Cerita Serial: Kalki Bagian 9

Cerita Serial: Kalki
Bagian 9


    Kerusuhan di berbagai kota di dunia mulai mencekam hati, berbagai kaum yang tak memiliki area pemukiman khusus menyiapkan pengamanan atas diri mereka dengan mengibarkan tanda-tanda kaumnya disetiap atap rumah dan dinding sedangkan yang berada dekat dengan titik kerusuhan memilih segera ke luar dari area kota, menuju camp pengungsian terdekat.

    Kota-kota seketika senyap dan mencekam. Namun Kaum Politician makin gencar melakukan kampanye melalui berbagai media; kambing hitam atas runtuhnya peradaban terus dicari, keinginan mengembalikan bangkitnya negara-negara dijelaskan dengan panjang lebar di berbagai siaran televisi. Anehnya, penjelasan mengapa kerusuhan-kerusuhan itu terjadi justru tak dijelaskan; Para tentara negara kota atas nama penegakan hukum dan keamanan makin gencar melakukan pembersihan di berbagai sudut kota dan menghimbau agar para pengungsi, terutama kaum pekerja agar segera kembali ke kota; ditimpali kemudian oleh pemerintah kota yang rajin mengiklankan iming-iming perumahan gratis, fasilitas air dan listrik murah dalam dua tahun ke depan bagi pengungsi yang bersedia kembali ke dalam kota dalam waktu cepat; iklan itu terus didengungkan, semacam proganda yang mendapat kecaman dari berbagai kalangan cendikia. Sedangkan para pengungsi yang tersebar diberbagai camp pengungsian memilih tak tergoda dengan himbauan-himbauan itu, walau pendirian mereka terhadap pemerintahan kota pro kontra, namun mereka tetap harus hati-hati dengan situasi saat ini. Pengalaman mengatakan, perang kota selalu berkepanjangan, diperlukan mediasi dengan berbagai pimpinan kaum untuk meredakannya, dan yang paling cepat menolak menjadi mediator adalah kaum nelayan, yang dengan tegas menolak mengizinkan dermaganya dijadikan jalur lintasan pasokan senjata! Lalu berbagai area demarkasi dilanda ketegangan luar biasa karena rentetan senjata kadang membias ke jalur transportasi, begitu pula semua bandara dikepung oleh tentara negara kota, yang selalu curiga terhadap siapa saja dan seperti biasa sudah menjadi cirri mereka melakukan kekerasan baru memeriksa kemudian.
    Kini telah jelas, salah satu faksi dalam kaum perkotaan menginginkan pengambilalihan kekuasaan dari kaum politician; tak jelas apakah faksi itu mendapat dukungan tentara ataukah tidak, mereka melalui release yang menyusup ke berbagai link menjelaskan, " Ini bukan persoalan perang phisik, tetapi ini persoalan mental penguasa kota yang sudah tak lagi realistik melihat kenyataan di dunia. Kota-kota seperti pohon tua di tanah yang kering, selalu mengira daun-daunnya rindang buat berteduh, padahal tidak…."
    Pemetaan kerusuhan telah dilakukan dengan cepat oleh berbagai pihak, dan nyata sekali, area kota-kota dari arah garis lintang hingga bujur khatulistiwa diberi tanda bintang pecah sebagai tanda kerusuhan yang telah memakan banyak korban, tanda payung sebagai tanda kota yang masih aman dilewati sedang yang berlambang ular sebagai tanda keadaan kota yang tak terduga. Namun pemetaan itu terus harus diubah sebab dengan cepat beberapa kota di wilayah timur maupun selatan mulai menyatakan keadaan berbahaya tingkat tinggi; bahkan ada satu kota telah dikuasai oleh perusuh yang belum membuka dirinya; tidak memberi pernyataan sebagai penguasa baru atas kota itu, dan agaknya jaringan antar faksi perusuh yang berambisi merebut kekuasaan kota ini memiliki kesepakatan untuk tetap sembunyi hingga mereka menguasai beberapa kota strategik.
    "Apakah jika faksi ini memenangkan perang, kehidupan kota akan membaik? Dan bagaimana dampaknya dengan keamanan kaum-kaum yang ada? Bukankah jelas-jelas mereka menginginkan akan mengembalikan tata krama dunia dalam sistem negara-negera?" Pemancing wacana di berbagai link mulai muncul, keresahan tentu saja menemukan letupannya. Tetapi para pemimpin kaum telah siaga dan waspada, "Jangan terpancing mengikuti peperangaan mereka…"
    Kilatan cahaya itu! Dengung pesawat-pesawat pemburu telah mengisi langit, suara ledakan, geletar tembakan listrik dan laser kerap menggetarkan tanah, belum ada tanda-tanda faksi perusuh mengendurkan serangannya. Kaum Perkotaan dimanapun mulai dihimbau agar serentak mempersenjatai diri mereka masing-masing. Bunker-bunker tak lagi dibuka tutup, kini tirai pengaman dinyalakan dengan permanen, nyamuk yang mendekat pun segera mati, manusia yang tak sengaja mendekat seketika kejang. Polusi tingkat tinggi menjadi partikel debu pembawa penyakit pernafasan mewabah. Kesenyapan kota terasa menjadi cekaman yang mengerikan, khususnya di jam-jam tertentu disaat serbuan tembakan terjadi, semua kota bagai diserung kepedihan. Tank-tank dengan suara menderak terus menerus melewati jalan-jalan kota, berkeliling dengan alat pemindai yang tembus pandang ke semua tembok dan kegelapan, semua gerakan akan segera dianalisa, faksi perusuh tak kalah cerdik mereka menggunakan hologram-hologram penyaru sehingga kerap terjadi penembakan membabibuta oleh tentara negara kota. Di berbagai lorong-lorong kota, jalan-jalan pintas yang biasanya nyaman bagi pejalan kaki lampu-lampu penerangnya dimatikan agar daya sinar hologram dapat dipantau namun itu juga kerap menjebak, sebab robot-robot peniru manusia dipadukan hologram kerap dilepas untuk memancing patroli salah tembak. Akhirnya, semua toko menghentikan kegiatannya, semua pasar senyap bisu. Debu-debu merebak ke udara menjadi kabut yang menyesakkan pernafasan. Dari kejauhan langit kota-kota di dunia dipayungi kabut hitam mirip awan raksasa yang siap menjatuhkan biliunan air hujan.
    Para penyusup, para hacker berusaha sekuat tenaga mencari informasi terkini, siapa sebenarnya penggerak kerusuhan, siapa pengendali jaringan faksi ini? Namun tak juga dijejaki informasi yang memuaskan hati. Sementara itu, entah ini diplomasi politik ataukah pengalihan issue, panglima-Panglima Tentara Negara Kota berulangkali mengumumkan di semua media mayian bahwa mereka masih setia menjadi pengaman pemerintahan kota di seluruh muka bumi! Yang Aneh, ditengah kemelut itu perdebatan di televisi makin sering memunculkan kaum cendikia, yang terus menerus memperdebatkan berbagai perbedaan yang menjadi dasar runtuhnya peradaban dunia. Aneh! Kenapa mereka berdebat terus? Sementara keadaan kota-kota begitu mencekam. Pengalihan semacam ini bukan konspirasi biasa. Kaum cendikia termasuk kaum independen, yang tak mungkin melakukan kekonyolan disaat mara bahaya tengah mengancam banyak manusia di area perkotaan justru mereka sudi bersedia menjadi narasumber untuk perdebatan pepesan kosong! Aneh!
    Malenga Sakti, seorang pengajar dari kampus klasik yang sangat dihormati oleh semua kaum tiba-tiba mengirim pesan rahasia ke berbagai kaum, meminta agar dipantau penyusup-penyusup intelektual yang ikut mengungsi ke berbagai camp pengungsian! Ini makin aneh, kenapa bukannya tokoh faksi perusuh yang dikejar posisi dan profilenya? Namun justru ada pengejaran terhadap kaum intelektual?
    "Sebenarnya apa target mereka?"
    Entah. Selalu situasi menjadi sulit jika sudah berkaitan dengan perebutan kekuasaan. Profile kota-kota didunia kembali dibuka untuk menyegarkan ingatan, semua kaum memerintahkan divisi intelejennya bekerja ekstra keras dan menyebarkan informasi seringkas mungkin kepada semua orang agar memahami keadaan secara cerdas. Riwayat keruntuhan negara disebarkan secara luas, buat mengingatkan, siapa teman, siapa lawan, dan siapa-siapa posisi politiknya tak jelas…
    Taburan informasi bergenyatangan di jalur mayian salah satunya yang paling banyak diakses adalah catatan kaum historian; setelah keruntuhan negara-negara di seluruh dunia, wilayah-wilayah berbagai negara awalnya membentuk negara-negara yang lebih kecil, namun negara-negara kecil itu kembali pecah dalam perang yang mencekam yang berlangsung berpuluh-puluh tahun; perang atas nama kemuliaan agama, lalu perang asset ekonomi, perang air, lalu terjadi jeda selama puluhan tahun semua tiba-tiba menghentikan peperangannya sebab dunia telah memasuki situasi porak poranda yang tak dapat dicatat dalam sejarah; dalam seabad perang-perang itu telah melumpuhkan ingatan manusia akan masa lampau, lalu muncul pemimpin-pemimpin kaum yang berupaya menyatukan kemanusiaan, berupaya kembali mengetuk ssemua hati untuk mengingat-ingat hubungan antar manusia, peradaban manusia kembali seperti bayi merangkak, itu terjadi tiga abad yang lalu. Maka pelahan ada tata krama hubungan antar kaum akan tetapi itu tak berlangsung lama sebab muncul kembali perang sistem dan dilanjutkan dengan perang tinja….lima ratus tahun lamanya! Ingatan-ingatan itu dicatat dengan pedih oleh kaum historian. Teknologi yang dahulu diperkirakan akan mencapai puncaknya dengan pencapaian penerbangan antariksa surut oleh keadaan, demikian pula transportasi mengalami stagnasi; pergerakan terasa melambat namun kesadaran lain lebih mengalami kemajuan, kesadaran akan kemampuan tubuh manusia beradaptasi dengan berbagai keadaan. Beruntungnya sistem pengatur manusia yang porak poranda memberi kesempatan kepada alam membenahi diri, maka hutan-hutan kembali semarak, sungai-sungai kembali jernih dan lautan pun lebih tegas warnanya, berbagai spesies binatang kembali berkembang biak walau muncul kebingungan terhadap perubahan cuaca yang seakan ada penyesuaian radikal akibat kondisi alam yang kembali membaik; lintasan khatulistiwa mengalami hujan zenit berkepanjangan kadang disertai badai dan hujan es, sebaliknya beberapa wilayah yang dahulu mengenal empat musim tiba-tiba mengalami musim kering yang berkepanjangan lalu didatangi musim hujan yang memunculkan beraneka pohonan, musim salju kadang dialami oleh semua permukaan bumi dan matahari kadang menghilang dari berhari-hari diganti dengan mendung tebal. Di abad 24, perdagangan kembali berdenyut melintas batas antar garis lintang dan bujur dan jual-beli menggunakan uang kesepakatan dewan keuangan antar kaum memberi keuntungan kepada semua pihak, sistem keuangan keuangan tempo dulu ditinggalkan, tak ada lagi bank dunia atau hegemoni financial oleh negara-negara kaya. Semua asset internasional di lembaga internasional telah dijarah berates tahun lampau, kini gedungnya dijadikan tujuan wisata. Di bumi tak ada lagi kota-kota internasional, semuanya telah menjadi wilayah yang terpecah, tanpa kuasa! Sibuk mengurus diri sendiri! Tak lagi ada permainan ekonomi oleh satu negara! Ditengah situasi itu perkembangan ikatan perkauman melahirkan perang kembali yang paling sengit namun menemukan perarturan baru dalam persenjataan yang tidak lagi menggunakan peluru tajam namun cahaya laser, listrik dan kejut sehingga kematian akibat perang tidak lagi membangkrutkan populasi penduduk dunia, dari perang itu muncul kemudian kaum perkotaan dan kaum pegunungan sebagai pengelola wilayah-wilayah yang jelas batas geografisnya kemudian muncul lalu kaum nelayan, disusul oleh terbentuknya kaum pedagang, kaum pekerja, kaum cendikia, dan kaum putih yang lenyap dua abad lamanya, setelah perang kemuliaan agama, kaum putih muncul di berbagai area netral dengan ciri-ciri yang demikian khas.
    Beberapa kaum berdasarkan keahlian kemudian mendapatkan penghormatan seperti yang diberikan kepada kaum historian, kaum mayian, kaum cendikia; dan didalam semua kaum terdapat faksi-faksi yang disatukan oleh latar belakang yang sama, yang kadang menjadi sebab letupan kerusuhan terjadi dalam satu kaum atau area. Sementara itu kekuasaan pemerintahan negara kota sejak seabad lalu melahirkan kaum politician, yang jika diusut lebih jauh adalah berasal dari kaum pedagang kaya dan penguasa-penguasa senjata, mereka menciptakan tradisi baru yakni: memimpikan negara-negara kembali dihidupkan di muka bumi dengan berdasarkan demokrasi.
    Ideologi telah lama mengalami kematiannya: ketegangan penghayat kapitalisme dan sosialisme berhadapan dengan kaum spiritual telah lama memilih membungkamkan diri mereka dalam kuburan impian yang pucat dan beku lalu melebur ke berbagai kaum sebagai sikap tertentu, walau sesekali masih muncul tradisi perdebatan mengenai soal kapitalis ataukah sosialis bahkan ada yang masih bermimpi soal komunis dan sebaliknya membangun negara agama: itu kini ditempatkan sebagai romantisme, semacam perayaan kenangan akan masa lalu; disimulasikan  seolah-olah ada strategi menata manusia yang adiluhung, yang justru akan mengungkapan betapa lucunya ketiga penganut ideology itu; Ketiganya berkata ingin mensejahterakan manusia dalam perdamaian dan martabat, ketiganya kemudian buntu berhadapan dengan kenyataan yang tak terkendali. Keajaiban yang dijadikan senjata oleh kaum spiritual tak muncul-muncul, mereka justru menjadi pengeluh dan pemarah sebab kaum yang memandang kebutuhan materi bersikap lebih realistic dalam menghadapi perubahan hidup. Sebaliknya, cara mendapatkan dan mengatur materi itu menjadi ketegangan leher antara pengusung kapitalis dan sosialis. Apa yang mereka perdebatan adalah teori dan prakteknya; yang justru penyerahan dominasi kekuasaannya kemudian yang sama-sama tak memiliki nurani; selalu mereka berjaya sebagai penguasa kalau disokong oleh kerakusan dan sentiment-sentimen yang seakan-akan tengah menyelamatkan kehidupan manusia dengan penggunaan senjata!
    Ah, sampai berapa lama kerusuhan di kota akan berlangsung? Semua kaum dengan cepat mengirim prajurit utamanya ke semua koordinat yang rawan; lintas perdagangan harus diamankan, bahan makanan, bahan bakar, obat-obatan, semua kegiatan perdagangan harus tetap dilakukan, dan jangan sampai kerusuhan kota memberi tempat dan kesan seakan-akan jika kota tak aman, kehidupan di tempat lain pun tak aman, seakan keamanan bergantung pada keamanan negara kota. Itu tak boleh terjadi, itu pertanda pengakuan atas kekuasaan secara tak langsung! Karena itu, semua kaum setelah sebulan sejenak dicekam oleh pengungsian dan issue yang campur baur segeraa mengirimkan prajurit terbaiknya, ke semua koordinat jalur transportasi bahkan dermaga-dermaga segera di bantu pengamanannya. Jalur perdagangan, jalur maya, semuanya kembali diperingatkan untuk kembali beraktivitas secara normal; biarkan kaum perkotaan bersibaku dengan dirinya sendiri!
    "ketika zaman kali mencapai puncaknya, ketika lapar tak menemukan makanannya, para pemangsa pikiran menjadi nyata, saat itulah mari menyambut Kalki…"
    Nyanyian itu, seperti membelah kesenyapan kota-kota yang tengah mencekam. Bangsing Hasan yang tentang mengadakan rapat darurat dengan semua politisi dunia melalui telecofrencesuprasonik; seakan-akan rapat itu adalah pertemuan langsung antar semua pemimpin kota dalam bentuk wadag hologram- sempat tersentak oleh suara lengkingan nyanyian kalki itu, lalu segera ia memerintahkan beberapa prajurit melepas tembakan ke arah dugaan datangnya suara nyanyian itu, mengusir jauh-jauh nyanyian yang akan menggangu rapat hologram antar pemimpin negara kota di dunia.
    Seperti kecoa ataukah tikus tersesat, para penyusup ikut serta mendekam, nyepil, bergelayut bagaikan kutu dalam jalur telecofrencesuprasonik dan menyadap dengan esktra super hati-hati, memadatkan hasil sadapan itu dalam email elektrik yang dikirim dalam kemasan berupa film-film kartun sehingga para intel dalam jalur mayian tak akan pernah menduga bahwa telah terjadi pemantauan tingkat tinggi terhadap aktivitas kaum perkotaan, kebanyakan jika dibuka kiriman elektrik itu akan menjadi spam atau virus bergambar nakal.
    "Beberapa kota yang telah dikuasai oleh faksi perusuh, dan reaksi semua kaum yang tak memperdulikan keadaan keamanan sistem politik perkotaan, itu adalah signal kegagalan seluruh kaum perkotaaan di dunia dalam mengenalkan kembali cita-cita pembentukan negara-negara di dunia…."  Pemimpin Kota salah negara kota demarkasi Barat, Gregorian Masehi VII memulai pidatonya, wajahnya nampak cerah dengan mata demikian tajam, pistol laser nampak di pinggangnya tak ditutupi oleh jas, dia tampil dengana kemeja yang lengannya dilipat seadanya, lanjutnya berucap, "Jelas-jelas, faksi perusuh ini tak paham bahwa pola pemilu di semua kota adalah strategi yang tak bisa hanya dipahami dalam kondisi ideal. Yang mereka jadikan isu adalah bahwa kita semua; para pemimpin kota-kota tidak menjalankan demokrasi yang sesungguhnya sebab peralihan kekuasaaan selalu terjadi dalam tradisi klan atau bahkan turun temurun, tuduhan mereka partai-partai mirip dengan organisasi kuno yang menghabiskan uang public, melakukan penipuan dengan atas nama sistem demokrasi!…."
    Pidato Gregorian Masehi VII mendapatkan reaksi yaitu berupa gumam panjang, tanda tak senang diperdengarkanr dari semua mulut para pemimpin kota. Hologram wadag tubuh mereka nampak bergoyang-goyang keras seakan memberi signal penolakan atas isi pidato yang mereka dengar.
    Gregorian Masehi VII mengangkat tangannya, penuh percaya diri melanjutkan pidatonya, " Kita harus mengubah cara berpikir kita, ya, banyak diantara kita masih mewarisi mental penguasa masa lalu. Seharusnya antara pemimpin faksi kita jelaskan, bahwa proses penguatan kota membutuhkan peralihan sistem politik yang stabil, memang melalui pemilu, namun jangan sampai pemilu itu malah membuat suasana gaduh dan berdampak rusuh…Kita mesti berani menerapkan ketegasan dalam tanda petik…kita harus berani bahwa demokrasi kita dalam koridor perjuangan menuju tinggal landas terbentuknya negara-negara, karena itu memerlukan kesantunan dan keyakinan pada pola kepemimpinan yang sekarang…."
    Tiba-tiba suara-suara mendenging, satu hologram lenyap timbul, dan muncul kemudian wajah berhidung teramat mancung dengan mata mencekung ke dalam, Muso Graci, salah satu pemimpin kota yang dikenal sangat bengis mengatur wilayahnya melakukan interupsi, "Begini, Gregori….Aku hanya punya satu saran saja, mari terapkan ketegasan….Coba kalian pikirkan, diantara semua negara kota, hanya beberapa negara kota yang tak bisa dirusuhi oleh faksi liar ini, kenapa? Sebab aku dengan jajaran pemerintahan di negara kotaku menerapkan ketegasan! Mau dia kaum pekerja, mayian, apa saja, kalau ada dalam wilayah kekuasaan kita harus mengikuti tata krama kita. Tiga puluh tahun lalu, wilayah negara kotaku hanya seprovinsi kecil tak selebar pulau daun, sekarang hampir setengah wilayah negara dalam catatan dokumen kaum historian, telah menjadi tanggungjawab kami; dermaga dan bandara kita kuasai dengan tegas, dengan cara itu mereka harus tahu, ini wilayah kita….nah, kalau menggunakan sistem negara demokrasi ideal, itu bertele-tele sekali, banyak biaya…Pikirkan baik-baik, perbaikan phisik kota-kota setelah kerusuhan ini siapa yang akan menanggung? Kita semua? Semua kaum tidak mau  membantu kita, sebab tujuan kita berbeda. Aku terang-terangan mengatakan, ya kami fasis: sebab tujuan kami membangun negara kuat dan perang adalah keyakinan yang harus kami jalani, jika untuk kesehatan kemanusiaan itu sendiri…Jangan takut melibas dengan tegas sekalipun populasi penduduk kita mengalami penurunan toh kelahiran manusia hingga abad ini masih berlebihan!"
    Berderit-derit hologram para pemimpin kota itu. Bangsing Hasan hanya duduk mematung dengan dahi berkerut. Rapat antar pemimpin kota ini adalah konsolidasi yang sifatnya darurat. Kerusuhan di beberapa kota sudah menggoyahkan pemimpin sahnya. Jika kota-kota itu jatuh ke tangan beberapa faksi keras, maka akan muncul penguasa setipe Muso Graci. Dapat dibayangkan berbagai modus kekerasan akan muncul dan perang dalam skala besar akan dapat segera terjadi…
    Muso Graci, Hiro Naga, Kim Merah; ketiganya adalah pemimpin kota yang berasal dari faksi tentara negara kota, yang dikenal keras dan telengas. Ketiga kota itu telah mencamplok banyak area demarkasi, demarga dan bandara, dan mengintimidasi kaum-kaum lainnya, dan menaklukan secara beringas jika itu terkait masalah asset ekonomi, ketiganya mengelola negara kota mereka dengan tangan besi  dan hampir semua demarkasi dalam area kekuasaan mereka, terutama yang berbatasan dengan wilayah kaum gunung tak pernah aman tentram dalam jangka waktu lama, selalu diwarnai perang gerilya atau penembak-penembak jitu melepaskan tembakan dengan sasaran begitu random, sekedar menakuti siapa saja. Walau jeda perdamaian telah disepakati di seluruh permukaan bumi, namun dengan keras kepala, ketiga pemimpin kota itu melakukan pembersihan wilayahnya dengan telengas dan dalam sidang diplomasi selalu berargumen bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah atas nama penanganan gangguan keamanan area kewilayahan.
    Larung tercenung, disebelahnya Pere dengan cermat melakukan pemantauan, layar televisi yang digunakan menyadap kadang-kadang mengabur gambarnya, namun headset yang digunakan mendengarkan percakapan dalam rapat antar pemimpin kota itu masih terdengar jernih. Pere terus berusaha mengamankan titik virus penyadapannya dalam jalur lintasan hologram di link rapat rahasia antar pemimpin kota, keringatannya berbintik di dahi, tanda terus menerus berpikir untuk mengamankan titik penyadapannya.
    Ditengah keseriusan keduanya melakukan pemantauan dan penyadapan. Siul elang tiba-tiba terdengar memekik berulangkali, Larung segera ke luar pondoknya dan memberi isyarat agar Pere melanjutkan pemantauannya.
Sekali lompat, Larung telah melayang melewati ladang tembakau lalu menjejakkan kakinya di jalanan berumput. Kembang Gaduh nampak telah menanti di ujung belokan, melambaikan tangan dengan senyum dimata, tanda situasi terkendali untuk bertukar pesan, "segera kawal Sandya Hening, Guru telah menanti…" perintahnya mirip bisik.
    Larung mengangguk, dan segera mengirim pesan ke link Pere dengan gambar emoticon kambing mengembik. Tak mungkin mengirim pesan berupa kalimat. Larung harus segera menuju camp pengungsian. Dan tiba-tiba dadanya berdebar; ah, pemilik sepasang mata tajam itu…..
    Larung berlari dengan kecepatan yang tak bisa diikuti mata, siliran angin, Kristal-kristal yang dipilih dari debu berhamburan tipis, saat kakinya menjejak di pintu gerbang camp pengungsian, elang pemantaunya bersiul keras dan Cempaka Wangsa telah muncul, tanpa banyak bicara mempersilahkan Larung menuju koordinat pondok-pondok tempat kaum putih mengungsi.
    Sandya Hening ternyata telah mengetahui kedatangan Larung, dan menanti dengan penampilan yang demikian menggetarkan hati. Berkerudung terawang, memberi kesan wajah Sandya hening begitu murung dengan sorot mata tajam menusuk, namun caranya berdiri begitu anggun di ujung jalan koordinat pondok-pondok pengungsian dan di belakangnya berbaris tertib kaum putih dalam kerudung warna-warni; begitu takzim berdiri dengan posisi yang nampak setengah melayang dengan nyanyian yang membuat Larung menghela nafas panjang: kalki lagi, keluhnya di hati.
    Larung mengendalikan ekspresi wajahnya, menyapa penuh hormat kepada Sandya hening dan, menyampaikan pesan dengan singkat. Sandya Hening menyahut dengan suara lembut, "Mari sahabat kita menuju gunung suci, semoga perdamaian memasuki jantung bumi…"
    Larung mengangguk dengan tarikan nafas tertahan; dengan lirikan cepat disapunya semua barisan, sepasang mata itu tak nampak! keluhnya di hati mencari-cari. Namun segera dihentakannya kaki, mengembalikan konsentrasinya, dengan segera Sandya Hening mengikuti Larung dengan kawalan beberapa pengikut yang pastilah memiliki kekuatan pengelolaan energy tubuh yang luarbiasa. Mereka berlari hampir melayang dengan letikan Kristal-kristal berapi yang dari jauh memberi kesan seakan tubuh-tubuh kaum putih memedarkan cahaya kemerahan dan kadang keunguan.
    Si mata tajam itu kemanakah? Larung sambil terus melangkah cepat, berusaha mengibas kecewa hatinya, dipacunya langkah agar terjaga jarak layangan tubuhnya, diisyaratinya elang pantaunya agar bersiul. Ladang-ladang itu terlewati, langit kembali cerah walau gerimis tipis mulai menyebar, hati Larung tiba-tiba berdebar, rasa murung mengurung hatinya: kemana si mata tajam itu…keluhnya dengan rahang dicekat!

(BERSAMBUNG)

No comments:

Post a Comment