Jalanan Yang Memucatkan Warna..

Jalan yang semestinyalah meriah tetap muram, sungguh susah untuk mengatakan tengah ada diantara warna-warni penampilan manusia. Biarpun mereka telah memakai segala macam model busana, seakan hendak menantang para desain, berapa lagi kreasimu? kemarikan! akan kukenakan; baju, sepatu, topi sampai gelang kaki, semua hendak keinginan telah tumpah untuk mencoba, menjadi pemandangan yang semestinya menakjubkan, namun herannya tak lagi menggoda, kecuali sesekali di tepi jalan seorang perempuan gila, bersepatu basket, menggunakan rok panjang dengan memeluk keranjang, meneriakan,"'sayaaang.... sayaaaang" suara itu tanpa rasa kerinduan, tanpa kegetiran, namun membuat hati kelat, muram. Lalu di sela mobil yang memadat, seorang pengamen dengan make up seronok berlenggang-lengok menyanyikan lagu yang mengundang senyum," bapak-bapak ibu-ibu....siapa yang punya anak..."

bandung siang itu, seperti tengah memucatkan dirinya dalam keriuhan yang muram. segalanya memadat, segalanya merambat, wajah-wajah muda yang risau berusaha mencuri perhatian, bergerombol dengan menandai diri di bibir dan hidung dengan cincin, celana ketat dan tanpa henti merokok seakan tak takut kepada kepadatan lalu lintas, menyeberangi jalan. Tak juga menjadi wajah yang mencuri ingatan. Sebaliknya seorang ibu berusaha tersenyum menemani cucunya, yang berusaha menyamakan langkahnya di bawah deru keramaian yang sungguh menakutkan hatinya. Lalu tukang becak dengan wajah tembaga tak mengeluhkan sepatah katapun bahkan tak mencaci kepada keramaian, walau jalan kian lama menyepit bagi gerak hidupnya.

Semua seakan khusuk, mengherani kenapa semua penginapan penuh sesak, semua berusaha memaklumi, di akhir pekan demikianlah semestinya. Segalanya memadat, jalanan melambat. Tenda-tenda tetap didatangi langganan yang sama, para perantau yang berkantong tipis, tak akan berubah jumlah jualan walau sekiranya jalanan henti bergerak karena sesak. Semua seakan tumpah namun tak meruah, seakan tak terjangkau! Sebab kata seorang pelancong, membeli makanan sembarangan sangatlah rawan penyakit; tidak jelas kebersihannya.

Sebaliknya, cobalah menu makanan di sebuah cafe atau restauran pastilah daya cecap terenyuh muram. Makanan yang segar, dengan rasa khas kini sunda telah tertindas dengan berbagai merk rasa import.
Lalu cobalah memulai percakapan; ide-ide seperti melompat jauh, terlempar seakan ingin memenuhi seluruh ruangan bahkan harus menelan ludah bila tengah bercakap dengan seseorang yang berusaha menegaskan dirinya sebagai orang yang bebas dan berani, berusaha tak acuh namun gentar dengan pandangan masyarakat sekitar.sungguh, itu semua wajah yang semestinya gemerlap dan penuh warna.
Namun lihatlah tukang becak itu mengangguk, si perempuan gila itu terus berteriak,'sayaaaang...sayaaang'. Jalan yang muram dalam jejalan berbagai kendaraan hanya berputar di beberapa titik, selebihnya, jalanan lenggang memberi wajah yang lembut dan mencekam, seakan semua yang lain tengah menarik diri ke balik tembok, menulis dengan tegas: kami tengah istirahat dari keriuhan, maaf kamu tengah menimba kenyamanan. Biarlah hiruk pikuk itu menjadi tujuan yang mengherankan, memucatkan jalan... biarkan semua model busana dikenakan, biarkanlah.... sebentar lagi hujan turun, daun-daun masih berguguran, para pengamen tetap bernyanyi walau tak ada yang mendengarkan...

No comments:

Post a Comment