Kisah Manusia Yang Belajar Bicara, dan Kehilangan Kemampuannya Melihat Batara


(bagian Kedua tulisan Mite dan Legenda Bali: bertanding dengan kisah-kisah dunia)

    Mite yang dapat dijadikan bandingan mengenai asal usul adanya manusia di bali, selain Mite dari desa Trunyan adalah kisah manusia bicara dengan para Batara. Dikisahkan, dunia masih kosong melompong bahkan belum ada bangsa reptil di dunia ini. Hanya ada tanah, air, udara, matahari dan seisi langit yang sudah telah lengkap.

    Maka Ida Sang Hyang Widi memerintahkan Batara Sanghyang Catur Lokapala agar mengisi dunia yang kosong.

    Segera Sanghyang Catur Lokapala menciptakan penghuni dunia, pada tahap awal diciptakanlah lumut-lumutan, kemudian rumput-rumputan, lalu segala macam semak belukar, segala macam tanaman yang tumbuh merambat dan membelit. Dan dari ciptaan itu lalu  diciptakanlah hujan, lalu muncul mata air dan sungai, sehingga tanah mulai membasah dan segera diciptakan tanaman umbi-umbian yang dengan mudah bermunculan ini yang disebut watek pala bungkah,  kemudian tanam-tanaman yang diciptakan selanjutnya yang serba berbiji  kelak disebut kemudian biji ratus, lalu diciptakan yang serba berbuah yang tergantung disebut pala gantung, namun setelah dunia dipenuhi umbi, biji dan buah serta berbagai bunga, tak ada yang memanfaatkannya.  Dunia makin rimbun dan lembab.

    Karena itu Sang Hyang Catur Lokapala menciptakan sarwa kremi; segala macam ulat, lalat, nyamuk, dst, kemudian agar sarwa kremi tidak memenuhi dunia dan menghabiskan tanaman maka diciptakan bangsa ikan, burung, bangsa ular, ketiga jenis mahluk baru ini segera memenuhi segala penjuru dunia. Dan Sang Hyang catur Lokapala kembali merenung, sebab mahluk-mahluk ini hanya sibuk memakan satu sama lainnya, dan maka kembali terjadi penciptaan yaitu sarwa sato; binatang berkaki. Namun Sang Hyang catur lokapala setelah mengamati isi dunia, melihat tak ada kriya, kegiatan yang bermanfaat bagi satu sama lainnya, selain makan dan mati. Semua mahluk itu tak ada yang dapat berpikir, semua sibuk mencari makan dan berkembang biak. Karena itu harus ada mahluk yang lebih sempurna dari sebelumnya, yang bisa berpikir, yang dapat bicara, yang mirip dengan para dewa.

    Maka dipanggillah Sang Citra gopta, seorang seniman dari istana langit, dengan suara lembut Sang Hyang Catur Lokapala menyatakan impiannya memiliki mahluk yang kepintaran sama dengan bangsa dewa, mau belajar tata krama dan juga dapat memelihara berbagai ciptaan yang telah ada di dunia.  Karena itu, disampaikannya permintaan, "buatlah tiga mahluk, yang satu mahluk lelaki, yang kedua mahluk perempuan, yang ketiga mahluk tidak lelaki tidak perempuan…mirip dewa tetap bukan dewa"

    Maka Sang Citra Gopta bersemadi dan dengan mata terpejam meraih tanah liat yang ada di sekitarnya, dikepal-kepalnya, dibentuknya pelahan seperti yang diimpikan Sang Hyang Catur Lokapala; akhirnya ada tiga patung, yang satu patung lelaki, yang kedua patung perempuan, yang ketiga patung banci, segera ketiga patung itu diserahkan kepada Sang Hyang Catur lokapala yang meniupkan pemikiran, tenaga dan suara.

    Ketiga mahluk itu pun bergerak, namun belum bisa bicara, suaranya masih aneh dan ngawur. Sang Hyang Catur Lokapala berpikir keras, merasa ada yang kurang dari ketiga mahluk baru itu, maka dipanggillah Dewi pengetahuan, " Dewi, lakukanlah sesuatu yang membuat ketiga mahluk yang tubuhnya menyerupai dewa, memiliki ingatan dan keinginan ini, dapat bicara dan belajar…" Dengan lembut dewi pengetahuan mendekati ketiga mahluk itu, membuka mulut mahluk itu satu bersatu: menginjak lidah mereka satu persatu; seketika lidah mereka lemas, ternyata mengapa mereka tak bisa bicara karena lidah mereka masih kaku.

    Maka dewa indra turun dari langit, memberikan ketiga mahluk itu kekuatan berpikir disebut manik dan gina, yaitu kepintaran. Maka berbahagialah Sang Hyang catur Lokapala, melihat ketiga mahluk itu hidup rajin, mempelajari seisi mercapada. Dunia seolah memiliki keindahan tersendiri karena ketiga manusia itu.

    Ketiga manusia itu masih jujur, bersih, dan damai, masih lugu. Pada para batara yang berumah di langit pun sering berkunjung ke bumi, mengajak ketiga manusia itu bercakap-cakap, tak ubahnya mereka seperti berkawan dengan para tetangga.

    Pada suatu hari seorang batara di langit melayang mengitari bumi, hendak menikmati keindahan isi dunia. Saat itu, seorang dari ketiga manusia itu tengah berak, mendongak ke langit, melihat batara yang melayang-layang, dengan penuh semangat manusia itu menyapa," hei, batara, mau kemanaa?"

    Batara itu terkejut, tak menyahut. Tetap melayang, manusia itu kembali berteriak,"hei, batara mau kemana?" sambil tetap berjongkok membuang kotorannya. Batara itu sungguh gundah lalu bersembunyi di balik awan, menanti sampai manusia itu selesa berak.

    Lalu setelah ditahunya manusia itu selesai berak, batara itu turun ke bumi, disambut teguran oleh manusia itu, "kenapa sombong sekali, tak mau menyahut tadi? Bukankah para betara mengajarkan agar kami ramah dan suka bertegur sapa…"

    Batara itu tersenyum, "Iya, benar seperti itu, namun ternyata kemampuanmu melihat kami, kedekatan kita tidak membuat tumbuhnya tata krama….karena itu kemarilah…" ketiga manusia itu mendekat, sang batara mengoleskan kapur di lingkaran mata ketiga manusia itu, "mulai sekarang, kalian tidak bisa melihat kami dan dunia kami…agar kalian belajar bahwa ada tata krama yang harus kalian patuhi..’

    Sejak itulah manusia tak bisa lagi melihat dewa dan batara. Dan sejak itu mata manusia ada putih dimatanya. Kisah itu nampaknya lebih muda dibandingkan mite dari Trunyan sebab mendapat pengaruh awal dari mitologi hindu walau nama dan peran dewa-dewanya masih berimbang; Posisi Indra misalnya masih kuat.

    Mitologi ini menarik untuk melihat bagaimana menjawab asal muasal unsur tubuh dalam manusia, bagaimana proses tahapan serba mahluk di dunia dalam perkembangbiakannya. Dapat pula dibandingkan bagaimana kisah-kisah manusia diciptakan di kisah suci agama lain, dari tanah, pertiwi, unsure dari pancamahabhuta.

(bagian pertama tulisan Mite dan Legenda Bali: bertanding dengan kisah-kisah dunia)

No comments:

Post a Comment