kali itu sedih benar
kemarau mata hilang genangnya
malam seperti perahu
merayap diatas gelap
bersiap siap kehilanganmu
sejak mula kutanam di halaman
pohon mati
kusiram saban hari
Setiap percakapan, setiap
perjumpaan
suburlah; jadilah perindang
berteduh minum teh, menukar tawa
kelak bila kehilangan kau
kecipak kelam tak memilukan hati
aku selalu bersiap saat jatuh hati
sama riang bila patah hati tiba
kali itu pedih benar
seperti siang silau cahaya
dua tangan ini tak cukup pejamkan
gelombang perih menderapkan ngilu ke dada
memar pohon mati itu merimbunkan daunnya,
akarnya berkecambah lalu menguning
saat tangan melambai ke langit
sempat kudatarkan ucapan
beban di bahu hampa
tak ringan lagi lewati tujuan
kali itu sedih benar
berdiri di halaman menatapi
pohon mati
mencabut akar dari dirinya sendiri
tanpa keluh remuk menjadi abu malam.
ditanamnya ngilu di hati
tanpa kusiram menjulang rimbun menutup mata.
(seri puisi cinta, batanghari, 27 Oktober 2015, cok sawitri)
suburlah; jadilah perindang
berteduh minum teh, menukar tawa
kelak bila kehilangan kau
kecipak kelam tak memilukan hati
aku selalu bersiap saat jatuh hati
sama riang bila patah hati tiba
kali itu pedih benar
seperti siang silau cahaya
dua tangan ini tak cukup pejamkan
gelombang perih menderapkan ngilu ke dada
memar pohon mati itu merimbunkan daunnya,
akarnya berkecambah lalu menguning
saat tangan melambai ke langit
sempat kudatarkan ucapan
beban di bahu hampa
tak ringan lagi lewati tujuan
kali itu sedih benar
berdiri di halaman menatapi
pohon mati
mencabut akar dari dirinya sendiri
tanpa keluh remuk menjadi abu malam.
ditanamnya ngilu di hati
tanpa kusiram menjulang rimbun menutup mata.
(seri puisi cinta, batanghari, 27 Oktober 2015, cok sawitri)
No comments:
Post a Comment