangan jiwa, lebih pada agar dekat dengan mantan pasanganmu. Membuatmu tersenyum sambil membiarkan sapaan datang di keramaian, membiarkan teman sekerja memujimu sebagai si orang taat, pagi kerja, sore pulang. Atau si lajang yang semangat bara, kritis, cerdas dari soal kemanusiaan sampai soal korupsi, dari politik sampai soal kesehatan. Beredar dari citos sampai istana negara, berlibur dari Bali hingga nepal, mengobrol dengan teman kecil sampai mantan menteri yang keseleo karena salah menuruni anak tangga rumahnya. Sekaligus rindu pada sebutan pemberontak, yang merdeka, independen, yang idealis, yang bertekuk pada aturan kerja,membuatmu sesekali harus kompromi dengan rasa sakit, tapi tetap kritis pada penindasan yang lain. Penindasan yang tidak hendak dipercakapkan.
Sebab ada jadwal-jadwal yang harus dipenuhi, kesan yang harus di bangun, lalu pulang, disambut pembantu, menuju kamar, memandang barisan kristal di meja: penyerap energi buruk; penebar energi kebaikan; semoga berpedar seperti halo bulan purnama di seluruh tubuh; membaca kalender 'mayan' dengan penuh keseriusan, sambil mencibirkan ramalan namun setia bermain tarot. Menginginkan seseorang mengkontakmu, namun orang itu hampir pasti tak terjangkau lagi. Kerinduan yang setara dengan kekosongan yang menyelinap selalu walau di sekitarmu duduk mereka yang dikenali, atau yang mengenali, atau yang menggemarimu. Pikiran dengan cerdas menjawab percakapan mengenai kebaikan, tuhan yang manis, lingkungan yang harus dijaga, penuh keluh tentang kemanusiaan yang melorot, lalu dengan tegas, sebagai sikap yang harus menandaimu; menegur seseorang yang merokok di depanmu. Hpmu bergetar, kembali sebaris kalimat muncul di layar, pernyataan cinta yang tak dikenal, ruh itu bergetar, terbang, hingga tak sabar membuka fesbuk menulis di status, dengan kalimat pertanyaan, berharap orang itu salah satu yang memberi komentar. Kamu membiarkan tumpukan komentar. Lalu mengalihkan pada list di atas, membaca status yang berdatangan. Ruhmu bergetar pada satu status; membawamu pada rasa rindu, ingin tahu, masa lalu ketika perasaanmu masih kuno, rapuh dan galau...Siang ini, makan siangmu antara salad dan green tea atau mungkin, di atas meja kerja dengan keju yang disisir, mengingatkan kamu akan makanan padat, penuh lemak, seseorang yang tak perduli memakannya, lalu bermain game sepanjang hari, dan esoknya entah bagaimana caranya memiliki karya, membuatmu percaya; ada sesuatu di firasatmu yang tak jalan, seperti mengabaikan mendung di langit, ketika hujan turun, hp itu tak berkedip lagi. Hatimu perlu dicharger! nasehat itu selalu muncul dari hatimu, sementara teman-temanmu mengherani, apa lagi yang kamu risaukan? bukankah segalanya telah genap? rumah, mobil, nama baik, dikenal, segalanya telah dipersiapkan, masa tua pun tidak menakutkan, tapi sakit di kepala itu muncul, jauh dalam hati, atas nama kasih sayang bolehkah pengertian memaafkan saat memeluk pasanganmu, pikiranmu masih mencari cara bagaimana bertemu dengan sepasang mata, yang tanpa senyum, mengabaikan semua ritualmu akan keteraturan makan, yang tak perduli memilih ke luar dari lingkaran meja makan siang untuk merokok di tepi jalan. Kesegaran, kebersihan, kenyamanan...pikiranmu disibukan dengan nujum alpukat penjaga kesehatan, dunia yang linier di masa lalu, pencairan es yang memisahkan, transportasi yang membangun jarak, saat menuju ke satu pertemuan, kamu berpikir untuk memeluk, berbisik di telinga, dengan siapa, bagaimana, maukah menginap di tempatku. Negoisasinya begitu cepat, penundaan karena maaf, di sana bolehkah merokok? semua aturanmu akan luruh, entah kenapa, kejengkelan yang sejak lama menumpuk, selalu muncul, tapi keinginan dekat itu selalu menindih. Alasan telah ditemukan, cinta itu tidak topik hari ini, jadi tak ada perdebatan di kepalamu, yang harus ditahan sakitnya, sebab sebentar lagi, kamera akan menyorotmu, kamu tersenyum, tersenyum kepada seluruh negeri, membiarkan diri demikian damainya di depan kamera (!) meditasi yang seharusnya untuk menenangkan pikiran, jauh dari denging nyamuk dan udara sejuk dapat diatur dengan Ac yang mahal, lalu menghitungkan sisa waktu untuk yoga di hotel; dunia kebaikan itu segera disampaikan, kemiskinan harus diatasi, narkoba harus diberantas, koruptor lari, ketulusan hati dibangkitkan, pikiran positif dimekarkan, menjaga diri; untuk memperbincangkan kekerasan rumah tangga, memperbincangkan utang luar negeri sambil mengingatkan asistenmu, bisakah mengatur agar seorang tokoh anti neolib bertemu di sebuah cafe kopi di kemang atau di bogor? Memasang wajah sempurna untuk keharuan saat memikirkan, kenapa dia tidak suka aku? lalu seperti pertama kali memasuki musim salju, saat usiamu baru tiga belas, menahan gemeletuk di rahang...keharuan itu milik langit, sesekali kamu pun puitik!
Segera mendaftar untuk retret di puncak, untuk ketenangan sambil menghela nafas, kemacetan di jalan melebihi pemandangan mata...Cinta itu mau tak mau harus dikirim lewat sms: i miss you.....(dst)
Sebab ada jadwal-jadwal yang harus dipenuhi, kesan yang harus di bangun, lalu pulang, disambut pembantu, menuju kamar, memandang barisan kristal di meja: penyerap energi buruk; penebar energi kebaikan; semoga berpedar seperti halo bulan purnama di seluruh tubuh; membaca kalender 'mayan' dengan penuh keseriusan, sambil mencibirkan ramalan namun setia bermain tarot. Menginginkan seseorang mengkontakmu, namun orang itu hampir pasti tak terjangkau lagi. Kerinduan yang setara dengan kekosongan yang menyelinap selalu walau di sekitarmu duduk mereka yang dikenali, atau yang mengenali, atau yang menggemarimu. Pikiran dengan cerdas menjawab percakapan mengenai kebaikan, tuhan yang manis, lingkungan yang harus dijaga, penuh keluh tentang kemanusiaan yang melorot, lalu dengan tegas, sebagai sikap yang harus menandaimu; menegur seseorang yang merokok di depanmu. Hpmu bergetar, kembali sebaris kalimat muncul di layar, pernyataan cinta yang tak dikenal, ruh itu bergetar, terbang, hingga tak sabar membuka fesbuk menulis di status, dengan kalimat pertanyaan, berharap orang itu salah satu yang memberi komentar. Kamu membiarkan tumpukan komentar. Lalu mengalihkan pada list di atas, membaca status yang berdatangan. Ruhmu bergetar pada satu status; membawamu pada rasa rindu, ingin tahu, masa lalu ketika perasaanmu masih kuno, rapuh dan galau...Siang ini, makan siangmu antara salad dan green tea atau mungkin, di atas meja kerja dengan keju yang disisir, mengingatkan kamu akan makanan padat, penuh lemak, seseorang yang tak perduli memakannya, lalu bermain game sepanjang hari, dan esoknya entah bagaimana caranya memiliki karya, membuatmu percaya; ada sesuatu di firasatmu yang tak jalan, seperti mengabaikan mendung di langit, ketika hujan turun, hp itu tak berkedip lagi. Hatimu perlu dicharger! nasehat itu selalu muncul dari hatimu, sementara teman-temanmu mengherani, apa lagi yang kamu risaukan? bukankah segalanya telah genap? rumah, mobil, nama baik, dikenal, segalanya telah dipersiapkan, masa tua pun tidak menakutkan, tapi sakit di kepala itu muncul, jauh dalam hati, atas nama kasih sayang bolehkah pengertian memaafkan saat memeluk pasanganmu, pikiranmu masih mencari cara bagaimana bertemu dengan sepasang mata, yang tanpa senyum, mengabaikan semua ritualmu akan keteraturan makan, yang tak perduli memilih ke luar dari lingkaran meja makan siang untuk merokok di tepi jalan. Kesegaran, kebersihan, kenyamanan...pikiranmu disibukan dengan nujum alpukat penjaga kesehatan, dunia yang linier di masa lalu, pencairan es yang memisahkan, transportasi yang membangun jarak, saat menuju ke satu pertemuan, kamu berpikir untuk memeluk, berbisik di telinga, dengan siapa, bagaimana, maukah menginap di tempatku. Negoisasinya begitu cepat, penundaan karena maaf, di sana bolehkah merokok? semua aturanmu akan luruh, entah kenapa, kejengkelan yang sejak lama menumpuk, selalu muncul, tapi keinginan dekat itu selalu menindih. Alasan telah ditemukan, cinta itu tidak topik hari ini, jadi tak ada perdebatan di kepalamu, yang harus ditahan sakitnya, sebab sebentar lagi, kamera akan menyorotmu, kamu tersenyum, tersenyum kepada seluruh negeri, membiarkan diri demikian damainya di depan kamera (!) meditasi yang seharusnya untuk menenangkan pikiran, jauh dari denging nyamuk dan udara sejuk dapat diatur dengan Ac yang mahal, lalu menghitungkan sisa waktu untuk yoga di hotel; dunia kebaikan itu segera disampaikan, kemiskinan harus diatasi, narkoba harus diberantas, koruptor lari, ketulusan hati dibangkitkan, pikiran positif dimekarkan, menjaga diri; untuk memperbincangkan kekerasan rumah tangga, memperbincangkan utang luar negeri sambil mengingatkan asistenmu, bisakah mengatur agar seorang tokoh anti neolib bertemu di sebuah cafe kopi di kemang atau di bogor? Memasang wajah sempurna untuk keharuan saat memikirkan, kenapa dia tidak suka aku? lalu seperti pertama kali memasuki musim salju, saat usiamu baru tiga belas, menahan gemeletuk di rahang...keharuan itu milik langit, sesekali kamu pun puitik!
Segera mendaftar untuk retret di puncak, untuk ketenangan sambil menghela nafas, kemacetan di jalan melebihi pemandangan mata...Cinta itu mau tak mau harus dikirim lewat sms: i miss you.....(dst)
No comments:
Post a Comment