Latar Belakang
Nusantara, wilayah orkestra dunia yang bergema sepanjang masa. Sebuah diaspora besar-besaran terjadi ketika bencana mahabesar yang menghancur-menenggelamkan surga bumi mengirim pergi sedikit dari mereka yang selamat ke berbagai tempat di muka bumi ini. Mereka membawa "benih" peradaban yang agung. Surga bumi, bahwa yang dimaksud adalah taman hesperides jiwa dunia yang terletak di khatulistiwa. Puing-puing kepulauannya kemudian bernama INDONESIA.
Jauh sebelum yuga-yuga (masa-masa geologis) berakhir, masa Lemuria surga pertama terbentuk, wilayah tersebut berfungsi sebagai tanah kelahiran umat manusia, dan cenderung ditimpa malapetaka dahsyat yang menggoncang dunia dari keberadaan pilar-pilar langit, gunung berapi mahadahsyat (bajra). Hindu dan Budha, sebagaimana diakui oleh para penjelajah ujung dunia, adalah agama nenek moyang (wiwitan) dari tanah suci Indonesia. BALI ADALAH PEWARISANNYA YANG TERAKHIR.
Adalah seorang geolog dan fisikawan nuklir Brazil, Prof. Arysio Santos. Berbekal pengetahuan yang komplit—belakangan teknik perbandingan ilmu linguistik—ia menjelajahi dunia idea filosof besar Plato, yaitu tentang pelukisan "surga-bumi". Santos memulai REVOLUSI YANG TAK TERHENTIKAN, membalikkan supremasi Barat. Revolusi ini menjanjikan perubahan radikal semua pandangan dalam ilmu-ilmu humaniora pada umumnya, serta antropologi dan agama pada khususnya. Mengubah paradigma Barat, dengan klaim-klaimnya yang semu dan keras kepala, menjadi kembali mengacu pada arah yang sebenarnya: Matahari Mahasurgawi yang terbit dari pelupuk timur Prabhaswara Timur Raya (PsTR), sebagai pewarisan Bali Yang Agung.
Program Mahkota GARBA DATU: Grebeg Aksara Prasada – Menapak Bumi Nusantara hadir untuk membangun kembali kekuatan jati diri dan atau nation and character building dengan evolusi perkembangan jiwa bangsa. Dengan momentum besar MAHAWINDUPRASAPTA: Tujuh Abad Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa (Sutasoma, Mpu Tantular). Posterior sinkretisme yang agung.
Pada Yuga (era manusia) Kali (tahapan keempat, akhir zaman): INDONESIA DI PERBATASAN ZAMAN BARU. Dengan memandang jauh ke depan, memutar roda ilmu dharmacakra, memasukkan ruh dari setiap universitas. Tonggak sejarah mendirikan mahligai teratai di panggung surga. Program mencoba menghidupkan kembali pahoman, api kebahagiaan dunia, dengan mengangkat prevalensi mahkota: Dharmacakra-warti Atitanagatawartamana, REVOLUSI MORALITAS NEGERI, RITUS BUDAYA MAHKOTA PENYELAMATAN ZAMAN INI.
Realitas Mahkota
Tri netra smita waktra ca jata makuta mandita, (Yang ber-) mata tiga (visiun), senyum mengulum (menghias wajah), dan mahkota di kepala sang bijak (MAKUTA MANDITA). Tumbuhnya "tubuh emas" pada mata ketiga adalah pencarian-pencarian kultivasi mistikisme modern. Dunia akademis membaginya atas episentrum kesadaran: Manusia adalah mahkota, puncak skema evolusioner dari seluruh keberadaan ini. Akal budi mahkotanya manusia (Einstein), Sastra mahkotanya bahasa (Linguistik), Aksara mahkotanya budaya (Granoka).
Dalam pandangan hermeniutika filosofis, "aksara" menjelma ke panggung kehidupannya yang baru (esensi)—bukan sekedar simbol mati (skunder) seperti dalam pandangan linguistik (struktural)—untuk ditafsir dengan makna yang bergerak melintasi konteks zaman (atitanagatawartamana, dulu, yang akan datang, dan kini: apa yang harus dilakukan?). Kehadirannya yang kasat mata, grafis: SURAT-RAJAH-GAMBAR, terbentuk oleh makna, berdampak sejarah dan peleburan cakrawala.
Difusi pemunculan yang paling penting—bahasa serta abjad—di seluruh dunia pada masa yang dikenal sebagai masa REVOLUSI NEOLITIK menunjukkan adanya unsur Hindu di dalamnya. Arysio Santos mengajukan contoh-contoh yang nantinya bisa dilipat gandakan dan kesemuanya menunjukkan bahwa pandangan-pandangan akademis standar tentang perkembangan peradaban di Timur Jauh sama sekali salah.
Mereka, misalnya, memiliki lusinan teori tentang asal-usul abjad, tetapi tidak memiliki gagasan yang jelas tentang kapan, di mana, dan bagaimana perkembangan ini terjadi: Mesir, Israel, Funisia, India, Kreta, Misenia, Turki, dan lainnya. Sekali lagi itu kesalahan besar. Tulisan dan abjad diajarkan dari suatu fitur-fitur arketipe asal mula peradaban, yang tiada lain bersumber dari tanah suci Indonesia.
Fokus Masalah
Aksara Mahkota, dalam artinya yang penuh ‘KELANGSUNGAN PROSES CIPTA’: Ri denyan sira pawaking sastra, wreastra-swalita-mudre, Hakikatnya ia (manusia) adalah badan kesadaran aksara (simbol kesadaran tuhan). Dari bentuknya yang paling sederhana (wreastra) hingga abstraksinya yang tinggi (swalita) dan tertinggi (mudre).
Proses hidup ini dilukiskan sebagai perjalanan panjang DARI AKSARA KE A-KSARA, dari pusaran kesadaran kosmis yang disimbolkan dengan huruf (aksara) menuju hakikat tertinggi sebagai tak-termusnahkan (a-ksara).
Utpatti-sthiti-pralina > Utpatti; Lahir-hidup-mati, Pencip-taan kembali berasal dari konstelasi peleburan (pralina). Penciptaan adalah konsepsi utama dari sebuah permulaan atau keberlangsungan awal tentang keberadaan baik bersifat ragawi (fisik-biologis) maupun mental (psiko-rohani). Kemampuan penuh dalam hal Cipta merupakan PUNCAK EKSTASE dari segala bentuk kebijakan akademis maupun nonakademis, dan yang berkaitan dengan realitas hidup kesadaran manusia [kabrahmanan].
Fokus utama, AKSARA MERANCANG MASA DEPAN SURGAWI. Menyongsong terbitnya Matahari Prabhaswa-rajnana (PsTR: Holistic Explanation) dari pelupuk timur pulau. Adakah kekuatan transformatif itu tersisa pada wadah supremasi hukum"nagarakertagama" negara bangsa ini, pada potensi ideal "kertadistana" desa pradesa, atau pada pranata pembaruan "padmambhara" mahligai teratai universiter?".
Tema Kegiatan (Paradigma Baru)
Manifesto Kebudayaan Abad XXI, Program Mahkota Garbha Dhatu Swayambhu Lingga Kundalini, Grebeg Aksara Prasada Menapak Bumi Nusantara, Parashaktimayadesa Budakeling-Tenganan Pagringsingan (Juni 2009); mencetuskan gagasan "Resolusi Moralitas Negeri". Entitas pembaruan ini mengalami transformasi penggenahan prasasti dari "Resolusi" (putusan) ke "Revolusi" (peredaran) dari penggenahannya di Desa Ideal Penyatur Saren Budakeling (Oktober 2009).
Atas prakarsa desa pradesa, formula itu kemudian dikembangkan menjadi payung (tema) kegiatan program berlanjut: REVOLUSI MORALITAS NEGERI, TONGGAK SEJARAH MENDIRIKAN MAHLIGAI TERATAI UNIVERSITER, MENEMUKAN SURGA YANG HILANG MENATAP MASA DEPAN GEMILANG. Reinkarnasi di Kampus Udayana. Parashaktimayadesa BUDAKELING-MAS, Grebeg Aksara Prasada MENAPAK BUMI NUSANTARA.
Mengetengahkan substansi pokok: DHARMACAKRA-WARTI ATITANAGATAWARTAMANA, penghormatan terhadap jiwa-jiwa murni yang terbit dan selalu bertumbuh menuju sempurna, dengan konstelasi jiwa itulah ditempatkan harapan masa depan bangsa dengan pemimpin-pemimpinnya sebagai purusa-purusa penyelamatan zaman.
Tema ini mengandaikan pengutuban prinsip dua panduan mahadahsyat nirwritti (tiada berkecenderungan), nirprakriti (tiada berkodrat). Sebagai maheswara-maheswari (d.h.i. Siwa-Budha: papupuli Siwa-Budha panunggali sama jnana, posterior sinkretisme yang agung, mencakup seluruh kemampuan dunia pikir TIMUR-BARAT). Merasuk ke dalam perut parashaktimaya (ibu perawan sakti) "garbha dhatu", hadir di dalam "swayambhu lingga kundalini" (energi hidup murni tercipta dengan sendirinya). TAKSU berkenan mengambil vijanya yang baru [Garbha Dhatu Swayambhu Lingga Kundalini].
Substansi Desa
Secara simbolis dengan ‘makna yang bergerak’, dua panduan parashaktimayadesa substansinya diisi oleh dua quanta desa berkecerdasan supra: ADISTANA BUDAKELING (KARANGASEM) dan ADIDESA MAS (GIANYAR). Apapun hasil-hasil yang telah dicapai dari upaya pengembangan supremasi desa ideal dari akar sejarah atita-wartamana-anagata (masa lalu, sekarang, dan masa depan), secara progres hendaklah menjadi pendorong utama sejenis yantra atau mandala, untuk merenungkan kembali secara mendalam intensitas evolusi perkembangan jiwa bangsa dan bangsa-bangsa di dunia.
Desa pertama mewakili upaya progresivitas murni santa-smerti, terbit matahari-bulan di atas tahta mahkota kesadaran (representasi simbolik lokal: Hindu-Budha). Adalah Danghyang Astapaka (buyut Mpu Tantular) penemu citra pertiwi desa (Tejomayagni Astabajra). Desa "persembahan" yang terbit dari zaman asta-nripa, delapan kerajaan yang berpusat di Gelgel, di bawah pemerintahan raja-diraja brahmanarajya Dalem Waturenggong (abad ke-16).
Desa dijadikan kota satelit suci tempat pengembangan idealisme murni (Adicita) dan pelembagaannya yang supra (Adistana). Ia membawa amanat PEMBARUAN KALPA (BIG VISION). Mengikuti prosedur waktu penciptaan dan perancangan semesta (filosofis). Berujung pada gerak circle (yantra) pembangkitan jiwa: Dharmacakrawarti Atitanagatawartamana - Tarka Wyakarana Paramaguhya, yaitu dialektika pengembang pembangkitan roh murni bangsa, bahasa menuju sempurna (taksonomi). Menjanjikan ruang keleluasaan memasukkan ruh dari setiap universitas, tonggak sejarah mendirikan mahligai teratai di panggung surga (institusional).
IM OM Bajra netra ya hara-hara patalam hredi, Buka mata lihat mandala tercipta. Mandala, wilayah dharma yang kau ciptakan! Mandala hati yang telah mengalami penyucian pribadi dari segala bentuk patala, bencana yang menenggelamkan (termuat dalam Prasasti Trinadi Desa Adistana Budakeling, 2000; sumber: Sanghyang Kamahayanikan). Kita buka mata lebar-lebar agar menyadari kemuasalan sang "Kata" dan misteri dunianya: Witning sabda kamulaning dadi wong, Pada mulanya adalah Kata awal menjadi Manusia (Surat Kajang Masutasoma). Teks penciptaan kosmologi ini preambulnya sama persis dengan tesis "sungai entropinya" Matt Ridly dari sudut pandang ekologis-biologis. Persesuaian ini, dan dalam banyak contoh lainnya, merupakan INTERKOMUNIKASI DUA DUNIA: DUNIA LAMA DAN DUNIA BARU, prevalensi tinggi dari dua alam pemikiran yang berbeda, mistik dan sains dari dua belahan dunia Timur dan Barat.
Sebuah hulu bergerak menuju pusar, dewi bergerak ke arah purusa, slendro ke arah pelog, linguistik ke metalinguistik, fisika ke metafisika (proses metanoia moral). Pemusatan skala mistik terletak pada inti vija YA, anandakandapadma, yaitu tahta dewa di jantung. Susunan bunyi, aksara (warna), menunjukkan pola gerakan diagram lingkar YANTRA/ MANTRA: perputaran-percepatan-kenaikan, melintasi titik-titik artikulasi yang dapat diidentifikasi secara linguistik (fonetika-artikulatoris): Guttural-Palatal-Cerebral. Di mana kedudukan konsonantal atau pola-pola persukuan Kata—Ka-Tha (= aksara dua belas: Ka-Kha-Ga-Gha-Nga-Ca-Cha-Ja-Jha-Nya-Ta-Tha)—memainkan pera-nannya yang supra memutar "aksara dua belas" roda Dharma Cakra "Kuasa" Tuhan atas wilayah mandala ciptaannya [Kuantum "Ingsun" Aku].
Bali Surga, sebagai diakui dunia: the best island in the world. Dan di dalam sebuah prakata, Geoffrey Robinson (London) menyatakan kekaguman untuk tempat yang luar biasa ini tetapi ia juga mengungkap sisi kegelapan Pulau Dewata. Kini, Mahasurgalah: Jaya-jayangken mahaswarggaloka, Berjayalah negeri ini membangun kembali surga bumi yang cemerlang, sebagai yang dikehendaki oleh YUGA PEMBARUAN (Era Manusia Super). Dengan konstelasi jiwa itu kita dapat menghapus segala kesan negatif kemunculan obyek penderita, sekian lama bertungkus-lumus dalam penyakit merasa rendah diri di hadapan bangsa Barat. Bahwa ternyata kita adalah ahli waris peradaban tertua di dunia, yang tentu saja kita pun mewarisi gen nenek moyang yang sudah sangat maju peradabannya.
Bagi generasi pembaruan, khususnya para mahasiswa yang humanis, diarahkan guna memperoleh pengalaman, kesadaran, dan pemahaman prevalensi tinggi diturunkan dari tiga wilayah: seni, pikiran, dan bahasa. Wilayah di mana terjadi hubungan ontologis antara seni dengan pengalaman, pikiran dengan kesadaran serta bahasa dengan pemahaman, terdapat KEBENARAN YANG LUPUT DARI JARING METODE-METODE ILMIAH MODERN—kekeliruan metode ilmiah yang dipakai ilmu-ilmu tentang manusia modern terletak pada usahanya menangkap pengalaman hermeniutis tersebut berdasarkan parameter ilmiah, padahal dia berada di luarnya. Oleh karena itu, pengalaman, kesadaran, dan pemahaman yang jadi sasaran ilmu-ilmu tentang manusia menyatu dengan wilayah di mana pengalaman akan kebenaran yang unik tadi berada, wilayah yang dalam bentuk konkret disebut sejarah. Pengalaman ini menurut model Gadamer disebut PENGALAMAN HERMENIUTIS.
Pada kampus yang teberkati, fitur-fitur arketipe moral yang bercorak linguistis: Sabda dan atau Kata, terdorong ke arah pembentukan tubuh emas "mata ketiga" visioner menembus pandangan jauh ke masa depan (futuristik). Meraih supremasi ideal MAHLIGAI TERATAI UNIVERSITER d.h.i. KAMPUS UDAYANA. Dalam situasi demikian intisari energi "kelenjar pineal primordial" Ilmu Bahasa Bali (Manusia Bali) mengambil superposisi gelombang atmosfir Amanat Ibu Sakti (Tarka Wyakarana Paramaguhya). Dialektika pengembang pembang-kitan ruh murni bangsa, bahasa menuju sempurna. Reinkarnasi di Kampus Udayana. Kita harus berani membuka makna baru dan menciptakan wacana kita sendiri. Membuka paradigma baru dekonstruksi ilmiah (tesis), humaniora (antitesis), hermeniutik (sintesis), ke dalam sebuah hologram dunia baru pencerahan Prabhaswara Timur Raya: PsTR (Mahasintetis).
Kemungkinan PERLUNYA REVISI BESAR dalam ilmu-ilmu humaniora termasuk disiplin ilmu pendukung (antropologi, sejarah, linguistik, arkeologi, evolusi, paleoantropologi, mitologi, agama). Seperti kekhawatiran belakangan ini, semua disiplin akademis ini dipisahkan secara rapi ke dalam beberapa ceruk yang berbeda dan hampir tidak berinteraksi lagi satu sama lain. Dengan demikian, tidak pernah timbul pertentangan di antara disiplin-disiplin dan terciptalah jaminan kenyamanan bagi mereka yang berkutat di bidang pengajaran dan penelitian.
Kita harus mampu membuka cakrawala baru, DIALOG PUNCAK ZAMAN (GLOBAL): ADISTANA VERSUS ADIKUASA. Terutama peran loka bhasa, bahasa lokal yang berpotensi moral strategis tetapi terancam kepunahan. Ia harus bangkit mensuperposisi gelombang surgawi, merevolusi diri sebelum melaksanakan tugas besar: REVOLUSI MORALITAS NEGERI (Prasasti Parashaktimayadesa Adistana Budakeling Desa Panyatur Saren, 2009).
Desa kedua mewakili pusat sejarah perkembangan Agama Hindu-Siwa, setelah kedatangan Danghyang Nirarta (cucu Mpu Tantular) membangun pasraman di desa ini. Desa ini juga merupakan sentra budaya karesian, seni dan kerajinan. Belakangan menjadi salah satu PUSAT PENGEMBANGAN PARIWISATA GLOBAL untuk Bali dan Indonesia. Banyak harapan dunia yang ditumpangkan atas mandala ini terletak di wilayah "unggulan" Ubud.
Di mandala desa ini berdiri megah Pura Taman Pule Desa Adat Mas. Nama "mas" (emas), mengacu pada logam adimulia berwarna kuning yang berlambang Au (Aurum), dengan nomor atom 79 serta memiliki bobot atomnya 196,9665. Dalam bentuk kiasan ia melambangkan sesuatu yang tinggi mutunya, memiliki keterkaitan dengan sejarah desa ("adidesa") Bendesa Manik Mas. Di dalam Pura terdapat stana Siwa (juga Budha): Yan ring Weda kitawaking prabawa mantra ta ya lewiha len sake kita, Bilamana di dalam Weda Engkau (Siwa) berbentuk ONGKARA yaitu mantra yang sangat mulia tidak lain dari Engkau [Kakawin Lubdaka].
Ongkara, disebut juga OM (yang kudus, pusat batin); Nada (bunyi purba, prinsip pertama) - Vindu (tingkat menampakkan kegiatan, prinsip kedua) - Ardhacandra (tanda anuswara); Sang Hyang Pranawa-Tridewi (semua konsep timbul dari dan larut dalam suku kata kudus OM); Sang Hyang Kahuwusan Jati-Wisesa (sifat Siwais); Bhattara Buddhajati-Wisesa (Kalpa Budha). Siwa-Budha (konsep kemanunggalan tertinggi); Acintyapada (tempat yang tak terjangkau oleh konsep-konsep manusia) – Paramakaiwalya (ketera-singan tertinggi, tujuan terakhir Siwa-Budha) [Jnanasiddhanta].
Program Garba Datu, dengan lintasan "Mahawinduprasapta" Grebeg Aksara Prasada di Desa Mas ini, membawa kisahnya tersendiri tentang kemuliaan "emas ratna mutu manikam" Mahkota Surga Dunia.
Ketika Siwa (Shiwa), Sad Guru Pendiri Tantra-Yoga, yang menjadi tokoh besar peradaban manusia dan perwujudan kedamaian 7000 TAHUN LALU. Desa harus berani tampil mengambil hikmah kepandaian zaman memutar roda hidup melalui amal bakti, Cakrayadnya, menatap masa depan gemilang. Desa ini telah memulai KALPA BARU MILENIUM III TH 2000 dengan adat tradisinya (Perhatikan Prasasti: Karya Mungkah Mupuk Mapadudusan Agung, Saniscara Kliwon Kuningan, Tahun Saka 1922, 12 Agustus 2000).
Substansi pokok terangkai dengan tema perjalanan porses kreatif bangsa, GREBEG AKSARA PRASADA – MENAPAK BUMI NUSANTARA. Dengan momentum puncak kulminasi (misra): DWADASAPRADA ‘memutar aksara dua belas (aksara jantung)’ yang berkoeksistensi dengan yantra perjalanan ‘menembus jantung sang Waktu (Kala)’.
Tujuan dan Sasaran
Tujuan membangkitkan ENERGI MURNI "KUNDALINI" DESA-BUMI. Setidaknya dari dua desa yang mewakili (acuan). Melalui tahapan-tahapan: Menggali milik sendiri, membuka cakrapandang yang luas, mencari format unggulan masa depan, tampil mewarnai kebudayaan dunia yang adiluhung. Memimpin suatu pertumbuhan paradigma dunia baru, Pencerahan Timur Raya (Prabhaswarajnana), memenuhi panggilan Zaman. Melalui tahapan-tahapan kerahasiaan filosofi (adicita), taksonomi (adistana), perundangan (kertadistana).
Sasaran JIWA-JIWA MURNI YANG BARU TERBIT. Ia terdapat pada setiap insan (tidak terbatas umur) tua, muda, dan atau terlebih kepada anak-anak negeri. Sebagai keseluruhan yang memiliki jiwa selalu bertumbuh menuju kesempurnaan. Dengan konstelasi jiwa itulah ditempatkan harapan masa depan bangsa dengan pemimpin-pemimpinnya sebagai purusa-purusa penyelamatan zaman.
Keberhasilan di dalam pencapaian sasaran sangat bergantung pada kwalitas dan intensitas penerimaan setiap desa terhadap fenomena Mahasurgawi. Di sini kita dihadapkan dengan intensitas batin (mandala hati) yang unggul dan kreatif di dalam wadah pribadi dan desa yang teberkati. Kita harus memulai dialog puncak zaman ini dari "ATOM" DESA-BUMI: Bhawana (pikiran murni) dan Bhuwana (realitas dunia).
Harus ada desa supremasi yang dipersiapkan untuk tugas mahamulia KALPADESA ini guna memecah kebuntuan institusi dan instansi dalam praktek-prakteknya—cenderung korup dan mengalami reduksi otak—untuk mencapai sasaran yang luas: Kebahagiaan Semesta, terutama (harus ada keberpihakan) kepada rakyat yang mengalami derita abadi. Kenyataan historis sering dilupakan bahwa yang lemah tak akan pernah menang dalam persaingan dengan mereka yang sudah lebih dahulu kuat. Tujuan tertinggi hanya dapat tercapai dari pengalaman menanggung derita dunia. Semua dilandasi dengan kasih: Sih kwing hyang karunangku ring bhawana, kasihku kepada Tuhan sayangku kepada Dunia, dunia pikir tetapi juga dunia jagat raya [Raja Pustaka Nasional "Bhinneka Tunggal Ika" Sutasoma].
Bentuk Kegiatan
1. Samadhi Bhawana, membangun pikiran murni,
2. Grebeg Aksara Prasada, tapaktilas mengirab Raja Pusaka Nasional Sutasoma, Nagarakertagama, dan artevak-artevak kekunaan lain yang dimiliki oleh desa-pradesa,
3. Parum Param, dialog pembangkitan jiwa murni bangsa, proses metanoia moral,
4. Gong Tri Manikam, festival tiga gong mewakili puncak-puncak penciptaan zamannya,
5. Yuganadakalpa, pergelaran Repertorium Parba Jagat Nusantara Maha Bajra Sandhi,
6. Surat Rajah Gambar, pameran aksara, seni dan kerajinan,
7. Cakrawisnugranti, penghargaan Cakra dan Mudre diberikan kepada mereka yang kreatif berprestasi hebat satyam-siwam-sundaram, untuk sang pemimpin dan sang sujanasuda.
8. Lingacalaprabha, mendaki bukit menyongsong matahari terbit, gelimang cahaya pembaruan murni, menatap masa depan gemilang.
Skala Momen Ritus
1. Utpatikrama Prabhaswarajnana, waktu matahari terbit: Pencerahan Murni (Bhawana);
2. Alokabhasa, waktu kulminasi tengah hari: Pencerahan Penuh (Ritus Musik Pabali);
3. Sandyakala, waktu senja menyalakan lampu: Api Musik Bali (Ritus Musik Tri Manikam);
4. Tengahdalu, waktu kulminasi tengah malam: Memecah Kegelapan Desa (Ritus Musik Ongkara Dhwani);
5. Prabhaskara kembali ke matahari baru Prabhaswarajnana (esok hari), siklus Santa Smerti, terbit matahari bulan di atas tahta mahkota kesadaran, Dunia Damai Penuh Arti.
Hari Pelaksanaan
Pelaksanaan diawali dengan Pra-Parum Param, simposium awal penggenahan aksara mahkota, pada hari Pamacekan Agung 17 Mei 2010, bertempat di wantilan desa Mas Ubud Gianyar. Parum Param Simposium Metanoia Moral Pembangkitan Jiwa Bangsa diselenggarakan pada tanggal (H-1) 31 Mei 2010 di Fakultas Sastra Unud Denpasar. Dan pameran Surat-Rajah-Gambar berlangsung selama dua belas hari dari TANGGAL 1 S.D. 12 JUNI 2010.
Puncaknya, Grebeg Aksara Prasada Mengirab Pusaka Nasional Lontar Sutasoma, Nagarakertagama, dst., terlaksana pada TANGGAL 1 JUNI 2010, HARI LAHIRNYA PANSACILA, bersamaan dengan Hari Anak-anak Sedunia. Persis, sebagai dikehendaki, jatuh pada hari raya Anggara Kasih Medangsia, piodalan Brahma Lelare (Pura Patung Brahma Lelare di Pertigaan Desa Sakah, Gianyar). Suatu peristiwa kebetulan, lebih dari sekadar kebetulan biasa, dengan tingkat sinkronisitas hadir di titik-titik ajaib (miracle) yang sulit dipercaya.
Akumulasi dari seluruh perayaan menjadikan kegiatan ini sangat istimewa, berprevalensi tinggi, penuh hikmah dan tuah kesakralannya: BAJRA BUMI MAHASAMAYA. Suara bajra itu menggemakan (tangguran) nada-nada asali Tuhan, memberi isyarat (tengeran) Surga Masa Depan yang gemilang. Bajra bumi, mengandung arti, kesiapan setiap orang, baik di dalam keluarga, masyarakat suku dan bangsa, untuk menerima perubahan menuju kesempurnaan. Dan mahasamaya, untuk persahabatan supradunia (Lokal-Global).
Puncak pelaksanaannya memerlukan putaran penuh dan berlangsung tanpa henti (dari matahari terbit ke matahari baru terbit esok hari, 24 jam). Merupakan sirkel pancaran atau pencaran waktu kosmis yang berkaitan dengan entitas ber-"musik-linguistik-mistik" (Hologram Dunia Baru).
Tempat Pelaksanaan
Puncak pelaksanaan dipusatkan di DESA MAS, UBUD, GIANYAR. Durga dewi len ika sthananya ring padmambharaDewi Durga tiada lain stananya di mahligai teratai di surga (Nagarakertagama).
Pemberangkatan dimulai dari titik "0" TRINADI DESA ADISTANA BUDAKELING KARANGASEM (Utpatikrama), melalui PERTIGAAN BRAHMA LELARE DESA SAKAH pada puncak kesakralannya (ketika desa setempat mempersembahkan hari pangodal), menuju PUSAT DESA MAS UBUD GIANYAR (Alokabhasa).
Pertigaan Brahma Lelare adalah tempat untuk pertama kalinya, baik melalui kegiatan Grebeg Aksara Prasada maupun sepanjang sejarah bangsa, dua entitas pusat desa di Pulau Surga ini bertemu mendialogkan masa depan dunianya dan membangun kembali pilar-pilar Mahasurgawinya.
Etos Kerja
Yadnya Cakra, kerja pengorbanan (esensi yadnya) untuk suatu pembangkitan Jiwa Murni Bangsa dan Energi Kundalini Desa Bumi. Mereka yang melatih NISKAMAKARMA di dunia ini akan menyucikan diri mereka dengan ‘pekerjaan tanpa pamrih’. Tidak ada yang bisa menghalangi kekuatan getaran pikiran yang muncul darinya. Mereka yang orientasinya duniawi dan pekerja sosial tidak bisa memahami hal ini.
Manusia moral tidak mengusahakan apa yang paling penting bagi dirinya sendiri, melainkan, manusia justru mencapai PUNCAK EKSISTENSINYA dalam pengorbanan dan keterlibatan dengan sesama dalam keutamaan. Kata Aristoteles, yang paling luhur hanya dapat tercapai melalui penderitaan. Kebahagiaan diperoleh dalam usaha aktif, mengambil inisiatif, untuk mencapai tujuan luhur dan bukan dalam pasivitas.
Gong partisipasi kampus ideal desa-pradesa patut ditabuh untuk kebangkitan semesta Desa Yang Agung.
Pelaksana
Panitia "kerja sama" Tri Manikam terdiri dari unsur-unsur: Cakrawarti-pemerintah, Darmacakra-universiter, Darmadesana-inisiatif lokal, dalam hal ini kemurnian desa. DARMACAKRA PRAWARTANA MUDRA – PARBA JAGAT BALI JAGAT NUSANTARA.
(Granoka, Bapa Guru Mahabajrasandhi)
Nusantara, wilayah orkestra dunia yang bergema sepanjang masa. Sebuah diaspora besar-besaran terjadi ketika bencana mahabesar yang menghancur-menenggelamkan surga bumi mengirim pergi sedikit dari mereka yang selamat ke berbagai tempat di muka bumi ini. Mereka membawa "benih" peradaban yang agung. Surga bumi, bahwa yang dimaksud adalah taman hesperides jiwa dunia yang terletak di khatulistiwa. Puing-puing kepulauannya kemudian bernama INDONESIA.
Jauh sebelum yuga-yuga (masa-masa geologis) berakhir, masa Lemuria surga pertama terbentuk, wilayah tersebut berfungsi sebagai tanah kelahiran umat manusia, dan cenderung ditimpa malapetaka dahsyat yang menggoncang dunia dari keberadaan pilar-pilar langit, gunung berapi mahadahsyat (bajra). Hindu dan Budha, sebagaimana diakui oleh para penjelajah ujung dunia, adalah agama nenek moyang (wiwitan) dari tanah suci Indonesia. BALI ADALAH PEWARISANNYA YANG TERAKHIR.
Adalah seorang geolog dan fisikawan nuklir Brazil, Prof. Arysio Santos. Berbekal pengetahuan yang komplit—belakangan teknik perbandingan ilmu linguistik—ia menjelajahi dunia idea filosof besar Plato, yaitu tentang pelukisan "surga-bumi". Santos memulai REVOLUSI YANG TAK TERHENTIKAN, membalikkan supremasi Barat. Revolusi ini menjanjikan perubahan radikal semua pandangan dalam ilmu-ilmu humaniora pada umumnya, serta antropologi dan agama pada khususnya. Mengubah paradigma Barat, dengan klaim-klaimnya yang semu dan keras kepala, menjadi kembali mengacu pada arah yang sebenarnya: Matahari Mahasurgawi yang terbit dari pelupuk timur Prabhaswara Timur Raya (PsTR), sebagai pewarisan Bali Yang Agung.
Program Mahkota GARBA DATU: Grebeg Aksara Prasada – Menapak Bumi Nusantara hadir untuk membangun kembali kekuatan jati diri dan atau nation and character building dengan evolusi perkembangan jiwa bangsa. Dengan momentum besar MAHAWINDUPRASAPTA: Tujuh Abad Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa (Sutasoma, Mpu Tantular). Posterior sinkretisme yang agung.
Pada Yuga (era manusia) Kali (tahapan keempat, akhir zaman): INDONESIA DI PERBATASAN ZAMAN BARU. Dengan memandang jauh ke depan, memutar roda ilmu dharmacakra, memasukkan ruh dari setiap universitas. Tonggak sejarah mendirikan mahligai teratai di panggung surga. Program mencoba menghidupkan kembali pahoman, api kebahagiaan dunia, dengan mengangkat prevalensi mahkota: Dharmacakra-warti Atitanagatawartamana, REVOLUSI MORALITAS NEGERI, RITUS BUDAYA MAHKOTA PENYELAMATAN ZAMAN INI.
Realitas Mahkota
Tri netra smita waktra ca jata makuta mandita, (Yang ber-) mata tiga (visiun), senyum mengulum (menghias wajah), dan mahkota di kepala sang bijak (MAKUTA MANDITA). Tumbuhnya "tubuh emas" pada mata ketiga adalah pencarian-pencarian kultivasi mistikisme modern. Dunia akademis membaginya atas episentrum kesadaran: Manusia adalah mahkota, puncak skema evolusioner dari seluruh keberadaan ini. Akal budi mahkotanya manusia (Einstein), Sastra mahkotanya bahasa (Linguistik), Aksara mahkotanya budaya (Granoka).
Dalam pandangan hermeniutika filosofis, "aksara" menjelma ke panggung kehidupannya yang baru (esensi)—bukan sekedar simbol mati (skunder) seperti dalam pandangan linguistik (struktural)—untuk ditafsir dengan makna yang bergerak melintasi konteks zaman (atitanagatawartamana, dulu, yang akan datang, dan kini: apa yang harus dilakukan?). Kehadirannya yang kasat mata, grafis: SURAT-RAJAH-GAMBAR, terbentuk oleh makna, berdampak sejarah dan peleburan cakrawala.
Difusi pemunculan yang paling penting—bahasa serta abjad—di seluruh dunia pada masa yang dikenal sebagai masa REVOLUSI NEOLITIK menunjukkan adanya unsur Hindu di dalamnya. Arysio Santos mengajukan contoh-contoh yang nantinya bisa dilipat gandakan dan kesemuanya menunjukkan bahwa pandangan-pandangan akademis standar tentang perkembangan peradaban di Timur Jauh sama sekali salah.
Mereka, misalnya, memiliki lusinan teori tentang asal-usul abjad, tetapi tidak memiliki gagasan yang jelas tentang kapan, di mana, dan bagaimana perkembangan ini terjadi: Mesir, Israel, Funisia, India, Kreta, Misenia, Turki, dan lainnya. Sekali lagi itu kesalahan besar. Tulisan dan abjad diajarkan dari suatu fitur-fitur arketipe asal mula peradaban, yang tiada lain bersumber dari tanah suci Indonesia.
Fokus Masalah
Aksara Mahkota, dalam artinya yang penuh ‘KELANGSUNGAN PROSES CIPTA’: Ri denyan sira pawaking sastra, wreastra-swalita-mudre, Hakikatnya ia (manusia) adalah badan kesadaran aksara (simbol kesadaran tuhan). Dari bentuknya yang paling sederhana (wreastra) hingga abstraksinya yang tinggi (swalita) dan tertinggi (mudre).
Proses hidup ini dilukiskan sebagai perjalanan panjang DARI AKSARA KE A-KSARA, dari pusaran kesadaran kosmis yang disimbolkan dengan huruf (aksara) menuju hakikat tertinggi sebagai tak-termusnahkan (a-ksara).
Utpatti-sthiti-pralina > Utpatti; Lahir-hidup-mati, Pencip-taan kembali berasal dari konstelasi peleburan (pralina). Penciptaan adalah konsepsi utama dari sebuah permulaan atau keberlangsungan awal tentang keberadaan baik bersifat ragawi (fisik-biologis) maupun mental (psiko-rohani). Kemampuan penuh dalam hal Cipta merupakan PUNCAK EKSTASE dari segala bentuk kebijakan akademis maupun nonakademis, dan yang berkaitan dengan realitas hidup kesadaran manusia [kabrahmanan].
Fokus utama, AKSARA MERANCANG MASA DEPAN SURGAWI. Menyongsong terbitnya Matahari Prabhaswa-rajnana (PsTR: Holistic Explanation) dari pelupuk timur pulau. Adakah kekuatan transformatif itu tersisa pada wadah supremasi hukum"nagarakertagama" negara bangsa ini, pada potensi ideal "kertadistana" desa pradesa, atau pada pranata pembaruan "padmambhara" mahligai teratai universiter?".
Tema Kegiatan (Paradigma Baru)
Manifesto Kebudayaan Abad XXI, Program Mahkota Garbha Dhatu Swayambhu Lingga Kundalini, Grebeg Aksara Prasada Menapak Bumi Nusantara, Parashaktimayadesa Budakeling-Tenganan Pagringsingan (Juni 2009); mencetuskan gagasan "Resolusi Moralitas Negeri". Entitas pembaruan ini mengalami transformasi penggenahan prasasti dari "Resolusi" (putusan) ke "Revolusi" (peredaran) dari penggenahannya di Desa Ideal Penyatur Saren Budakeling (Oktober 2009).
Atas prakarsa desa pradesa, formula itu kemudian dikembangkan menjadi payung (tema) kegiatan program berlanjut: REVOLUSI MORALITAS NEGERI, TONGGAK SEJARAH MENDIRIKAN MAHLIGAI TERATAI UNIVERSITER, MENEMUKAN SURGA YANG HILANG MENATAP MASA DEPAN GEMILANG. Reinkarnasi di Kampus Udayana. Parashaktimayadesa BUDAKELING-MAS, Grebeg Aksara Prasada MENAPAK BUMI NUSANTARA.
Mengetengahkan substansi pokok: DHARMACAKRA-WARTI ATITANAGATAWARTAMANA, penghormatan terhadap jiwa-jiwa murni yang terbit dan selalu bertumbuh menuju sempurna, dengan konstelasi jiwa itulah ditempatkan harapan masa depan bangsa dengan pemimpin-pemimpinnya sebagai purusa-purusa penyelamatan zaman.
Tema ini mengandaikan pengutuban prinsip dua panduan mahadahsyat nirwritti (tiada berkecenderungan), nirprakriti (tiada berkodrat). Sebagai maheswara-maheswari (d.h.i. Siwa-Budha: papupuli Siwa-Budha panunggali sama jnana, posterior sinkretisme yang agung, mencakup seluruh kemampuan dunia pikir TIMUR-BARAT). Merasuk ke dalam perut parashaktimaya (ibu perawan sakti) "garbha dhatu", hadir di dalam "swayambhu lingga kundalini" (energi hidup murni tercipta dengan sendirinya). TAKSU berkenan mengambil vijanya yang baru [Garbha Dhatu Swayambhu Lingga Kundalini].
Substansi Desa
Secara simbolis dengan ‘makna yang bergerak’, dua panduan parashaktimayadesa substansinya diisi oleh dua quanta desa berkecerdasan supra: ADISTANA BUDAKELING (KARANGASEM) dan ADIDESA MAS (GIANYAR). Apapun hasil-hasil yang telah dicapai dari upaya pengembangan supremasi desa ideal dari akar sejarah atita-wartamana-anagata (masa lalu, sekarang, dan masa depan), secara progres hendaklah menjadi pendorong utama sejenis yantra atau mandala, untuk merenungkan kembali secara mendalam intensitas evolusi perkembangan jiwa bangsa dan bangsa-bangsa di dunia.
Desa pertama mewakili upaya progresivitas murni santa-smerti, terbit matahari-bulan di atas tahta mahkota kesadaran (representasi simbolik lokal: Hindu-Budha). Adalah Danghyang Astapaka (buyut Mpu Tantular) penemu citra pertiwi desa (Tejomayagni Astabajra). Desa "persembahan" yang terbit dari zaman asta-nripa, delapan kerajaan yang berpusat di Gelgel, di bawah pemerintahan raja-diraja brahmanarajya Dalem Waturenggong (abad ke-16).
Desa dijadikan kota satelit suci tempat pengembangan idealisme murni (Adicita) dan pelembagaannya yang supra (Adistana). Ia membawa amanat PEMBARUAN KALPA (BIG VISION). Mengikuti prosedur waktu penciptaan dan perancangan semesta (filosofis). Berujung pada gerak circle (yantra) pembangkitan jiwa: Dharmacakrawarti Atitanagatawartamana - Tarka Wyakarana Paramaguhya, yaitu dialektika pengembang pembangkitan roh murni bangsa, bahasa menuju sempurna (taksonomi). Menjanjikan ruang keleluasaan memasukkan ruh dari setiap universitas, tonggak sejarah mendirikan mahligai teratai di panggung surga (institusional).
IM OM Bajra netra ya hara-hara patalam hredi, Buka mata lihat mandala tercipta. Mandala, wilayah dharma yang kau ciptakan! Mandala hati yang telah mengalami penyucian pribadi dari segala bentuk patala, bencana yang menenggelamkan (termuat dalam Prasasti Trinadi Desa Adistana Budakeling, 2000; sumber: Sanghyang Kamahayanikan). Kita buka mata lebar-lebar agar menyadari kemuasalan sang "Kata" dan misteri dunianya: Witning sabda kamulaning dadi wong, Pada mulanya adalah Kata awal menjadi Manusia (Surat Kajang Masutasoma). Teks penciptaan kosmologi ini preambulnya sama persis dengan tesis "sungai entropinya" Matt Ridly dari sudut pandang ekologis-biologis. Persesuaian ini, dan dalam banyak contoh lainnya, merupakan INTERKOMUNIKASI DUA DUNIA: DUNIA LAMA DAN DUNIA BARU, prevalensi tinggi dari dua alam pemikiran yang berbeda, mistik dan sains dari dua belahan dunia Timur dan Barat.
Sebuah hulu bergerak menuju pusar, dewi bergerak ke arah purusa, slendro ke arah pelog, linguistik ke metalinguistik, fisika ke metafisika (proses metanoia moral). Pemusatan skala mistik terletak pada inti vija YA, anandakandapadma, yaitu tahta dewa di jantung. Susunan bunyi, aksara (warna), menunjukkan pola gerakan diagram lingkar YANTRA/ MANTRA: perputaran-percepatan-kenaikan, melintasi titik-titik artikulasi yang dapat diidentifikasi secara linguistik (fonetika-artikulatoris): Guttural-Palatal-Cerebral. Di mana kedudukan konsonantal atau pola-pola persukuan Kata—Ka-Tha (= aksara dua belas: Ka-Kha-Ga-Gha-Nga-Ca-Cha-Ja-Jha-Nya-Ta-Tha)—memainkan pera-nannya yang supra memutar "aksara dua belas" roda Dharma Cakra "Kuasa" Tuhan atas wilayah mandala ciptaannya [Kuantum "Ingsun" Aku].
Bali Surga, sebagai diakui dunia: the best island in the world. Dan di dalam sebuah prakata, Geoffrey Robinson (London) menyatakan kekaguman untuk tempat yang luar biasa ini tetapi ia juga mengungkap sisi kegelapan Pulau Dewata. Kini, Mahasurgalah: Jaya-jayangken mahaswarggaloka, Berjayalah negeri ini membangun kembali surga bumi yang cemerlang, sebagai yang dikehendaki oleh YUGA PEMBARUAN (Era Manusia Super). Dengan konstelasi jiwa itu kita dapat menghapus segala kesan negatif kemunculan obyek penderita, sekian lama bertungkus-lumus dalam penyakit merasa rendah diri di hadapan bangsa Barat. Bahwa ternyata kita adalah ahli waris peradaban tertua di dunia, yang tentu saja kita pun mewarisi gen nenek moyang yang sudah sangat maju peradabannya.
Bagi generasi pembaruan, khususnya para mahasiswa yang humanis, diarahkan guna memperoleh pengalaman, kesadaran, dan pemahaman prevalensi tinggi diturunkan dari tiga wilayah: seni, pikiran, dan bahasa. Wilayah di mana terjadi hubungan ontologis antara seni dengan pengalaman, pikiran dengan kesadaran serta bahasa dengan pemahaman, terdapat KEBENARAN YANG LUPUT DARI JARING METODE-METODE ILMIAH MODERN—kekeliruan metode ilmiah yang dipakai ilmu-ilmu tentang manusia modern terletak pada usahanya menangkap pengalaman hermeniutis tersebut berdasarkan parameter ilmiah, padahal dia berada di luarnya. Oleh karena itu, pengalaman, kesadaran, dan pemahaman yang jadi sasaran ilmu-ilmu tentang manusia menyatu dengan wilayah di mana pengalaman akan kebenaran yang unik tadi berada, wilayah yang dalam bentuk konkret disebut sejarah. Pengalaman ini menurut model Gadamer disebut PENGALAMAN HERMENIUTIS.
Pada kampus yang teberkati, fitur-fitur arketipe moral yang bercorak linguistis: Sabda dan atau Kata, terdorong ke arah pembentukan tubuh emas "mata ketiga" visioner menembus pandangan jauh ke masa depan (futuristik). Meraih supremasi ideal MAHLIGAI TERATAI UNIVERSITER d.h.i. KAMPUS UDAYANA. Dalam situasi demikian intisari energi "kelenjar pineal primordial" Ilmu Bahasa Bali (Manusia Bali) mengambil superposisi gelombang atmosfir Amanat Ibu Sakti (Tarka Wyakarana Paramaguhya). Dialektika pengembang pembang-kitan ruh murni bangsa, bahasa menuju sempurna. Reinkarnasi di Kampus Udayana. Kita harus berani membuka makna baru dan menciptakan wacana kita sendiri. Membuka paradigma baru dekonstruksi ilmiah (tesis), humaniora (antitesis), hermeniutik (sintesis), ke dalam sebuah hologram dunia baru pencerahan Prabhaswara Timur Raya: PsTR (Mahasintetis).
Kemungkinan PERLUNYA REVISI BESAR dalam ilmu-ilmu humaniora termasuk disiplin ilmu pendukung (antropologi, sejarah, linguistik, arkeologi, evolusi, paleoantropologi, mitologi, agama). Seperti kekhawatiran belakangan ini, semua disiplin akademis ini dipisahkan secara rapi ke dalam beberapa ceruk yang berbeda dan hampir tidak berinteraksi lagi satu sama lain. Dengan demikian, tidak pernah timbul pertentangan di antara disiplin-disiplin dan terciptalah jaminan kenyamanan bagi mereka yang berkutat di bidang pengajaran dan penelitian.
Kita harus mampu membuka cakrawala baru, DIALOG PUNCAK ZAMAN (GLOBAL): ADISTANA VERSUS ADIKUASA. Terutama peran loka bhasa, bahasa lokal yang berpotensi moral strategis tetapi terancam kepunahan. Ia harus bangkit mensuperposisi gelombang surgawi, merevolusi diri sebelum melaksanakan tugas besar: REVOLUSI MORALITAS NEGERI (Prasasti Parashaktimayadesa Adistana Budakeling Desa Panyatur Saren, 2009).
Desa kedua mewakili pusat sejarah perkembangan Agama Hindu-Siwa, setelah kedatangan Danghyang Nirarta (cucu Mpu Tantular) membangun pasraman di desa ini. Desa ini juga merupakan sentra budaya karesian, seni dan kerajinan. Belakangan menjadi salah satu PUSAT PENGEMBANGAN PARIWISATA GLOBAL untuk Bali dan Indonesia. Banyak harapan dunia yang ditumpangkan atas mandala ini terletak di wilayah "unggulan" Ubud.
Di mandala desa ini berdiri megah Pura Taman Pule Desa Adat Mas. Nama "mas" (emas), mengacu pada logam adimulia berwarna kuning yang berlambang Au (Aurum), dengan nomor atom 79 serta memiliki bobot atomnya 196,9665. Dalam bentuk kiasan ia melambangkan sesuatu yang tinggi mutunya, memiliki keterkaitan dengan sejarah desa ("adidesa") Bendesa Manik Mas. Di dalam Pura terdapat stana Siwa (juga Budha): Yan ring Weda kitawaking prabawa mantra ta ya lewiha len sake kita, Bilamana di dalam Weda Engkau (Siwa) berbentuk ONGKARA yaitu mantra yang sangat mulia tidak lain dari Engkau [Kakawin Lubdaka].
Ongkara, disebut juga OM (yang kudus, pusat batin); Nada (bunyi purba, prinsip pertama) - Vindu (tingkat menampakkan kegiatan, prinsip kedua) - Ardhacandra (tanda anuswara); Sang Hyang Pranawa-Tridewi (semua konsep timbul dari dan larut dalam suku kata kudus OM); Sang Hyang Kahuwusan Jati-Wisesa (sifat Siwais); Bhattara Buddhajati-Wisesa (Kalpa Budha). Siwa-Budha (konsep kemanunggalan tertinggi); Acintyapada (tempat yang tak terjangkau oleh konsep-konsep manusia) – Paramakaiwalya (ketera-singan tertinggi, tujuan terakhir Siwa-Budha) [Jnanasiddhanta].
Program Garba Datu, dengan lintasan "Mahawinduprasapta" Grebeg Aksara Prasada di Desa Mas ini, membawa kisahnya tersendiri tentang kemuliaan "emas ratna mutu manikam" Mahkota Surga Dunia.
Ketika Siwa (Shiwa), Sad Guru Pendiri Tantra-Yoga, yang menjadi tokoh besar peradaban manusia dan perwujudan kedamaian 7000 TAHUN LALU. Desa harus berani tampil mengambil hikmah kepandaian zaman memutar roda hidup melalui amal bakti, Cakrayadnya, menatap masa depan gemilang. Desa ini telah memulai KALPA BARU MILENIUM III TH 2000 dengan adat tradisinya (Perhatikan Prasasti: Karya Mungkah Mupuk Mapadudusan Agung, Saniscara Kliwon Kuningan, Tahun Saka 1922, 12 Agustus 2000).
Substansi pokok terangkai dengan tema perjalanan porses kreatif bangsa, GREBEG AKSARA PRASADA – MENAPAK BUMI NUSANTARA. Dengan momentum puncak kulminasi (misra): DWADASAPRADA ‘memutar aksara dua belas (aksara jantung)’ yang berkoeksistensi dengan yantra perjalanan ‘menembus jantung sang Waktu (Kala)’.
Tujuan dan Sasaran
Tujuan membangkitkan ENERGI MURNI "KUNDALINI" DESA-BUMI. Setidaknya dari dua desa yang mewakili (acuan). Melalui tahapan-tahapan: Menggali milik sendiri, membuka cakrapandang yang luas, mencari format unggulan masa depan, tampil mewarnai kebudayaan dunia yang adiluhung. Memimpin suatu pertumbuhan paradigma dunia baru, Pencerahan Timur Raya (Prabhaswarajnana), memenuhi panggilan Zaman. Melalui tahapan-tahapan kerahasiaan filosofi (adicita), taksonomi (adistana), perundangan (kertadistana).
Sasaran JIWA-JIWA MURNI YANG BARU TERBIT. Ia terdapat pada setiap insan (tidak terbatas umur) tua, muda, dan atau terlebih kepada anak-anak negeri. Sebagai keseluruhan yang memiliki jiwa selalu bertumbuh menuju kesempurnaan. Dengan konstelasi jiwa itulah ditempatkan harapan masa depan bangsa dengan pemimpin-pemimpinnya sebagai purusa-purusa penyelamatan zaman.
Keberhasilan di dalam pencapaian sasaran sangat bergantung pada kwalitas dan intensitas penerimaan setiap desa terhadap fenomena Mahasurgawi. Di sini kita dihadapkan dengan intensitas batin (mandala hati) yang unggul dan kreatif di dalam wadah pribadi dan desa yang teberkati. Kita harus memulai dialog puncak zaman ini dari "ATOM" DESA-BUMI: Bhawana (pikiran murni) dan Bhuwana (realitas dunia).
Harus ada desa supremasi yang dipersiapkan untuk tugas mahamulia KALPADESA ini guna memecah kebuntuan institusi dan instansi dalam praktek-prakteknya—cenderung korup dan mengalami reduksi otak—untuk mencapai sasaran yang luas: Kebahagiaan Semesta, terutama (harus ada keberpihakan) kepada rakyat yang mengalami derita abadi. Kenyataan historis sering dilupakan bahwa yang lemah tak akan pernah menang dalam persaingan dengan mereka yang sudah lebih dahulu kuat. Tujuan tertinggi hanya dapat tercapai dari pengalaman menanggung derita dunia. Semua dilandasi dengan kasih: Sih kwing hyang karunangku ring bhawana, kasihku kepada Tuhan sayangku kepada Dunia, dunia pikir tetapi juga dunia jagat raya [Raja Pustaka Nasional "Bhinneka Tunggal Ika" Sutasoma].
Bentuk Kegiatan
1. Samadhi Bhawana, membangun pikiran murni,
2. Grebeg Aksara Prasada, tapaktilas mengirab Raja Pusaka Nasional Sutasoma, Nagarakertagama, dan artevak-artevak kekunaan lain yang dimiliki oleh desa-pradesa,
3. Parum Param, dialog pembangkitan jiwa murni bangsa, proses metanoia moral,
4. Gong Tri Manikam, festival tiga gong mewakili puncak-puncak penciptaan zamannya,
5. Yuganadakalpa, pergelaran Repertorium Parba Jagat Nusantara Maha Bajra Sandhi,
6. Surat Rajah Gambar, pameran aksara, seni dan kerajinan,
7. Cakrawisnugranti, penghargaan Cakra dan Mudre diberikan kepada mereka yang kreatif berprestasi hebat satyam-siwam-sundaram, untuk sang pemimpin dan sang sujanasuda.
8. Lingacalaprabha, mendaki bukit menyongsong matahari terbit, gelimang cahaya pembaruan murni, menatap masa depan gemilang.
Skala Momen Ritus
1. Utpatikrama Prabhaswarajnana, waktu matahari terbit: Pencerahan Murni (Bhawana);
2. Alokabhasa, waktu kulminasi tengah hari: Pencerahan Penuh (Ritus Musik Pabali);
3. Sandyakala, waktu senja menyalakan lampu: Api Musik Bali (Ritus Musik Tri Manikam);
4. Tengahdalu, waktu kulminasi tengah malam: Memecah Kegelapan Desa (Ritus Musik Ongkara Dhwani);
5. Prabhaskara kembali ke matahari baru Prabhaswarajnana (esok hari), siklus Santa Smerti, terbit matahari bulan di atas tahta mahkota kesadaran, Dunia Damai Penuh Arti.
Hari Pelaksanaan
Pelaksanaan diawali dengan Pra-Parum Param, simposium awal penggenahan aksara mahkota, pada hari Pamacekan Agung 17 Mei 2010, bertempat di wantilan desa Mas Ubud Gianyar. Parum Param Simposium Metanoia Moral Pembangkitan Jiwa Bangsa diselenggarakan pada tanggal (H-1) 31 Mei 2010 di Fakultas Sastra Unud Denpasar. Dan pameran Surat-Rajah-Gambar berlangsung selama dua belas hari dari TANGGAL 1 S.D. 12 JUNI 2010.
Puncaknya, Grebeg Aksara Prasada Mengirab Pusaka Nasional Lontar Sutasoma, Nagarakertagama, dst., terlaksana pada TANGGAL 1 JUNI 2010, HARI LAHIRNYA PANSACILA, bersamaan dengan Hari Anak-anak Sedunia. Persis, sebagai dikehendaki, jatuh pada hari raya Anggara Kasih Medangsia, piodalan Brahma Lelare (Pura Patung Brahma Lelare di Pertigaan Desa Sakah, Gianyar). Suatu peristiwa kebetulan, lebih dari sekadar kebetulan biasa, dengan tingkat sinkronisitas hadir di titik-titik ajaib (miracle) yang sulit dipercaya.
Akumulasi dari seluruh perayaan menjadikan kegiatan ini sangat istimewa, berprevalensi tinggi, penuh hikmah dan tuah kesakralannya: BAJRA BUMI MAHASAMAYA. Suara bajra itu menggemakan (tangguran) nada-nada asali Tuhan, memberi isyarat (tengeran) Surga Masa Depan yang gemilang. Bajra bumi, mengandung arti, kesiapan setiap orang, baik di dalam keluarga, masyarakat suku dan bangsa, untuk menerima perubahan menuju kesempurnaan. Dan mahasamaya, untuk persahabatan supradunia (Lokal-Global).
Puncak pelaksanaannya memerlukan putaran penuh dan berlangsung tanpa henti (dari matahari terbit ke matahari baru terbit esok hari, 24 jam). Merupakan sirkel pancaran atau pencaran waktu kosmis yang berkaitan dengan entitas ber-"musik-linguistik-mistik" (Hologram Dunia Baru).
Tempat Pelaksanaan
Puncak pelaksanaan dipusatkan di DESA MAS, UBUD, GIANYAR. Durga dewi len ika sthananya ring padmambharaDewi Durga tiada lain stananya di mahligai teratai di surga (Nagarakertagama).
Pemberangkatan dimulai dari titik "0" TRINADI DESA ADISTANA BUDAKELING KARANGASEM (Utpatikrama), melalui PERTIGAAN BRAHMA LELARE DESA SAKAH pada puncak kesakralannya (ketika desa setempat mempersembahkan hari pangodal), menuju PUSAT DESA MAS UBUD GIANYAR (Alokabhasa).
Pertigaan Brahma Lelare adalah tempat untuk pertama kalinya, baik melalui kegiatan Grebeg Aksara Prasada maupun sepanjang sejarah bangsa, dua entitas pusat desa di Pulau Surga ini bertemu mendialogkan masa depan dunianya dan membangun kembali pilar-pilar Mahasurgawinya.
Etos Kerja
Yadnya Cakra, kerja pengorbanan (esensi yadnya) untuk suatu pembangkitan Jiwa Murni Bangsa dan Energi Kundalini Desa Bumi. Mereka yang melatih NISKAMAKARMA di dunia ini akan menyucikan diri mereka dengan ‘pekerjaan tanpa pamrih’. Tidak ada yang bisa menghalangi kekuatan getaran pikiran yang muncul darinya. Mereka yang orientasinya duniawi dan pekerja sosial tidak bisa memahami hal ini.
Manusia moral tidak mengusahakan apa yang paling penting bagi dirinya sendiri, melainkan, manusia justru mencapai PUNCAK EKSISTENSINYA dalam pengorbanan dan keterlibatan dengan sesama dalam keutamaan. Kata Aristoteles, yang paling luhur hanya dapat tercapai melalui penderitaan. Kebahagiaan diperoleh dalam usaha aktif, mengambil inisiatif, untuk mencapai tujuan luhur dan bukan dalam pasivitas.
Gong partisipasi kampus ideal desa-pradesa patut ditabuh untuk kebangkitan semesta Desa Yang Agung.
Pelaksana
Panitia "kerja sama" Tri Manikam terdiri dari unsur-unsur: Cakrawarti-pemerintah, Darmacakra-universiter, Darmadesana-inisiatif lokal, dalam hal ini kemurnian desa. DARMACAKRA PRAWARTANA MUDRA – PARBA JAGAT BALI JAGAT NUSANTARA.
(Granoka, Bapa Guru Mahabajrasandhi)
No comments:
Post a Comment