Cerita Serial: Kalki Bagian 11

Bagian 11


    Orang-orang bermata nyamuk, begitu anak-anak kecil menyebutnya, saat serombongan Tentara Negara Kota memasuki Lounge Bandara Kota. Tak ada yang takut pada penampilan mereka, yang menutupi mata dengan kacamata berlensa inframerah, yang dimodifikasi sedemikian rupa; sehingga nampak trendy. Sebaliknya, yang tua-tua segera maklum, ada sesuatu yang tak beres di bandara dan semoga saja tidak akan mengundang terjadinya baku tembak. Sementara itu, suara informasi penerbangan terus menerus terdengar seolah tak peduli Tentara Negara Kota tengah mengadakan penyisiran, "perhatian…perhatian, pesawat superandroidsonic tujuan bandara kota, pangkalan demarkasi barat segera diberangkatkan. Ini adalah panggilan terakhir…"
    Sukurlah orang-orang bermata nyamuk itu hanya sebentar saja di dalam ruangan, lalu ke luar dengan langkah cepat. Namun tak cepat membuat orang-orang dapat kembali bersikap wajar, ketegangan masih bergayut di semua wajah. Hanya anak-anak yang masih menyimpan kagumnya  nampak dalam tatapan mereka yang berbinar tak lepas-lepas memandang ke  arah pintu.
    Mata nyamuk itu sungguh seksi dimata anak-anak, tetapi menggiris hati bagi yang mengerti. Dalam gelap sekalipun tentara bermata nyamuk itu akan dapat mencari orang yang dikejarnya; hanya dengan sensor DNA! Semua jejak akan didapati. Artinya, ada bukti yang membuat para tentara bermata nyamuk mengejar ke semua tempat, termasuk area public netral seperti bandara ini!
    Penyisiran terus menerus dilakukan oleh Tentara Negara Kota; semua yang menjadi wilayah area kota klaim panglima tentara negara kota dan atau yang menjadi batas pengelolaan harus disisir superteliti! Itu penjelasan resmi dari jubir Panglima Negara Tentara Kota di televisi dengan suara datar hingga terdengar mirip ucapan terbata-bata.
    Diterjunkannya pasukan khusus dengan mata inframerah itu pertanda telah ada kebijakan yang bersifat tak pandang bulu! Mendatangkan rasa cemas dan semua kaum paham sekali bahwa kerusuhan kota nampaknya akan lama dapat diakhiri.    Tetapi sebaliknya, di berbagai kesempatan, terutama di ruang public, kehadiran pasukan khusus itu justru menjadi perhatian yang menyenangkan bagi anak-anak dan kaum muda; mereka keranjingan menjepretkan kamera lalu mengedarkan potret di semua link bagaimana pasukan khusus itu saat melakukan penyisiran; kiriman potret itu dibuat sebagai spam fungky yang tiba-tiba muncul menyela informasi resmi, mau tak mau harus sejenak diperhatikan dan  mengundang komentar lalu jadi perbincangan dimana-mana dan setelah sangat menganggu barulah otomatis diskip!
    "Situasi sedang tak nyaman…Mohon maaf, kami hendak memindahkan rombongan anda ke tempat yang lebih aman…" Kembang Gaduh mengawali percakapannya, Patik Gurun mengangguk sedangkan Panda Gasing melengak dengan kerut di dahi. Hanya beberapa menit setelah dirinya mengkonfirmasi menyetujui permintaan Kembang Gaduh untuk bertemu, Kembang Gaduh telah muncul di hadapannya.
    "Beberapa menit lalu serangan telah terjadi, belum diketahui motiv dan identitas pelaku, namun prediksi intelejen menunjukan analisa yang sangat berbeda dengan yang selama ini beredar di berbagai link…" Jelas Kembang Gaduh dengan suara datar.
    Patik Gurun tak segera menanggapi, hanya memandang Kembang Gaduh dengan hati-hati, "kapan sebenarnya kami dapat bertemu dengan Sang Guru?" Tanyanya dengan suara pelahan.
    Kembang Gaduh menjawab lembut, tanpa mengubah irama suaranya, "perayaan panen kami belum usai, mohon dinanti di tempat yang lebih nyaman dari pada wisma tamu ini…"
    "Kemana kami akan dipindahkan?" Panda Gasing bertanya mirip bisik. Kembang Gaduh tersenyum, menjawab dengan cepat, "kendaraan androidhybrida kami akan membawa anda semua ke pondok yang lebih dekat dengan penduduk Kaum Gunung…"
    Patik Gurun mengangguk, "berilah kami keterangan, mengapa serangan tadi membuat kalian begitu waspada, bukankah kerusuhan area kota selalu membias namun bukan kita tujuan intinya…"
    "Analisa intelejen kami mengatakan, ada sejumlah informasi yang menyatakan bahwa penyerangan ini tak berkaitan dengan faksi perusuh area kota…"
    Wajah Patik Gurun sedikit berubah, "maksudmu, kamikah kemungkinan sasaran…" Tanyanya dengan dahi terangkat tinggi, perkataannya mengambang, wajahnya nampak menegang.
    "Belum kami pastikan, namun lebih baik kita berpindah…" Jawaban Kembang Gaduh membuat Patik Gurun menarik nafas, memandang Panda Gasing dengan sorot mata menikam tajam. Para pengawalnya segera bergerak mengikuti Kembang Gaduh.
    Tak lama kemudian terdengar suara deru tipis, geletarnya terasa di atap seperti angin kencang. Kendaraan androidhybrida adalah kapal terbang siluman, dalam lintasannya tak nampak oleh mata biasa, dapat menyaru meniru suasana sekitarnya, mirip sifat kulit bunglon, namun bahan-bahan pembuat pesawatnya melewati kualitas super titanium, ringan namun bandel.
    Tanpa banyak tanya lagi, segera rombongan Patik Gurun menuju anak tangga yang telah luruh dari atas; diluncurkan bagai undakan dari atas langit. Undakan itu sungguh menciutkan hati. Menaikinya pun seperti melewati undakan di udara, terasa aneh ditelapak kaki, gravitasi seakan bekerja dengan begitu kuatnya. Namun anehnya tubuh tetap stabil, tak sedikit pun ada ungkitan dalam pergerakan tubuh saat melangkah kaki menuju undakan di atasnya. Panda Gasing sedikit memucat menaiki tangga langit itu namun Patik Gurun justru dilanda ketakjuban. Kendaraan yang dikenalnya selama ini di seluruh permukaan bumi sebagai kendaraan super cerdas adalah sedan pribadinya; rupanya kendaraan kebanggaannya itu kalah jauh dengan pesawat androidhybrida.
    Saat semua penumpang telah dipastikan berada dalam pesawat. Kembang Gaduh segera mengirim signal khusus ke berbagai titik pengawas dalam jaring pertahanan Kaum Gunung. Evakuasi cepat semacam ini harus dilakukan dengan cermat. Serangan lanjutan dapat saja terjadi dan wisma tamu terlalu dekat dengan batas ring kewaspadaan dan biasanya akan jauh lebih merepotkan dalam mengatasinya; informasi yang paling valid, ada upaya penyerangan secara brutal terhadap Patik Gurun dan akan menjadi skandal apabila itu terjadi di area Kaum Gunung.
    Inilah penerbangan androidhybrida yang pertamakali dirasakan oleh Patik Gurun juga oleh yang lainnya. Pesawat siluman yang terkenal karena menggunakan bahan bakar dari biogas tinja; hanya pernah dibahas secara gencar setelah perang tinja dimenangkan oleh Kaum Gunung. Pesawat siluman ini pernah diminati oleh semua para penguasa militer, namun bahan bakarnya sangat sulit didapat hanya dimiliki oleh Kaum gunung! Sehingga kepopulerannya lenyap oleh waktu.
Bahwa Kaum Gunung di demarkasi timur telah mengembangkan pesawat siluman yang digunakan membawa prajuritnya memasuki titik-titik pertahanan kaum kota, sudah lama diketahui namun sungguh menarik, kehebatan pesawat itu tidak menjadi focus perhatian semua kaum yang selalu memerlukan penguatan pertahanan; kisah pesawat siluman itu mirip ilusi, tak banyak yang mempercayai akan kecanggihannya. Namun kini Patik Gurun berada dalam pesawat itu, merasakan kehebatan dan serasa berada dalam keajaiban; benar-benar bukan ilusi! Dan ia berusaha duduk dengan tenang menyembunyikan ketakjuban di balik kaca mata yang demikian gelap lensanya.
    Sedangkan Panda Gasing beserta para pengawal Faksi Gurun hanya terdiam, kehilangan hasrat untuk bicara. Betapa laju pesawat ini tak memberi guncangan sedikit pun bahkan ketika pemberitahuan dari pilot bahwa pesawat akan segera tiba di wisma utama, para penumpang tak merasakan bahwa pesawat telah melayang demikian cepat, melewati kecepatan supersonik.
    Ah, Patik Gurun menganggukan kepalanya, menyalami petugas yang mengatur penghantarannya ke wisma utama. Sungguh, hatinya takjub luarbiasa dan memahami mengapa Kaum Gunung disegani bahkan oleh para Tentara Negara Kota.
    Sementara itu, Kembang Gaduh harus mengkoordinasi suasana di camp pengungsian. Segala macam informasi tidak mudah dipilah dengan cepat. Delapan orang yang ditangkap belum memberi keterangan yang memadai, masih mengalami shock akibat kelumpuhan saraf. Informasi dari Larung pun sederhana sekali: Sandya Hening dan rombongannya masih bersantai di wisma Pondok Mati. Lalu desas-desus pengejaran oleh pasukan khusus Tentara Negara Kota ke semua area perkotaan justru semarak dengan berbagai komentar nakal bahkan dilengkapi dengan potret-potret yang spam yang lucu-lucu; disebarkan secara terus menerus oleh anak-anak muda yang sudah barang tentu, tak peduli bahwa kelakuan mereka mengganggu lajunya informasi.
    Kembang Gaduh menengadah menatapi langit; berusaha memikirkan, berusaha menerka-nerka apa sebenarnya yang tengah terjadi, apa sesungguhnya semua ini? Jika faksi perusuh kota itu dari separatis maka akan jelas terjadi perlawanan dari berbagai penguasa kota. Kalau itu dari internal sistem mereka, maka pihak penguasa kota tengah mengubah jalan keyakinan mereka, mereka memanipulasi kaum kota untuk kelanggengan kekuasaan faksi tertentu?
    Letupan di langit tiba-tiba membuat Kembang Gaduh tersentak. Kembali ada serangan di dekat demarkasi, kali ini pastilah Bom gas airmata. Segera tabletnya memberi laporan perubahan suhu dan arah angin. Benar dugaan Kembang Gaduh: Bom Gas airmata! Segera ring pembatas difungsikan, seluruh area kaum gunung segera tertutup oleh kabut. Bau aneh menyebar begitu tipis.
    Sedangkan saat itu, Patik Gurun tengah memasuki ruangan wisma utama yang kata Kembang Gaduh ada dalam area hunian kaum gunung! Dengan hati-hati seorang pengawalnya membuka jendela, Patik Gurun ingin melihat seperti apa wajah pedalaman area Kaum gunung; ah, hamparan ladang jagung menyambut tatapan matanya lalu di arah yang lain barisan bukit dan suara ternak yang tengah merumput menjerit sesekali ditimpali rincik air seakan bersahutan dengan deru angin yang menggesek pohon-pohon. Patik Gurun meminta jendela kembali ditutup sebab desir angin membawa rasa teramat dingin ke pori dan matanya.
    "Bapa, jika ingin mengetahui keadaan sekitar, profile kaum gunung dapat dilihat dari televisi mereka…" Seorang pengawal menunjukan fasilitas yang ada dalam wisma utama. Patik Gurun hanya mengangguk, melambaikan tangan ke arah Panda Gasing, agar mendekatinya, "kamu lihat sendiri, bagaimana kesigapan dan fasilitas yang dimiliki kaum gunung?" Begitu dalam suara Patik Gurun memulai pembicaraan. Panda Gasing mengangguk, dahinya berkerut samar, nampak sedikit rikuh.
    "Kamu paham kenapa aku ingin menemui Sang Guru?"
    Panda Gasing menunduk. Patik Gurun menghela nafas, wajahnya nampak berubah, hatinya kadang galau menghadapi Panda Gasing, yang tak pernah belajar dari pengalaman, "di gurun, pandangan kita terbatas. Kita merasa kitalah yang paling kuat, semua nomad kita kuasai, semua asset pertambangan kita yang dapat, tetapi kita tak memiliki banyak manusia pintar, kita mewarisi kesibukan peperangan dari semua leluhur, kita keturunan yang hingga kini tak pernah secara sungguh-sungguh selesai dari tradisi peperangan…"
    "Bapa…Aku mengerti, tapi kaum gunung memilih menerima Sandya Hening dibandingkan dengan kita…Padahal, sudah pernah kujelaskan melalui kurir kepercayaan Sang Guru bahwa pemimpin agung Kaum Putih adalah Bapa…"
    Patik Gurun menghela nafas, matanya menjentikan binar pengertian, "Iya, itu memang akan terjadi, sudah terjadi! Aku pemimpin Kaum Putih, tetapi semua faksi berkhianat dan bahkan melupakan kebaikan kita. Kita menyokong perekonomian mereka, namun mereka tak mau menganggukan kepala sedikit pun kepada kita…"
    "Sandya Hening yang memecah persatuan, lalu meninggalkan kampung kuilnya, karena takut semua faksi menyerbu ke sana…"
    Patik Gurun menggeleng,"kamu salah sangka persoalan ini…Sandya Hening dengan kampung kuilnya bukan faksi lemah…"
    "Bapa, kerusuhan kembali terjadi…" Tiba-tiba salah satu pengawal mengangsurkan tablet, menyela pembicaraan Patik Gurun dengan Panda Gasing, "kerusuhan di dekat demarkasi…Kaum nelayan mengirim pernyataan ancaman, karena yang terkena Bom Gas Airmata adalah truk-truk pengiriman ikan milik mereka…"
    Patik Gurun mengerutkan dahinya, "coba kontak Borus…katakan dari aku…" Perintahnya dengan dahi terangkat tinggi. Kaum Nelayan bukanlah tipe pemarah. Pasti terjadi sesuatu yang membuat Borus tersinggung, pikirnya penuh dugaan.
    "Link kaum nelayan mengalami hablur…"
Penghabluran adalah tanda tak mau dikontak dan itu adalah isyarat telah terjadi sesuatu yang membuat suatu kaum menutup diri dari kontak komunikasi.
    "Koordinat kerusuhan itu tepatnya dimana?" Disela keheningan Panda Gasing tiba-tiba berucap, dengan nada bertanya mirip kepada dirinya sendiri.
    "Di area demarkasi, di food hallnya…"
    Lalu Panda Gasing membuka tabletnya, wajahnya nampak tegang, kerudungnya bergerak-gerak. Patik Gurun sebaliknya, nampak tenang dan melangkah santai ke semua ruangan di wisma utama.
Sementara itu, di Gerbang Perbatasan, Kembang Gaduh melayangkan tubuhnya, bergerak cepat ke arah pos yang terletak di garis batas terdepan area Kaum Gunung. Firasatnya mengatakan serangan hebat akan tiba. Segera begitu kaki Kembang Gaduh menjejak di tangga pos pengawas, tanpa menghiraukan sapaan petugas jaga, diusapnya layar pemantau keadaan, semua tombol kendali diawasi oleh petugas-petugas terpilih, yang kewaspadaannya telah teruji.
    "Segera tembok pengungkit disiagakan!" Perintah Kembang Gaduh dengan suara tercekat.
Kabut makin menebal. Angin mendesir membagi rasa dingin. Hampir pasti jika saat itu melangkah memasuki jalan-jalan di area kaum gunung akan kesulitan melihat jalan dan arah, karena kabut tengah menutup semua celah pemandangan. Tetapi dengan mata nyamuk, musuh akan melihat sasaran dengan mudah dan tepat.
    Kembali percik api memedar di langit, menjatuhkan rintik api yang merembes dengan kemilau yang memecah kabut tebal menjadi pemandangan yang menyeramkan. Lalu suara mirip guntur terdengar bertubi-tubi, memekakan telinga dan memberi guncangan teramat hebat.
    Kembang Gaduh tersenyum dingin, dugaannya tepat. Segera ia memerintahkan serangan balik yang tepat sasaran; pelumpuhan ke area posisi penyerang, yang dibalas dengan serentetan tembakan cahaya yang bertujuan melumpuhkan! Target Kembang Gaduh adalah menangkap hidup-hidup pelaku penyerangan lalu mengintograsi untuk mendapatkan informasi yang paling memungkinkan buat memahami sebab-sebab kerusuhan kota.
    Namun sebelum pasukan khusus Kaum Gunung bergerak menangkap pelaku penyerangan yang telah dilumpuhkan, kembali tembakan beruntun dengan sinar biru melayang di langit, kembali menimbulkan percikan api yang menggetarkan langit. Rekasi Kembang Gaduh begitu dingin dan menekan sebuah kenop; maka perisai penahan serangan segera berkembang. Saat itulah dengan cepat pasukan khusus kaum gunung melayang dari balik-balik perisai , kecepatan lari dan kesigapan mengubah debu menjadi kristal menimbulkan pedaran biru menutupi semua tubuh saat terjadi pergerakan. Tak lama kemudian tablet Kembang gaduh bergetar: penyerang dapat diamankan dalam kondisi koma!
    Begitu pula di area Demarkasi situasi masih tegang, walau perusuh terhalau dengan cepat oleh pasukan Tentara Negara Kota, namun korbannya adalah tujuh truk penuh ikan milik Kaum Nelayan dengan sepuluh orang terluka; tersambar tembakan cahaya di bahu dan dada, yang mengakibatkan lumpuh di lengan dan  jatuh pingsan saat dievakuasi.
    "ketika zaman kali mencapai puncaknya, ketika lapar tak menemukan makanannya, para pemangsa pikiran menjadi nyata, saat itulah mari menyambut Kalki…"
    Kembang Gaduh menoleh, suara itu! Keluh hatinya begitu dekat, teramat dekat, seakan yang menyanyikan berdiri di jalan yang tertutup kabut tebal. Dengan tenang Kembang Gaduh mengusap layar pemantau; mencari datangnya arah suara. Hingga beberapa menit, tak ada signal menunjukan arah datangnya pengirim suara.     
    Pori-pori tubuh Kembang Gaduh tiba-tiba mengembang; aneh! Tak ada tanda layar pemantau, pengendali jejak mengalami gangguan. Petugas jaga yang tengah berkosentrasi dengan semua layar pengendali ditolehnya dan sungguh menakjubkan, sebab para petugas itu pun ternyata juga saling menoleh seolah membenarkan telah sempat mendengar suara nyanyian! Maka tanpa diperintah semua layar pencarian difungsikan, tujuannya mencari arah datangnya pengirim suara, namun hasilnya nihil.
    Sandya Hening!
    Kembang Gaduh terhenyak sejenak, pikirannya gemeretak, segera ia melesat, melayang diantara kabut, menerobos perisai yang terus melentikan percikan bunga api disebabkan serangan tembakan cahaya yang belum juga berhenti, membuat api merintik lebat bagai hujan dijatuhkan dari langit. Firasat itu, keluh hatinya, firasat itu. Betapa selalu terlambat dibaca…..

(BERSAMBUNG)

Komedi: Air Adalah Anugrah

seorang pemimpin di daerah yang kerap kena banjir, di musim penghujan memanggil semua stafnya, dengan wajah berkerut memberi peringatan; jangan membuat proyek, kegiatan yang dapat menjadi sebab adanya banjir, paham? Jangan sampai seperti tahun lalu, dua tahun yang lalu, sebab tahun depan saya akan kembali mencalonkan diri, karena itu jaga citra saya, tegasnya dengan suara setengah mengancamkan. Semua stafnya mengangguk-angguk, kecuali satu orang dengan senyum manis mengancungkan tangan. Pak, katanya dengan suara manis, bapak tidak usah tegang; citra bapak akan tetap ngencorong walau tahun ini banjir melanda di seluruh kota, percayalah, bapak akan tetap terpilih!

Apa??? Dengan gundah pemimpin daerah itu menggebrak meja: saudara ini mengerti apa tidak politik pecintraan? mengerti tidak apa dampaknya jadi bulan-bulanan pers seperti tahun lalu? lawan-lawan politik saya menyerang, sedangkan saudara tenang-tenang menikmati fee keuntungan proyek, mana pernah naik koran dan televisi soal begituan? survei mengatakan kepercayaan publik kepada saya gara-gara proyek gorong-gorong itu menurun drastis. Ingat! Jika itu terjadi, saya tidak akan segan-segan membuat saudara ada di pojokan gorongan, tanpa jabatan, tanpa tunjangan.....

Pak, tenang, pak, tiba-tiba seorang staf lain menyela, tersenyum lebar; kita sudah menemukan solusi dan strategi; proyek dan kegiatan apapun akan tetap berjalan, jika terjadi banjir tidak akan terjadi apa yang bapak khawatirkan. Percayalah, Pak...

Melihat senyum lebar manis itu, pemimpin daerah itu melunak dan bertanya pelan: solusi dan strateginya, apa? Lalu dengan ganjen staf itu bertepuk tangan, tak lama muncul dari balik pintu empat staf dengan wajah sumingrah dengan spanduk besar yang sudah dibentang yang bertuliskan: TERIMA KASIH, KEPADA SEMUA MASYARAKAT YANG TELAH MENERIMA BANJIR TAHUN INI, SEMOGA AMAL KEBAJIKANNYA MENDAPATKAN PAHALA YANG SETIMPAL DARINYA, SEBAB MENURUT KEYAKINAN APAPUN, BANJIR ADALAH AIR, AIR ADALAH ANUGRAH.....

(berlatih standup comedy)

Telur Katak Betina

TELUR KATAK BETINA

pulang menyarang di bawah teratai kecebong lepaskan kulit
nah, aku seekor katak telur ibuku!
penghujan riuh mari bernyanyi
aku betina anak-anakku telur pecah
suara-suara keras melawan deras
melecut kebisuan jadi sarang
ibu, telur yang mulia tinggal kulit melayang dipermukaan air
mari mengenang ngidam waktu mengedan menebas rangkaian
sebab dari telur, maka ibuku tinggal kulit dan belulang
karena itu di sini tak ada panggilan ibu!

pulang menyarang juga nyanyian dalam deras hujan
bapa kami adalah telur pecah diberkati di kolam penghujan
dahulu, kini sampai kematian nanti
kecebong-kecebong itu merayakan renang pertamanya
matanya menyala dari ujung ekor hingga dahi
makanlah selagi masih sebagai tulang rawan
satu dua sisakan nyanyian diulang-ulang
bukan kulit telur belulang pecah
tapi ibu dan bapa dimuliakan sebutan
bukan sarang kelahiran telur-telur kematian
tak miliki kelahiran…

(THE END, puisi Unreg, cok sawitri)

Cerita Serial: Kalki Bagian 10

Cerita Serial: Kalki
Bagian 10


    Bagaimanakah engkau mencari sebab dari hilangnya peradaban kemanusiaan ini? Sandya Hening dengan lentur melayangkan tubuhnya mendahului Larung lalu berhenti dengan dengan anggun.
    Larung tersentak, tak menyangka gerakan Sandya Hening begitu tipis dan halus, hampir tak terduga, "ada apakah?" Dengan mata penuh tanya ditatapnya Sandya Hening yang tersenyum lapang, "Tunggulah beberapa menit lagi, kita berdiam sejenak di sini…Perhatikan baik-baik tabletmu…"
    Pori-pori Larung mengembang, nalurinya mengatakan, Sandya Hening memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menebak kejadian yang akan datang. Dan tabletnya benar menyala, perintah Kembang Gaduh agar Sandya Hening dibawa melewati jalan bawah tanah segera dilakukan, sebab Patik Gurun dengan rombongannya tengah menanti izin di batas koordinat Sembilan untuk memasuki area Kaum Gunung.
    Dengan senyum lembut Sandya Hening kemudian mengikuti isyarat Larung menjejak ke arah kanan, melewati ladang tembakau lalu berhenti di depan sebatang pohon beringin tua, entah apa yang disentuh Larung, tiba-tiba di depan beringin tua itu tanaman-tanaman menyibak, dan lorong lebar menyuruk ke bawah, "mari…" ajak larung.
    Rombongan Sandya Hening yang dipandu oleh Larung lenyap ke balik tanah. Hujan deras turun dan nyanyian itu terdengar begitu lembut, berkisah tentang langit yang menitipkan hatinya ke bumi. Lalu desau angin begitu keras seolah hanya alam yang bernyanyi. Derap kereta kuda terdengar silih berganti dengan kendaraan lainnya, kemudian begitu gemuruh saat sebuah truk besar lewat. Para peladang telah usai memanen sayur-sayuran, agaknya telah bersiap menuju pasar bersama, yang terletak di koordinat 10 dekat dengan area demarkasi.

    Sementara itu Kembang Gaduh dari kejauhan dengan tenang memandang rombongan Patik Gurun yang masih terhenti di depan gerbang pembatas. Ada enam kendaraan double cabin dan sebuah sedan anti peluru, kendaraan yang telah mengalami injeksi sempurna, dalam kondisi tertentu dapat difungsikan untuk terbang rendah juga sebagai kapal cepat jika melewati perairan, kendaraan-kendaraan semacam itu, kendaraan multifungsi, generasi optic dari amphibian, hanya mampu dimiliki faksi kaya yang memiliki asset penambangan minyak. Kendaraan-kendaraan itu digunakan untuk perjalanan jauh buat menghindari pelintasan demarkasi, dermaga dan bandara.
    Panda Gasing, si pemeluk teguh, dengan kerudung keemasan nampak mondar-mandir di sekitar sedan anti peluru yang diduga Kembang Gaduh; didalam sedan itu pastilah Patik Gurun! Pemimpin faksi gurun dari kaum putih yang mengaku telah sah menjadi pemimpin seluruh faksi kaum putih? Pastilah, perjalanan yang panjang telah ditempuh oleh mereka, melewati beberapa area yang cukup rawan. Namun Faksi gurun memiliki jaringan kuat dengan jaringan teroris maupun separatis, sehingga keberadaan mereka kadang dengan begitu mudah di berbagai wilayah, lalu hilang lenyap entah sembunyi dimana. Dengan asset pertambangan minyak yang gemuk, faksi gurun memiliki kekuatan untuk melakukan lobi tingkat tinggi ke berbagai penguasa tentara di berbagai kaum di berbagai wilayah permukaan bumi. Bukan rahasia lagi, sejak lama, faksi gurun dicurigai memiliki ambisi untuk menjadi penguasa beberapa wilayah di demarkasi utara, namun karena perbedaan ideology tantangan terus menerus menghalangi keinginan mereka itu bahkan dalam persekutuan internal kaum putih, faksi gurun kerap menghadapi perlawanan yang keras.
    Namun, siapapun faksi gurun itu, para petugas perbatasan kaum gunung dengan wajah beku seolah tak paham akan siapa yang datang di hadapan mereka melanjutkan tugasnya; diam bagai patung dan tak perlu memberi basa-basi; sikap para petugas itu hanya berdiri tegak saat rombongan faksi gurun menghentikan kendaraan mereka, tak ada yang nampak diantara para petugas itu terintimidasi dengan kegelisahan Panda Gasing yang seakan merasa patut ditakuti, ia yang paling pertama ke luar dari kendaraan, kerudungnya berkibar diterpa angin. Hanya satu petugas yang kemudian menyapa lalu bicara dengan juru bicara rombongan Patik Gurun, bukan dengan Panda Gasing.
    Sementara itu, Sandya Hening sungguh tak menutupi kekagumannya. Kaum gunung mendekati sempurna mengelola wilayahnya. Kaum Gunung di Demarkasi Timur memang berbeda gaya dengan kaum gunung di banyak wilayah lainnya. Sang Guru konon memiliki usia hampir seratus tahun dengan wajah bersih dan mata cemerlang, namun sangat jarang menghadiri pertemuan publik; kaum gunung selalu menghadirkan wakil Sang Guru dalam berbagai koordinasi tingkat tinggi antar para pemimpin kaum. Kaum Gunung dikenal sejak lampau memiliki sikap yang tegas dan cenderung tertutup terhadap kaum lainnya. Apalagi setelah perang tinja, hampir semua kaum jadi segan dan jerih terhadap kaum gunung, yang profile kaumnya memberi kejelasan akan kesungguhan mereka untuk bekerja keras bagi kehidupan kemanusiaan.
    Kaum pekerja di wilayah kaum gunung bukanlah faksi, namun semuanya menjadi warga kaum. Dari tukang besi hingga tukang jahit, dari petani hingga peladang, pengurus air hingga penjaga hutan, lalu peternak hingga ahli-ahli pengobatan, begitu beragam keanggotaan mereka disatukan dalam satu sistem keamanan yang sungguh membuat banyak kaum lain kadang tercengang-cengang, apa yang menyatukan mereka dengan begitu kuat dan setia? Kaum gunung di beberapa wilayah lain masih memiliki ketegangan internal, walau secara mudah diatasi, namun konflik mereka kerap meletup, diduga itu disebabkan tak ada pemimpin sekuat Sang Guru seperti Kaum gunung di demarkasi timur.
    Lorong itu begitu sejuk dan tanpa terasa langkah kaki tiba-tiba dihembus  oleh cahaya putih yang menyilaukan, seketika mereka menghentikan langkah, hanya sejenak untuk memberi mata berkesempatan beradaptasi, hanya sesaat keadaan itu mereka lakukan, kemudian Sandya Hening terkesima luarbiasa saat matanya terbebas dari silau. Saat tiba di pintu lorong, saat melepas pandangan secara bebas; pemandangan dihadapannya sungguh bagai mimpi; gunung-gunung yang seolah berderet bagai benteng lalu hutan lebat dengan gemuruh penghuninya, lembah yang indah dengan barisan pondok diantara sela-sela ladang dan sawah, aroma tanah yang memberat dalam tarikan nafas….
    "Inikah pondok rahasia itu?" Dalam hati Sandya Hening berucap, pori-porinya mengembang, ada yang meruam dalam permukaan kulitnya. Dalam risalah-risalah rahasia, sejak dua abad lalu, kaum gunung demarkasi timur bekerja keras membangun hunian rahasia yang konon dibangun oleh para ahli yang sulit dipercayai dengan logika. Bahkan pencapaian kemampuan para pembangun pondok rahasia itu disebutkan dalam risalah-risalaha rahasia telah melampaui kemampuan para tetua kaum putih.
    Oh, alam impian
    Surga dibumi itu
    Membumilah surga
    Yang dimimpikan bukanlah mimpi
    Yang tak nyata, dinyatakan
    Bukan ayat kosong
    Yang dibualkan kaum agamawan
    Sibuk menceramahkan surga
    Lupa jika surga itu dibumi

    "Kita dimana ini?" Sandya Hening tak mau larut dalam kagum. Larung mengangguk hormat, "Kami menyebut tempat ini sebagai Pondok Mati…"
    Sandya Hening tersenyum dengan mata berkaca-kaca, " begitu indah yang kalian sebut pondok mati itu…" Ucapnya tergetar, "tidur yang panjang adalah bagi pikiran, bukan bagi badan. Pikiran yang istirahat akan memberi kebaikan bagi semesta…"
    Larung mengangguk dan tersenyum tipis, " para guru bertempat di area ini, ini sesungguhnya area pelatihan bagi kami…"
    Elang-elang nampak bertengger di dahan-dahan, beberapa ekor burung merak tiba-tiba melesat dalam gerombolan yang mencengangkan mata, memperlihatkan keindahan bulu-bulu mereka. Lalu landak-landak nampak menyusup di bawah semak, lalu trenggiling bagai bola liar meluncur ke berbagai arah, kupu-kupu berbalapan dengan capung-capung emas. Suara burung, suara serangga; keriuhan itu kadang lenyap seketika berganti dengan deru suara bambu, lalu hening seperti nafas bayi yang lelap.
    "Di sini tak diperkenankan menggunakan kendaraan, kereta sekalipun. Jika usai panen, hanya kuda dan kerbau yang digunakan sebagai alat pengangkut…" Larung menjelaskan saat mengajak Sandya hening memasuki bantaran jalan tanah. Sesekali nampak orang-orang tua lewat dengan langkah-langkah lembut, memberi anggukan samar, lalu melanjutkan langkah ke arah yang berbeda-beda.
    Jalan setapak itu kemudian dilanjutkan undakan tanah, yang memberi kesadaran bahwa langkah kaki terus menurun, seperti usia yang akan mencapai dataran lembah, kematian tubuh. Desau tanaman-tanaman, rincik air, kolam-kolam penuh air dengan teratai warna-warni lalu desau keharumam cempaka nampak membuat segala yang dipandang menjadi cemerlang. Para remaja yang nampak tengah bermeditasi dengan posisi setengah melayang diawasi oleh para guru yang duduk seakan tak peduli. Lalu di tiap pondok yang dilewati terdengar suara jantera diputar, suaranya silih berganti seperti irama yang tak putus. Para penenun itu begitu khusuk memintal benang bagai meniru putaran bumi.
    "Mari kita istirahat dulu…" Larung menunjuk sebuah pondok di arah utara dekat sebuah kolam, Sandya Hening mengangguk dengan keharuan luar biasa. Keheningan itu, kedamaian itu terasa menyentak-nyentak menerobos ke relung hati.
    Beberapa orang dengan senyum dimata telah menanti kedatangan Sandya Hening, beberapa pengikutnya dipersilahkan pula memasuki pondok-pondok yang terletak sebelah menyebelah dan hidangan segera datang. Sungguh sikap yang lembut dan santun.
    Larung berpamitan untuk melaporkan kedatangan Sandya Hening kepada Sang Guru, tak ada siul elang yang melengking, sungguh, di pondok mati segalanya begitu menentramkan, segala seakan melembutkan hati dan mengalir bagai air yang tenang.
    Sementara itu rombongan faksi gurun mulai bergerak melewati gerbang perbatasan, dikawal Kembang Gaduh dengan prajurit pendam menuju perhentian di dekat camp pengungsian; sebuah wisma penerima tamu yang disiapkan bagi para utusan untuk kegiatan koordinasi tingkat tinggi telah siap menyambut kedatangan Faksi Gurun.
    Panda Gasing nampak sudah tenang, wajahnya sumingrah saat turun dari kendaraannya, segera dia melangkah disebelah Kembang Gaduh yang mengenalkan para petugas di wisma tamu dengan suara lembut. Dan setelah dirasa aman oleh para pengawal Patik Gurun yang melakukan pemeriksaan ke dalam ruangan-ruangan; barulah sang pemimpin faksi gurun ke luar dari kendaraannya, penampilannya khas faksi gurun; dibalut kerudung putih bertepi emas, yang ujung-ujungnya hampir terjuntai menyentuh tanah. Patik Gurun tak menutup wajahnya dengan kerudung seperti yang lainnya, namun matanya ditutup kaca mata hitam dan nampak jemarinya dihiasa beberapa cincin.
    Kembang Gaduh memberi penghormatan secukupnya dan mempersilahkan rombongan Patik Gurun untuk beristirahat yang segera memasuki ruangan. Beberapa pengawalnya tetap bersiaga di luar . Kembang Gaduh hanya mengangguk dan memaklumi sikap waspada para pengawal Patik Gurun. Lalu dengan langkah cepat Kembang Gaduh menuju pos penjaga wisma, memberitahukan secara singkat pengalihan tugas pengawalan.
    Siul elang melengking-lengking seperti menebas mendung di langit. Panda Gasing berdiri di dekat jendela memandang ke sekitarnya. Ruangan itu senyap sebab Patik Gurun duduk dengan berdiam diri, menikmati minuman hangat dan penganan kecil, sepintas seolah tak peduli dengan sikap Panda Gasing yang terkesan tegang dan waspada.
    "Kaum Gunung selalu memiliki cara untuk membuat kesan seakan-akan orang lain tak tahu apa-apa tentang sikap mereka. Aku yakin sekali, pengungsian keluarga Sandya Hening yang diterima dengan sangat baik adalah isyarat bahwa kaum gunung tahu banyak soal kerusuhan di area perkotaan dan pastilah juga paham dimana Sang Penyanyi berada…"
    "Jaga kata-katamu…." Patik Gurun menyela dingin, setelah membuka kaca mata nampak matanya cekung ke dalam.
    "Kaum nelayan melakukan pembersihan di semua teluk dan perhentian kapal, dan mereka itu memiliki hubungan mesra dengan kaum gunung…"
    Patik Gurun menghela nafas, "belajarlah membuat analisa yang cerdik…" suaranya mengandung teguran, "sikapmu melupakan keadaan di sekitar, ini bukan di wilayah kita. Kaum Gunung Demarkasi timur, bukan kaum gunung seperti para nomad di wilayah kita. Mereka ini terkuat dalam koordinasi dan paling siap untuk melakukan perang panjang…"
    Panda Gasing mendesah, wajahnya memerah, "Mereka tak memiliki keyakinan…"
Patik Gurun menghela nafas kembali, mengulapkan tangannya, beberapa pengawal segera datang, diperintahkannya untuk memeriksa kamar, "aku harus membersihkan diri, perjalanan jauh ini membuat seluruh otot kita tegang, istirahatlah…kita segarkan diri dan dalam batas tertentu kita aman di sini…"
    Panda Gasing mengangguk, lalu duduk menghentak seraya membuka tabletnya. Bibirnya berkerut-kerut dan dahinya terangkat. Link penjual informasi dikontaknya dengan cepat, segera dia memberi tanda siap membayar informasi terkini mengenai kekuatan Kaum Gunung Demarkasi Timur dan akan ditambahi bonus jika memberi informasi dimana posisi Sandya Hening…..
    Kembang Gaduh tak pergi jauh, tak akan pergi jauh. Dari posisi yang tepat, ia mengawasi wisma tamu. Dalam koordinasi tingkat tinggi melalui link khusus, beberapa informasi memperingatkan Kembang Gaduh bahwa Panda Gasing sebagai calon pewaris Patik Gurun memiliki karakter yang sulit ditebak. Beberapa analisa malah mensinyalir, Panda Gasing ikut bermain untuk mendukung faksi perusuh di berbagai kota. Walau sulit membuktikan dugaan itu namun banyak pihak mengetahui bahwa Panda Gasing kerap menyediakan tempatnya untuk persembunyian kaum separatis.
    Kerusuhan di kota tidaklah mudah kini menebak-nebak apa motivnya, penembakan misterius kerap terjadi, kampus klasik beberapa kali disasar peluru cahaya yang melumpuhkan walau Pemilu Kota sudah ditunda dan hampir dipastikan telah terjadi konsolidasi antar pemimpin kota dan gerakan pembersihan makin gencar dilakukan oleh Tentara Negara kota, letupan serangan masing sering terjadi, aliran listrik kerap terputus dan jumlah korban entah sudah mencapai berapa banyak, tak banyak yang tahu, pergerakan pengungsi tak lagi banyak, sepertinya area kota mulai kosong dan warganya ke luar menuju camp-camp pengungsian terdekat.
    Kembang Gaduh tak mau memikirkan lebih jauh, mengapa Sandya Hening mengajak faksinya mengungsi hingga jauh ke wilayah demarkasi timur? Lalu Patik Gurun tiba-tiba muncul. Semua seolah terjadi secara wajar ditengah situasi area perkotaan yang sedang rusuh dan mencekam.
    Melesat satu informasi di tablet Panda Gasing: Sandya Hening mengadakan pertemuan dengan Sang Guru di suatu tempat yang dirahasia! Informasi mahal itu jelas didapatkan dari camp pengungsian. Dengan langkah tergesa ia memasuki ruangan, hendak menemui Patik Gurun namun para pengawal menahan langkahnya, "Bapa sedang istirahat…"
    Panda gasing melenguh, membalikan tubuhnya. Pikirannya berdenyut. Khianat! Dan tentu saja diplomasi yang akan dipakai jalan untuk membuat Sandya Hening tak bergerak lebih jauh. Panda Gasing mengedik dengan jemari bergetar diremasnya rambut, dibukanya kerudung, dihempasnya ke lantai. Lalu dia memegang tabletnya. Melakukan kontak dengan banyak link. Lalu tercenung-cenung cukup lama. Kembali melanjutkan menulis sesuatu di tabletnya….
    Luncuran tembakan cahaya tiba-tiba muncul dari tepian-tepian gerbang perbatasan, sasrannya mengarah ke pos penjagaan. Kembang Gaduh dengan tenang memberi komando kepada prajurit pendam. Senyumnya tipis mengembang, siulan elang bersahutan di langit. Pertahanan kaum gunung sudah sejak kerusuhan area kota telah disupersiagakan. Dalam sekejap balasan tembakan datang dari sudut-sudut yang mematikan, melesat menuju arah datangnya tembakan tak bertuan itu. Lalu menderu suara tank-tank dari balik tanah, serupa kura-kura ke luar dari pasir. Jarak tembakan telah dipantau dan diukur tepat, sinyal cepat koordinasi dinyalakan dengan Tentara Negara Kota di demarkasi, lalu penyergapan dilakukan tanpa hambatan. Delapan penembak gelap tertangkap…
    Link Mayian berkedip-kedip mengabarkan akan penangkapan yang super cepat telah dilakukan oleh prajurit Kaum Gunung beberapa menit yang lalu. Kronologis kejadian dengan singkat dijelaskan. Namun tak ada penjelasan kemana para peneror itu dibawa…
    Mencekam. Mencekamlah kini. Semua kaum makin menyadari para perusuh kota telah memancing berbagai kemungkinan untuk menularnya upaya melibatkan semua pihak dalam baku tembak namun untungnya langkah awal penembakan ke arah gerbang perbatasan kaum gunung dipatahkan dengan cepat; semua pihak yakin, sebentar lagi akan terungkap siapa dalang dari kerusuhan di kota, namun itu semua tergantung dari pihak kaum gunung apakah akan mengumumkan hasil penyelidikannya atau akan menyimpannya dalam bahasa diplomasi yang lain…
    Patik Gurun mendesah, mengulapkan tangannya usai membaca tablet ditangannya, "Panggil Panda…." Suaranya mirip keluh saat memerintah seorang pengawalnya, matanya nampak kian cekung. Sunyi kemudian di ruangan wisma tamu itu, para pengawal berdiri diam mematung, tak ada yang berani bergerak. Siulan pekik elang sesekali terdengar menambahi rasa tak nyaman. Lalu lamat-lamat suara Patik Gurun terdengar, "tahukah kamu, informasi mayian yang baru kubaca, membuatku ingat akan apa yang dahulu kamu lakukan ketika kita mengunjungi kaum nomad. Dan kamu ceroboh Panda…"
    "aku tidak melakukan apapun, bapa…"
    "baiklah, jika itu bukan kamu yang melakukan, sukurlah, namun kelak jika terungkap, kamu harus menanggung sendiri akibatnya, mereka bukan kaum nomad, ini kaum gunung demarkasi timur…"
    Lalu senyap. Siulan elang kembali terdengar. Dari jendela Patik Gurun memandang ke luar, hatinya resah, diedarkannya pandangan, betapa tak nampak penjagaan disekitarnya, tak ada pasukan yang petantang petenteng memanggul senjata, namun sekali ada upaya penyerbuan, prajurit pendam kaum gunung itu seperti hantu, muncul dari balik tanah….Patik Gurun menarik nafasnya dan mengerutkan dahi saat tabletnya bergetar; izin bertemu dari Kembang Gaduh!
    Menegang wajah Patik Gurun, begitu pula wajah Panda Gasing. Menanti kedatangan Kembang Gaduh sungguh mendebarkan hati, jika ternyata serbuan itu melibatkan Panda Gasing, keluh hati Patik Gurun dengan bimbang maka Sandya Hening melenggang meninggalkan kaum putih…Maka akan terjadi ketegangan internal bahkan takkan terhindar peperangan akan terjadi….Cita-cita itu makin menjauh, persatuan bumi atas nama keyakinan satu spiritual akan makin ditinggalkan….

(BERSAMBUNG)

Cerita Serial: Kalki Bagian 9

Cerita Serial: Kalki
Bagian 9


    Kerusuhan di berbagai kota di dunia mulai mencekam hati, berbagai kaum yang tak memiliki area pemukiman khusus menyiapkan pengamanan atas diri mereka dengan mengibarkan tanda-tanda kaumnya disetiap atap rumah dan dinding sedangkan yang berada dekat dengan titik kerusuhan memilih segera ke luar dari area kota, menuju camp pengungsian terdekat.

    Kota-kota seketika senyap dan mencekam. Namun Kaum Politician makin gencar melakukan kampanye melalui berbagai media; kambing hitam atas runtuhnya peradaban terus dicari, keinginan mengembalikan bangkitnya negara-negara dijelaskan dengan panjang lebar di berbagai siaran televisi. Anehnya, penjelasan mengapa kerusuhan-kerusuhan itu terjadi justru tak dijelaskan; Para tentara negara kota atas nama penegakan hukum dan keamanan makin gencar melakukan pembersihan di berbagai sudut kota dan menghimbau agar para pengungsi, terutama kaum pekerja agar segera kembali ke kota; ditimpali kemudian oleh pemerintah kota yang rajin mengiklankan iming-iming perumahan gratis, fasilitas air dan listrik murah dalam dua tahun ke depan bagi pengungsi yang bersedia kembali ke dalam kota dalam waktu cepat; iklan itu terus didengungkan, semacam proganda yang mendapat kecaman dari berbagai kalangan cendikia. Sedangkan para pengungsi yang tersebar diberbagai camp pengungsian memilih tak tergoda dengan himbauan-himbauan itu, walau pendirian mereka terhadap pemerintahan kota pro kontra, namun mereka tetap harus hati-hati dengan situasi saat ini. Pengalaman mengatakan, perang kota selalu berkepanjangan, diperlukan mediasi dengan berbagai pimpinan kaum untuk meredakannya, dan yang paling cepat menolak menjadi mediator adalah kaum nelayan, yang dengan tegas menolak mengizinkan dermaganya dijadikan jalur lintasan pasokan senjata! Lalu berbagai area demarkasi dilanda ketegangan luar biasa karena rentetan senjata kadang membias ke jalur transportasi, begitu pula semua bandara dikepung oleh tentara negara kota, yang selalu curiga terhadap siapa saja dan seperti biasa sudah menjadi cirri mereka melakukan kekerasan baru memeriksa kemudian.
    Kini telah jelas, salah satu faksi dalam kaum perkotaan menginginkan pengambilalihan kekuasaan dari kaum politician; tak jelas apakah faksi itu mendapat dukungan tentara ataukah tidak, mereka melalui release yang menyusup ke berbagai link menjelaskan, " Ini bukan persoalan perang phisik, tetapi ini persoalan mental penguasa kota yang sudah tak lagi realistik melihat kenyataan di dunia. Kota-kota seperti pohon tua di tanah yang kering, selalu mengira daun-daunnya rindang buat berteduh, padahal tidak…."
    Pemetaan kerusuhan telah dilakukan dengan cepat oleh berbagai pihak, dan nyata sekali, area kota-kota dari arah garis lintang hingga bujur khatulistiwa diberi tanda bintang pecah sebagai tanda kerusuhan yang telah memakan banyak korban, tanda payung sebagai tanda kota yang masih aman dilewati sedang yang berlambang ular sebagai tanda keadaan kota yang tak terduga. Namun pemetaan itu terus harus diubah sebab dengan cepat beberapa kota di wilayah timur maupun selatan mulai menyatakan keadaan berbahaya tingkat tinggi; bahkan ada satu kota telah dikuasai oleh perusuh yang belum membuka dirinya; tidak memberi pernyataan sebagai penguasa baru atas kota itu, dan agaknya jaringan antar faksi perusuh yang berambisi merebut kekuasaan kota ini memiliki kesepakatan untuk tetap sembunyi hingga mereka menguasai beberapa kota strategik.
    "Apakah jika faksi ini memenangkan perang, kehidupan kota akan membaik? Dan bagaimana dampaknya dengan keamanan kaum-kaum yang ada? Bukankah jelas-jelas mereka menginginkan akan mengembalikan tata krama dunia dalam sistem negara-negera?" Pemancing wacana di berbagai link mulai muncul, keresahan tentu saja menemukan letupannya. Tetapi para pemimpin kaum telah siaga dan waspada, "Jangan terpancing mengikuti peperangaan mereka…"
    Kilatan cahaya itu! Dengung pesawat-pesawat pemburu telah mengisi langit, suara ledakan, geletar tembakan listrik dan laser kerap menggetarkan tanah, belum ada tanda-tanda faksi perusuh mengendurkan serangannya. Kaum Perkotaan dimanapun mulai dihimbau agar serentak mempersenjatai diri mereka masing-masing. Bunker-bunker tak lagi dibuka tutup, kini tirai pengaman dinyalakan dengan permanen, nyamuk yang mendekat pun segera mati, manusia yang tak sengaja mendekat seketika kejang. Polusi tingkat tinggi menjadi partikel debu pembawa penyakit pernafasan mewabah. Kesenyapan kota terasa menjadi cekaman yang mengerikan, khususnya di jam-jam tertentu disaat serbuan tembakan terjadi, semua kota bagai diserung kepedihan. Tank-tank dengan suara menderak terus menerus melewati jalan-jalan kota, berkeliling dengan alat pemindai yang tembus pandang ke semua tembok dan kegelapan, semua gerakan akan segera dianalisa, faksi perusuh tak kalah cerdik mereka menggunakan hologram-hologram penyaru sehingga kerap terjadi penembakan membabibuta oleh tentara negara kota. Di berbagai lorong-lorong kota, jalan-jalan pintas yang biasanya nyaman bagi pejalan kaki lampu-lampu penerangnya dimatikan agar daya sinar hologram dapat dipantau namun itu juga kerap menjebak, sebab robot-robot peniru manusia dipadukan hologram kerap dilepas untuk memancing patroli salah tembak. Akhirnya, semua toko menghentikan kegiatannya, semua pasar senyap bisu. Debu-debu merebak ke udara menjadi kabut yang menyesakkan pernafasan. Dari kejauhan langit kota-kota di dunia dipayungi kabut hitam mirip awan raksasa yang siap menjatuhkan biliunan air hujan.
    Para penyusup, para hacker berusaha sekuat tenaga mencari informasi terkini, siapa sebenarnya penggerak kerusuhan, siapa pengendali jaringan faksi ini? Namun tak juga dijejaki informasi yang memuaskan hati. Sementara itu, entah ini diplomasi politik ataukah pengalihan issue, panglima-Panglima Tentara Negara Kota berulangkali mengumumkan di semua media mayian bahwa mereka masih setia menjadi pengaman pemerintahan kota di seluruh muka bumi! Yang Aneh, ditengah kemelut itu perdebatan di televisi makin sering memunculkan kaum cendikia, yang terus menerus memperdebatkan berbagai perbedaan yang menjadi dasar runtuhnya peradaban dunia. Aneh! Kenapa mereka berdebat terus? Sementara keadaan kota-kota begitu mencekam. Pengalihan semacam ini bukan konspirasi biasa. Kaum cendikia termasuk kaum independen, yang tak mungkin melakukan kekonyolan disaat mara bahaya tengah mengancam banyak manusia di area perkotaan justru mereka sudi bersedia menjadi narasumber untuk perdebatan pepesan kosong! Aneh!
    Malenga Sakti, seorang pengajar dari kampus klasik yang sangat dihormati oleh semua kaum tiba-tiba mengirim pesan rahasia ke berbagai kaum, meminta agar dipantau penyusup-penyusup intelektual yang ikut mengungsi ke berbagai camp pengungsian! Ini makin aneh, kenapa bukannya tokoh faksi perusuh yang dikejar posisi dan profilenya? Namun justru ada pengejaran terhadap kaum intelektual?
    "Sebenarnya apa target mereka?"
    Entah. Selalu situasi menjadi sulit jika sudah berkaitan dengan perebutan kekuasaan. Profile kota-kota didunia kembali dibuka untuk menyegarkan ingatan, semua kaum memerintahkan divisi intelejennya bekerja ekstra keras dan menyebarkan informasi seringkas mungkin kepada semua orang agar memahami keadaan secara cerdas. Riwayat keruntuhan negara disebarkan secara luas, buat mengingatkan, siapa teman, siapa lawan, dan siapa-siapa posisi politiknya tak jelas…
    Taburan informasi bergenyatangan di jalur mayian salah satunya yang paling banyak diakses adalah catatan kaum historian; setelah keruntuhan negara-negara di seluruh dunia, wilayah-wilayah berbagai negara awalnya membentuk negara-negara yang lebih kecil, namun negara-negara kecil itu kembali pecah dalam perang yang mencekam yang berlangsung berpuluh-puluh tahun; perang atas nama kemuliaan agama, lalu perang asset ekonomi, perang air, lalu terjadi jeda selama puluhan tahun semua tiba-tiba menghentikan peperangannya sebab dunia telah memasuki situasi porak poranda yang tak dapat dicatat dalam sejarah; dalam seabad perang-perang itu telah melumpuhkan ingatan manusia akan masa lampau, lalu muncul pemimpin-pemimpin kaum yang berupaya menyatukan kemanusiaan, berupaya kembali mengetuk ssemua hati untuk mengingat-ingat hubungan antar manusia, peradaban manusia kembali seperti bayi merangkak, itu terjadi tiga abad yang lalu. Maka pelahan ada tata krama hubungan antar kaum akan tetapi itu tak berlangsung lama sebab muncul kembali perang sistem dan dilanjutkan dengan perang tinja….lima ratus tahun lamanya! Ingatan-ingatan itu dicatat dengan pedih oleh kaum historian. Teknologi yang dahulu diperkirakan akan mencapai puncaknya dengan pencapaian penerbangan antariksa surut oleh keadaan, demikian pula transportasi mengalami stagnasi; pergerakan terasa melambat namun kesadaran lain lebih mengalami kemajuan, kesadaran akan kemampuan tubuh manusia beradaptasi dengan berbagai keadaan. Beruntungnya sistem pengatur manusia yang porak poranda memberi kesempatan kepada alam membenahi diri, maka hutan-hutan kembali semarak, sungai-sungai kembali jernih dan lautan pun lebih tegas warnanya, berbagai spesies binatang kembali berkembang biak walau muncul kebingungan terhadap perubahan cuaca yang seakan ada penyesuaian radikal akibat kondisi alam yang kembali membaik; lintasan khatulistiwa mengalami hujan zenit berkepanjangan kadang disertai badai dan hujan es, sebaliknya beberapa wilayah yang dahulu mengenal empat musim tiba-tiba mengalami musim kering yang berkepanjangan lalu didatangi musim hujan yang memunculkan beraneka pohonan, musim salju kadang dialami oleh semua permukaan bumi dan matahari kadang menghilang dari berhari-hari diganti dengan mendung tebal. Di abad 24, perdagangan kembali berdenyut melintas batas antar garis lintang dan bujur dan jual-beli menggunakan uang kesepakatan dewan keuangan antar kaum memberi keuntungan kepada semua pihak, sistem keuangan keuangan tempo dulu ditinggalkan, tak ada lagi bank dunia atau hegemoni financial oleh negara-negara kaya. Semua asset internasional di lembaga internasional telah dijarah berates tahun lampau, kini gedungnya dijadikan tujuan wisata. Di bumi tak ada lagi kota-kota internasional, semuanya telah menjadi wilayah yang terpecah, tanpa kuasa! Sibuk mengurus diri sendiri! Tak lagi ada permainan ekonomi oleh satu negara! Ditengah situasi itu perkembangan ikatan perkauman melahirkan perang kembali yang paling sengit namun menemukan perarturan baru dalam persenjataan yang tidak lagi menggunakan peluru tajam namun cahaya laser, listrik dan kejut sehingga kematian akibat perang tidak lagi membangkrutkan populasi penduduk dunia, dari perang itu muncul kemudian kaum perkotaan dan kaum pegunungan sebagai pengelola wilayah-wilayah yang jelas batas geografisnya kemudian muncul lalu kaum nelayan, disusul oleh terbentuknya kaum pedagang, kaum pekerja, kaum cendikia, dan kaum putih yang lenyap dua abad lamanya, setelah perang kemuliaan agama, kaum putih muncul di berbagai area netral dengan ciri-ciri yang demikian khas.
    Beberapa kaum berdasarkan keahlian kemudian mendapatkan penghormatan seperti yang diberikan kepada kaum historian, kaum mayian, kaum cendikia; dan didalam semua kaum terdapat faksi-faksi yang disatukan oleh latar belakang yang sama, yang kadang menjadi sebab letupan kerusuhan terjadi dalam satu kaum atau area. Sementara itu kekuasaan pemerintahan negara kota sejak seabad lalu melahirkan kaum politician, yang jika diusut lebih jauh adalah berasal dari kaum pedagang kaya dan penguasa-penguasa senjata, mereka menciptakan tradisi baru yakni: memimpikan negara-negara kembali dihidupkan di muka bumi dengan berdasarkan demokrasi.
    Ideologi telah lama mengalami kematiannya: ketegangan penghayat kapitalisme dan sosialisme berhadapan dengan kaum spiritual telah lama memilih membungkamkan diri mereka dalam kuburan impian yang pucat dan beku lalu melebur ke berbagai kaum sebagai sikap tertentu, walau sesekali masih muncul tradisi perdebatan mengenai soal kapitalis ataukah sosialis bahkan ada yang masih bermimpi soal komunis dan sebaliknya membangun negara agama: itu kini ditempatkan sebagai romantisme, semacam perayaan kenangan akan masa lalu; disimulasikan  seolah-olah ada strategi menata manusia yang adiluhung, yang justru akan mengungkapan betapa lucunya ketiga penganut ideology itu; Ketiganya berkata ingin mensejahterakan manusia dalam perdamaian dan martabat, ketiganya kemudian buntu berhadapan dengan kenyataan yang tak terkendali. Keajaiban yang dijadikan senjata oleh kaum spiritual tak muncul-muncul, mereka justru menjadi pengeluh dan pemarah sebab kaum yang memandang kebutuhan materi bersikap lebih realistic dalam menghadapi perubahan hidup. Sebaliknya, cara mendapatkan dan mengatur materi itu menjadi ketegangan leher antara pengusung kapitalis dan sosialis. Apa yang mereka perdebatan adalah teori dan prakteknya; yang justru penyerahan dominasi kekuasaannya kemudian yang sama-sama tak memiliki nurani; selalu mereka berjaya sebagai penguasa kalau disokong oleh kerakusan dan sentiment-sentimen yang seakan-akan tengah menyelamatkan kehidupan manusia dengan penggunaan senjata!
    Ah, sampai berapa lama kerusuhan di kota akan berlangsung? Semua kaum dengan cepat mengirim prajurit utamanya ke semua koordinat yang rawan; lintas perdagangan harus diamankan, bahan makanan, bahan bakar, obat-obatan, semua kegiatan perdagangan harus tetap dilakukan, dan jangan sampai kerusuhan kota memberi tempat dan kesan seakan-akan jika kota tak aman, kehidupan di tempat lain pun tak aman, seakan keamanan bergantung pada keamanan negara kota. Itu tak boleh terjadi, itu pertanda pengakuan atas kekuasaan secara tak langsung! Karena itu, semua kaum setelah sebulan sejenak dicekam oleh pengungsian dan issue yang campur baur segeraa mengirimkan prajurit terbaiknya, ke semua koordinat jalur transportasi bahkan dermaga-dermaga segera di bantu pengamanannya. Jalur perdagangan, jalur maya, semuanya kembali diperingatkan untuk kembali beraktivitas secara normal; biarkan kaum perkotaan bersibaku dengan dirinya sendiri!
    "ketika zaman kali mencapai puncaknya, ketika lapar tak menemukan makanannya, para pemangsa pikiran menjadi nyata, saat itulah mari menyambut Kalki…"
    Nyanyian itu, seperti membelah kesenyapan kota-kota yang tengah mencekam. Bangsing Hasan yang tentang mengadakan rapat darurat dengan semua politisi dunia melalui telecofrencesuprasonik; seakan-akan rapat itu adalah pertemuan langsung antar semua pemimpin kota dalam bentuk wadag hologram- sempat tersentak oleh suara lengkingan nyanyian kalki itu, lalu segera ia memerintahkan beberapa prajurit melepas tembakan ke arah dugaan datangnya suara nyanyian itu, mengusir jauh-jauh nyanyian yang akan menggangu rapat hologram antar pemimpin negara kota di dunia.
    Seperti kecoa ataukah tikus tersesat, para penyusup ikut serta mendekam, nyepil, bergelayut bagaikan kutu dalam jalur telecofrencesuprasonik dan menyadap dengan esktra super hati-hati, memadatkan hasil sadapan itu dalam email elektrik yang dikirim dalam kemasan berupa film-film kartun sehingga para intel dalam jalur mayian tak akan pernah menduga bahwa telah terjadi pemantauan tingkat tinggi terhadap aktivitas kaum perkotaan, kebanyakan jika dibuka kiriman elektrik itu akan menjadi spam atau virus bergambar nakal.
    "Beberapa kota yang telah dikuasai oleh faksi perusuh, dan reaksi semua kaum yang tak memperdulikan keadaan keamanan sistem politik perkotaan, itu adalah signal kegagalan seluruh kaum perkotaaan di dunia dalam mengenalkan kembali cita-cita pembentukan negara-negara di dunia…."  Pemimpin Kota salah negara kota demarkasi Barat, Gregorian Masehi VII memulai pidatonya, wajahnya nampak cerah dengan mata demikian tajam, pistol laser nampak di pinggangnya tak ditutupi oleh jas, dia tampil dengana kemeja yang lengannya dilipat seadanya, lanjutnya berucap, "Jelas-jelas, faksi perusuh ini tak paham bahwa pola pemilu di semua kota adalah strategi yang tak bisa hanya dipahami dalam kondisi ideal. Yang mereka jadikan isu adalah bahwa kita semua; para pemimpin kota-kota tidak menjalankan demokrasi yang sesungguhnya sebab peralihan kekuasaaan selalu terjadi dalam tradisi klan atau bahkan turun temurun, tuduhan mereka partai-partai mirip dengan organisasi kuno yang menghabiskan uang public, melakukan penipuan dengan atas nama sistem demokrasi!…."
    Pidato Gregorian Masehi VII mendapatkan reaksi yaitu berupa gumam panjang, tanda tak senang diperdengarkanr dari semua mulut para pemimpin kota. Hologram wadag tubuh mereka nampak bergoyang-goyang keras seakan memberi signal penolakan atas isi pidato yang mereka dengar.
    Gregorian Masehi VII mengangkat tangannya, penuh percaya diri melanjutkan pidatonya, " Kita harus mengubah cara berpikir kita, ya, banyak diantara kita masih mewarisi mental penguasa masa lalu. Seharusnya antara pemimpin faksi kita jelaskan, bahwa proses penguatan kota membutuhkan peralihan sistem politik yang stabil, memang melalui pemilu, namun jangan sampai pemilu itu malah membuat suasana gaduh dan berdampak rusuh…Kita mesti berani menerapkan ketegasan dalam tanda petik…kita harus berani bahwa demokrasi kita dalam koridor perjuangan menuju tinggal landas terbentuknya negara-negara, karena itu memerlukan kesantunan dan keyakinan pada pola kepemimpinan yang sekarang…."
    Tiba-tiba suara-suara mendenging, satu hologram lenyap timbul, dan muncul kemudian wajah berhidung teramat mancung dengan mata mencekung ke dalam, Muso Graci, salah satu pemimpin kota yang dikenal sangat bengis mengatur wilayahnya melakukan interupsi, "Begini, Gregori….Aku hanya punya satu saran saja, mari terapkan ketegasan….Coba kalian pikirkan, diantara semua negara kota, hanya beberapa negara kota yang tak bisa dirusuhi oleh faksi liar ini, kenapa? Sebab aku dengan jajaran pemerintahan di negara kotaku menerapkan ketegasan! Mau dia kaum pekerja, mayian, apa saja, kalau ada dalam wilayah kekuasaan kita harus mengikuti tata krama kita. Tiga puluh tahun lalu, wilayah negara kotaku hanya seprovinsi kecil tak selebar pulau daun, sekarang hampir setengah wilayah negara dalam catatan dokumen kaum historian, telah menjadi tanggungjawab kami; dermaga dan bandara kita kuasai dengan tegas, dengan cara itu mereka harus tahu, ini wilayah kita….nah, kalau menggunakan sistem negara demokrasi ideal, itu bertele-tele sekali, banyak biaya…Pikirkan baik-baik, perbaikan phisik kota-kota setelah kerusuhan ini siapa yang akan menanggung? Kita semua? Semua kaum tidak mau  membantu kita, sebab tujuan kita berbeda. Aku terang-terangan mengatakan, ya kami fasis: sebab tujuan kami membangun negara kuat dan perang adalah keyakinan yang harus kami jalani, jika untuk kesehatan kemanusiaan itu sendiri…Jangan takut melibas dengan tegas sekalipun populasi penduduk kita mengalami penurunan toh kelahiran manusia hingga abad ini masih berlebihan!"
    Berderit-derit hologram para pemimpin kota itu. Bangsing Hasan hanya duduk mematung dengan dahi berkerut. Rapat antar pemimpin kota ini adalah konsolidasi yang sifatnya darurat. Kerusuhan di beberapa kota sudah menggoyahkan pemimpin sahnya. Jika kota-kota itu jatuh ke tangan beberapa faksi keras, maka akan muncul penguasa setipe Muso Graci. Dapat dibayangkan berbagai modus kekerasan akan muncul dan perang dalam skala besar akan dapat segera terjadi…
    Muso Graci, Hiro Naga, Kim Merah; ketiganya adalah pemimpin kota yang berasal dari faksi tentara negara kota, yang dikenal keras dan telengas. Ketiga kota itu telah mencamplok banyak area demarkasi, demarga dan bandara, dan mengintimidasi kaum-kaum lainnya, dan menaklukan secara beringas jika itu terkait masalah asset ekonomi, ketiganya mengelola negara kota mereka dengan tangan besi  dan hampir semua demarkasi dalam area kekuasaan mereka, terutama yang berbatasan dengan wilayah kaum gunung tak pernah aman tentram dalam jangka waktu lama, selalu diwarnai perang gerilya atau penembak-penembak jitu melepaskan tembakan dengan sasaran begitu random, sekedar menakuti siapa saja. Walau jeda perdamaian telah disepakati di seluruh permukaan bumi, namun dengan keras kepala, ketiga pemimpin kota itu melakukan pembersihan wilayahnya dengan telengas dan dalam sidang diplomasi selalu berargumen bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah atas nama penanganan gangguan keamanan area kewilayahan.
    Larung tercenung, disebelahnya Pere dengan cermat melakukan pemantauan, layar televisi yang digunakan menyadap kadang-kadang mengabur gambarnya, namun headset yang digunakan mendengarkan percakapan dalam rapat antar pemimpin kota itu masih terdengar jernih. Pere terus berusaha mengamankan titik virus penyadapannya dalam jalur lintasan hologram di link rapat rahasia antar pemimpin kota, keringatannya berbintik di dahi, tanda terus menerus berpikir untuk mengamankan titik penyadapannya.
    Ditengah keseriusan keduanya melakukan pemantauan dan penyadapan. Siul elang tiba-tiba terdengar memekik berulangkali, Larung segera ke luar pondoknya dan memberi isyarat agar Pere melanjutkan pemantauannya.
Sekali lompat, Larung telah melayang melewati ladang tembakau lalu menjejakkan kakinya di jalanan berumput. Kembang Gaduh nampak telah menanti di ujung belokan, melambaikan tangan dengan senyum dimata, tanda situasi terkendali untuk bertukar pesan, "segera kawal Sandya Hening, Guru telah menanti…" perintahnya mirip bisik.
    Larung mengangguk, dan segera mengirim pesan ke link Pere dengan gambar emoticon kambing mengembik. Tak mungkin mengirim pesan berupa kalimat. Larung harus segera menuju camp pengungsian. Dan tiba-tiba dadanya berdebar; ah, pemilik sepasang mata tajam itu…..
    Larung berlari dengan kecepatan yang tak bisa diikuti mata, siliran angin, Kristal-kristal yang dipilih dari debu berhamburan tipis, saat kakinya menjejak di pintu gerbang camp pengungsian, elang pemantaunya bersiul keras dan Cempaka Wangsa telah muncul, tanpa banyak bicara mempersilahkan Larung menuju koordinat pondok-pondok tempat kaum putih mengungsi.
    Sandya Hening ternyata telah mengetahui kedatangan Larung, dan menanti dengan penampilan yang demikian menggetarkan hati. Berkerudung terawang, memberi kesan wajah Sandya hening begitu murung dengan sorot mata tajam menusuk, namun caranya berdiri begitu anggun di ujung jalan koordinat pondok-pondok pengungsian dan di belakangnya berbaris tertib kaum putih dalam kerudung warna-warni; begitu takzim berdiri dengan posisi yang nampak setengah melayang dengan nyanyian yang membuat Larung menghela nafas panjang: kalki lagi, keluhnya di hati.
    Larung mengendalikan ekspresi wajahnya, menyapa penuh hormat kepada Sandya hening dan, menyampaikan pesan dengan singkat. Sandya Hening menyahut dengan suara lembut, "Mari sahabat kita menuju gunung suci, semoga perdamaian memasuki jantung bumi…"
    Larung mengangguk dengan tarikan nafas tertahan; dengan lirikan cepat disapunya semua barisan, sepasang mata itu tak nampak! keluhnya di hati mencari-cari. Namun segera dihentakannya kaki, mengembalikan konsentrasinya, dengan segera Sandya Hening mengikuti Larung dengan kawalan beberapa pengikut yang pastilah memiliki kekuatan pengelolaan energy tubuh yang luarbiasa. Mereka berlari hampir melayang dengan letikan Kristal-kristal berapi yang dari jauh memberi kesan seakan tubuh-tubuh kaum putih memedarkan cahaya kemerahan dan kadang keunguan.
    Si mata tajam itu kemanakah? Larung sambil terus melangkah cepat, berusaha mengibas kecewa hatinya, dipacunya langkah agar terjaga jarak layangan tubuhnya, diisyaratinya elang pantaunya agar bersiul. Ladang-ladang itu terlewati, langit kembali cerah walau gerimis tipis mulai menyebar, hati Larung tiba-tiba berdebar, rasa murung mengurung hatinya: kemana si mata tajam itu…keluhnya dengan rahang dicekat!

(BERSAMBUNG)