OMBAK-OMBAK BERPINDAH KE BINTIK MATAMU!

CERPEN
BY.COK SAWITRI
OMBAK-OMBAK BERPINDAH KE BINTIK MATAMU!


Rum telah menatap mata suaminya berulangkali dan dahinya yang lebar seketika mengerut, menimbulkan garis dalam," Aku melihat ombak dalam matamu, tepatnya di bintik matamu!" Ucapnya datar lalu memayunkan bibirnya. Mendengar ucapan Rum, suaminya mengangkat alisnya, seolah bertanya. Rum mengangguk memberi isyarat bahwa yang diucapkannya sungguhlah benar.
Suami Rum dengan alis tetap terangkat segera bergegas ke kamar, berdiri dengan mulut terkatup di depan cermin lemari. Memang sejak dua hari ini, matanya terasa berbeda. Suami Rum mendekatkan wajahnya ke cermin, hingga ujung hidungnya bersentuhan dengan permukaan cermin. Hm. Di bintik hitam itu, memang berbeda, tetapi betapa sulitnya mendapat penglihatan yang jelas, kerutan dahi suami Rum semakin menebal dan saat kembali ke ruang tengah menemui istrinya, berkata mirip gumam," lihatlah sekali lagi, apakah ombak yang terlihat, apakah masih ada dalam bintik mataku?"

Rum menyorongkan wajahnya, matanya penuh teliti memperhatikan bintik hitam mata suaminya, " jangan berkedip…" Perintah Rum dengan suara tegas. Suami Rum patuh dan membelalak matanya," kini ombak itu sudah bergulung-gulung suamiku…" Ucap Rum masih dengan datar, menepuk pipi suaminya,"Kukira ombak-ombak itu telah bosan mengunjungi pantai…"
"Bergulung-gulung? Bagaimana mungkin?"  Dengan suara agak tercekat, suami Rum mengedip-edipkan matanya, bertanya-tanya di benak dengan entah mengapa begitu gundah.
"Kenyataannya demikian, apa yang kulihat di bintik mata hitammu, itulah…Kenyataan. Kalau tak percaya panggil siapa saja untuk melihat matamu!"

Suami Rum mengerutkan dahinya,"baiklah….Akan kupanggil Rastam, dia juga mengerti soal perdukunan…Hm…Siapa tahu ini santet model terbaru…"
Rastam, sarjana yang lelah, kini sibuk menjadi salah satu team sukses seorang calon bupati segera muncul dengan cerita soal politik lokal," Sekarang harga-harga menaik, aku tak bisa mencari untung terlalu banyak dari persiapan kampanye klienku…."
Rum melengos, "Klienmu? Jadi calon bupati yang kau gadang-gadang itu tak ubahnya seorang pembeli yang bermasalah atau seorang pesakitan yang memerlukan konsultasi?"
"Klien itu sebutan terhormat sekarang…Aku seorang professional, pekerjaanku memang demikian mirip event organizer; pemilihan bupati itu tak ubahnya pentas musik atau mungkin pentas ludruk, perlu iklan, perlu baliho…tujuannya agar banyak yang datang…"

Suami Rum menghembuskan nafasnya,"Rastam tolonglah aku…"
"Oh, iya…Tentu sobat, tentu. Apa yang engkau ceritakan tadi di telpon membuatku terkejut juga menjadi motivasiku untuk segera datang kemari, kemarilah…"

Rum tersenyum tipis, gaya si Rastam ini lebih mirip petugas sales barang kelontong dibandingkan sebagai seorang team sukses. Kemeja dan celana panjangnya membuat penampilan Rastam seperti manajer waralaba. Ah, apaboleh buat pekerjaan yang paling mudah mengumpulkan duit adalah menjadi team sukses!
Rastam menarik nafasnya, memperhatikan dengan seksama wajah dihadapannya. Lalu pandangannya mengarah ke mata. Wajah Rastam meriak seperti ada sentakan, lalu dengan penuh ingin tahu kembali dipandanginya bintik mata hitam itu,"Oh…tidak mungkin…"
"Oh tidak mungkin, bagaimana?" Rum menyela,"Kau lihat ombak bergulung-gulung, bukan? Dan reaksimu oh tidak mungkin?"

Rastam tergugu.
Mengerjapkan matanya, kembali memandang mata itu," Sejak kapan engkau tahu ada ombak di mata suamimu?"
"Sejak dua atau tiga hari…Mula-mula aku tidak begitu yakin, tetapi hari ini aku seratus persen yakin, ombak itu malah bergulung-gulung.." Rum menyahut dengan suara datar, memandang Rastam dengan sorot mata meremehkan,"agar suamiku yakin, maka kuminta dia memanggil siapa saja, agar aku tidak dianggap berkhayal…"

Suami Rum mengerjapkan matanya. Rastam mengerutkan dahinya,"apa yang kau rasakan?"
"Tidak ada…mataku biasa saja, tidak ada rasa perih, tidak ada rasa berat…biasa saja, hanya saja kadang seperti ada yang mendesir di bibir mataku…"
"Kau harus ke dokter…"
Rum mencela cepat,"ke dokter? Dan dokter itu akan memberi obat sakit mata? Itu bukan sakit mata…"
"Cobalah Rastam, bukankah kau paham mengenai magic? Siapa tahu ini santet model baru?"
 Rastam menggeleng,"aku tidak paham jika modelnya begini…"
"Lalu, menurutmu, bagaimana?"
"Aku tidak tahu…" Rastam kembali mendekatkan wajahnya, melihat kembali seksama,"luarbiasa ombak itu membuncah, bergulung-gulung…"
"Tapi tidak ada pantainya…"

"Jangan-jangan semua pantai kehilangan ombak dan berpindah ke matamu…" Rastam tiba-tiba seperti dikejutkan oleh suaranya sendiri. Rum tersentak,"aah, manalah mungkin bintik mata menampung seluruh ombak lautan, itu hanya barangkali seupil dari ribuan juta kilometer ombak samudera…"
Rastam mengeryitkan dahinya, " baiklah, aku pamit dahulu, nanti kukabari jika paranormal klienku paham soal ini…"
"Oh jadi klienmu memakai paranormal?" Rum menyela cepat, penuh ingin tahu. Rastam tertawa,"Tentu sajalah…Sekarang paket pengurusan team sukses termasuk paranormal dan pawang hujan…"

Lalu Rastam pergi, Rum melanjutkan kembali pekerjaannya mengurus rumah, cucian baru kering harus disetrika, makanan buat nanti malam belum disiapan sedangkan  suaminya nampak tercenung sendiri. Benarkah? Ombak-ombak itu ada dimatanya? Dibayangkannya wajah ombak. Duh, terasa berdebar dadanya, bagaimana mungkin bintik hitam mata itu menampung ombak lautan?
"Rum, bagaimana kalau benar seperti yang dikatakan Rastam, ombak-ombak disemua pantai berpindah di mataku?"
"Ya, mungkin, tidak mungkin" sahut Rum tanpa menoleh
"Kalau mungkin!"
"Artinya ini peristiwa istimewa…"
"Mengapa?"
Rum menghentikan gerak tangannya, melipat pakaian adalah pekerjaan menyebalkan,  ia menoleh menatap suaminya,"Kau jerih? Bukankah ombak-ombak itu tidak mengganggumu?"
"Bagaimana jika itu mungkin…"
"Akan terjadi perubahan pada wajah laut…jika ombak-ombak menghilang, ya lautan akan seperti kolam…"
"Bagaimana dengan perahu-perahu?"
"Ya tetap berlayar, mereka bisa mendayung.."
"Bagaimana dengan garam?"
"Itu tidak kutahu…"

Suami Rum dengan kecewa kembali ke dalam kamarnya, berdiri lagi di depan cermin,"ombak itu…" bisiknya kepada dirinya sendiri," semakin jelas….makin dekat rasanya."

Ada ketukan di pintu. Rum bergegas membuka. Rastam bukannya mengirim paranormal, malah mengirim wartawan. Ah, sudahlah. Rastam pastilah melakukan ini dalam rangka meyakinkan dirinya. Benarkah ada ombak di sebuah bintik mata hitam? Tanpa banyak bertanya,

Rum mempersilahkan wartawan itu masuk ke ruang tengah lalu Rum memanggil suaminya dan membiarkan wartawan itu memandangi wajah suaminya dan dengan dingin Rum melihat bagaimana wajah wartawan itu memucat, tanpa bisa banyak bertanya,"Ini jelas tidak mungkin…" keluhan itu keluar akhirnya dari mulut wartawan itu, takjub yang dirasakannya saat melihat ombak bergulung-bergulung, memecah dan menghempaskan buih-buihnya dan itu di bintik hitam mata manusia, berubah menjadi denyar ketakutan yang asing.
"Bu…"
Rum tersenyum," apa pak wartawan akan memberitakan soal ombak di mata suami saya?"
"Saya tidak berani, Bu. "
"Kenapa?"
"Ini mustahil, Bu"
"Loh, kok mustahil, bukannya Pak Wartawan sudah melihat sendiri?"

Wartawan itu menggelengkan kepalanya, sepertinya tercekat, kehilangan kata-kata dan komentarnya. Lalu permisi dengan gugup, jelas punggungnya memperlihatkan desau rasa takut. Rum dengan bijak mengantarkan wartawan itu hingga halaman rumah, berpesan dengan suara datar,"hati-hati ya, jangan terlalu dipikirkan…ombak-ombak itu akan tetap di bintik mata suami saya…"

Lalu sorenya Rastam kembali muncul kali ini dengan serombongan manusia yang cara berpakaiannya mirip dengan Rastam. Semua melihat mata Suami Rum dan seperti reaksi yang dapat diduga, semua terdiam, tak berkomentar sepatah pun. Namun wajah-wajah itu seperti wajah yang menahan rasa tidak percaya, wajah seperti di alam mimpi, wajah yang tanpa jiwa.
"Cobalah gunakan koneksimu…telpon siapa saja yang mengurus soal kelautan…" Ucap Rum saat merasakan keheningan menjadi tidak menyenangkan padahal Rastam dan rombongannya menyesaki ruang tengah rumah.
"Oh..baiklah, aku kenal seorang pejabat departemen yang mengurus kelautan.."
"Jangan pejabatnya…telpon yang biasa yang di laut…"
"Ohh…polisi kelautan"
Lalu Rastam sibuk menelpon.  Dari si A sampai Si B; semuanya menjawab belum sempat bermain ke pantai. Jadi soal ombak di mata suami Rum belum bisa dikaitkan dengan perubahan lautan. Belum ada informasi, apakah ombak di pantai ada perubahan atau tersaingi dengan kemunculan ombak di mata suaminya?
"Pak…" Nah, itu salah satu suara rombongan Rastam.
Rastam menoleh,"Iya…ada informasi apa?"
"Ini ada kabar di Blackberry saya…bahwa beberapa pantai kehilangan ombaknya.."
"coba pastikan berita itu…"

Maka sibuklah orang-orang menelpon kemanapun yang mereka pikir akan mendapat jawaban, apakah benar ombak-ombak mulai menghilang di pantai-pantai. Apakah semua gelombang lautan akan berpindah pula ke mata suami Rum?
"Aku merasa mual…" Tiba-tiba suami Rum mengeluh. Rum segera mendekat,"Ombak dimatamu sedang mengamuk, gelombangnya sedang tinggi.."
"Rum…"  Rastam menegur Rum dengan suara mulai mengiba.
"Iya Rastam?" Rum menoleh, penuh Tanya, pandangannya datar.
"Sepertinya…ini suatu kejadian yang luar biasa, sepertinya…ini tidak mungkin, tetapi mungkin. Teryata benar, ombak-ombak mulai menghilang di beberapa pantai!"
"Lalu?"
"Orang-orang pemerintah ingin melihat suamimu…"
"Lalu…"
"Sebentar lagi mereka akan datang…"
Benar seperti kata Rastam, orang-orang pemerintah itu berdatangan bahkan ada polisi yang dengan segala kebingungannya menatap berulangkali mata suami Rum.
"Bagaimana ini?"
"Ya, bagaimana…"Rum menyahut, suaminya nampak mulai kelelahan, lelah karena terus menerusi dipandangi.
"Kalau ternyata ada koneksi hilangnya ombak-ombak di beberapa pantai dengan ombak-ombak dimata suamimu…"
"Maksudnya apa? Suami saya harus mengembalikan ombak-ombak itu?"
"Dengan cara apa?" Rastam menimpali dengan pikiran menerawang, apakah mata itu akan dicongkel? Lalu isinya ditumpahkan?

Maka orang-orang pemerintahan itu berdebat satu sama lain, dan tiba-tiba salah satu dari mereka dengan tegas berkata,"Bawa ke rumah sakit saja…"
"Suami saya tidak sakit, dia malah kelelahan karena terus menerus anda semua memandanginya…Lagi pula saya tidak ada ongkos untuk urusan rumah sakit!"
"Negara akan menanggung, ini masalah gawat…."

Rum mengedik,"Ini bukan masalah gawat, suami saya tidak terganggu, cuma kita yang melihat yang terganggu…"
"Tapi ombak-ombak itu hilang…"
"Maksud bapak, apa? Ingin mengkambinghitamkan suami saya yang mengambilnya?"
Semua saling pandang. Rum mencibirkan bibirnya, menuju pintu rumahnya, membukanya lebar-lebar,"Pergilah kalian semua, saya dan suami saya perlu istirahat, kedatangan kalian sangat kami hormati…

Ah, ombak-ombak itu kini berbuncah-buncah, gemuruhnya mulai terdengar. Suami Rum mendengkur pulas seakan berada di tepi pantai. Sementara di luar rumah kehebohan bercampur panik, berita simpang siur mulai terdengar bahwa ombak-ombak telah berpindah ke mata suami Rum.
Esok pagi ambulans berdatangan, iring-iringan mobil berderet memarkir diri di sepanjang jalan depan rumah. Dagang-dagang asongan seketika muncul. Dokter-dokter ahli didatangkan, paranormal pun silih berganti melakukan aksinya.
"Rum…"
"Tenanglah…kita tunggu saja, apa yang akan mereka lakukan…"
"Bagaimana kalau mataku dicongkel mereka?"
"Untuk apa?"
"Untuk mengembalikan ombak-ombak itu…"
"Kok enak? Memangnya kamu pernah mengambilnya. Ombak-ombak itu datang sendiri, tanpa diminta, lagi pula siapa pemilik ombak?"

Lalu hening.
Seorang paranormal mulai meringkik, memasuki kondisi kesurupan. Semua yang ada di ruang tengah nampak berusaha memperhatikan, walau agak jenuh, sebab sudah puluhan kali ada kesurupan. Tetapi ombak-ombak itu tetap di bintik mata itu. Sedangkan secara medis; hasil lab masih dalam proses.
"Apa kata paranormal itu, Rum?"
Rum menjebikan bibirnya,"sudahlah, suamiku. Paranormal itu hanya menyampaikan bahwa ada penghuni laut yang kesal pada ulah manusia yang bikin hotel seenaknya….alaah, paling-paling dia itu dahulunya kontraktor yang gagal atau calon anggota DPR yang kalah…"
"Tapi siapa tahu, itu benar…"
"suamiku, sudahlah, kita rugi apa?"
"aku rugi ketenanganku…"
"tidurlah…nanti kuusir mereka semuanya…"

Suami Rum memejamkan mata deru ombak itu terdengar. Rum meminta semua orang pergi dari rumahnya, lalu menutup pintu rumahnya dengan rapat. Orang-orang menelan ludahnya, semua merasakan daya cekam itu; ombak-ombak menghilang, berpindah di bintik hitam mata….
Di luar sana orang-orang terhenti langkahnya, debur ombak itu terdengar di telinga mereka; makin lama makin mendekat.....semua memucat. Kota pun itu hening. Hening...

BERLATIH LAGI, MENULIS CERPEN)

No comments:

Post a Comment