Rumah Ikan Asin

perempuan yang satu ini lagi mencari kesedihan dalam diri;
membayangkan sebuah rumah dengan ladang pinang, pohon nilam
dan barisan ngom, bila saatnya jemari menganyam kehangatan
buat tidur nanti.
perempuan yang satu ini membiarkan diri, duduk ditepi baring
memandang hati-hati barisan ikan yang tergantung,"maukah engkau kembali?"
ke laut yang tenang
aku telah dewasa, tak lagi menangisi yang lampau
lalu sendat itu riuh dibalik gerai jilbab
tak ada kesedihan di sini
walau tak enak, dibiarkan mata nampak saat angin menjenguk
memangnya hari tak miliki ratap pedih lagi
riwayat itu nak, rumah ini kokoh akan cerita kematian
membuai setelah kau putuskan: pergi dalam ketenangan
perempuan itu lagi mencecap garam
ditinggal angin saat terjaga di rumah berhiaskan ikan asin
digayut lelap dalam lampau rasa asin
ingatan! ingatan! nanti menua dalam hari lalu
tak satu serpih debu boleh membuat tetes airmata
kecuali, saat bayangan bebaring disebelahmu
berdinding ayun barisan ikan asin
mesra pedihku membiarkaan percik garam mengeringkan kepedihan

(cok sawitri, aceh 2008)

No comments:

Post a Comment