Legenda Naga Yang Ada di Bali


(bagian Ketiga tulisan Mite dan Legenda Bali: bertanding dengan kisah-kisah dunia)

    Tradisi Legenda naga tersebar di berbagai belahan dunia, di Bali, kisah terlibatnya sang naga dalam terbentuknya pulau Bali ada dalam dua kisah. Yang pertama, diawali menceritakan Sri Jayengrat, raja di sebuah negeri yang memiliki kekuasaan luar biasa. Menjadi tanda betapa bali memiliki berbagai kisah yang dapat bertanding dengan kisah-kisah legendaries di dunia.

Kisah Manusia Yang Belajar Bicara, dan Kehilangan Kemampuannya Melihat Batara


(bagian Kedua tulisan Mite dan Legenda Bali: bertanding dengan kisah-kisah dunia)

    Mite yang dapat dijadikan bandingan mengenai asal usul adanya manusia di bali, selain Mite dari desa Trunyan adalah kisah manusia bicara dengan para Batara. Dikisahkan, dunia masih kosong melompong bahkan belum ada bangsa reptil di dunia ini. Hanya ada tanah, air, udara, matahari dan seisi langit yang sudah telah lengkap.

    Maka Ida Sang Hyang Widi memerintahkan Batara Sanghyang Catur Lokapala agar mengisi dunia yang kosong.

Mite dari Desa Trunyan; Desa Tertua di Indonesia


(bagian pertama tulisan Mite dan Legenda Bali: bertanding dengan kisah-kisah dunia)

    Mite; sebagai cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi, belakangan ini  menjadi trend diberbagai kalangan ilmuwan untuk dikaji dan diteliti sebagai salah satu alat mencari kelengkapan sejarah. Walau sebelumnya, tentu saja, cara berpikir kaum akademisi akan menampiknya; cerita yang paling bisa diterima adalah kisah-kisah dalam kitab-kitab suci sebaliknya mite dan legenda dipandang sebelah mata. Namun kini semakin terbuka berbagai keilmuan, memberi mite sebagai salah satu subyek untuk diteliti; melengkapi gaya penulisan sejarah secara 'theisme' dan sejarah yang berdasarkan ' klanisme' walau memang signal informasi dan isyarat yang disimpan dalam mite tidak bisa dibaca dengan cara pikir tradisi bedah intelektual  'gaya modern' yang kadang jumawa, penelitian mite memerlukan pengetahuan holistic yang sebenarnya sangat menantang.

BUDDHA KULA IV - Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha


(bagian I: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)
(bagian II: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)
(bagian III: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)
(bagian IV: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)

    Ada kemudian pertanyaan, yang tentu saja disebabkan oleh cara berpikir bahwa syarat agama itu seragam, seperti apakah kitab suci agama siwa-buddha? Siapa nabinya? Dst. Pertanyaan standar dan mendasar yang menjelaskan bahwa betapa diperlukan anjangsana dalam kerangka hubungan antar agama dan kepercayaan; bahwa agama di dunia tak cuma bersyarat seperti tradisi agama-agama monoteisme, bahwa agama adalah keyakinan, bukan mengikuti kriteria satu keyakinan dan tidak berdasarkan patron definisi tertentu. Namun jelas dalam konteks Buddha Bali, yang garisnya dari Mahayana, yang dipengaruhi oleh tantra dan menyebutkan dirinya melalui berbagai kecirian yang ditemukan dalam Kitab Sang Kamahayanikan: sebagai Wajrayana memiliki berbagai kitab suci; yang dibedakan untuk kitab suci puja bagi pendeta dan kitab bacaan suci bagi penganutnya. Karena itu jelas akan berbeda tata krama pembelajaran agamanya, terutama dalam hubungan murid dengan Buddha guru, sang guru yang mengasuh pengetahuannya mengenai Kahyang Kebuddhan.

BUDDHA KULA III - Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha


(bagian III: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)

    Pertanyaan yang terus menerus mengenai Buddha Bali, seperti apa, bedanya apa dengan Buddha lain tidak  lagi ditanyakan satu dua orang bahkan dari kalangan wangsa buddhanya; mereka yang secara turun menurun diwajibkan menjaga keyakinan Buddha Bali ini, yang justru lebih dibiasakan mewarisi tradisi kependetaan dan upacara, namun bagi pengetahuan umum; betapa sulitnya memberi jawaban runut mengenai isi/ materi ajaran Buddha bali ditengah zaman rasionalisasi agama; demikian kebanyakan yang bertanya menjelaskan betapa susahnya menjelaskan ajaran-ajaran Buddha Bali (kahyang Buddhan) padahal, Buddha Bali adalah fundamen dari perilakunya orang Bali dalam konteks pengasuhan keyakinan Siwa Buddha.

BUDDHA KULA II - Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha


(bagian II: Kahyang Buddhan dalam Budha bali dalam konteks Siwa Buddha)

    Kahyang Buddhan (ajaran Buddha)  Bali pada proses pengasuhannya tidak membedakan dengan tegas mana yang bagian Jnana Margga, mana yang bagian Karma Margga, apalagi tattwa. Semuanya mengalir dalam proses komunikasi keseharian. Pada kesempatan yang luar biasa, diperkenalkan kemudian  Arya Satyani, yang mengenalkan empat hal pengertian yakni mengenai dukkha  (penderitaan), samudaya (sebab), nirodha (penindasan), dan magga (jalan). Keempat pengertian itu berkaitan satu sama lainnya,seperti mempelajari putaran sebab akibat; bahwa derita itu ada sebabnya, namun sebab itu dapat ditindas, dan itu ada jalan ke luarnya. Perputaran ini sebenarnya mengenalkan logika dan pelatihan nalar. Kadang akan muncul kelucuan-kelucuan dari hasil percakapan dan pengalaman mengenali Arya Satyani ini.