Memaknai TUMPEK LANDEP


Ada enam musuh dalam diri, disebut Sad Ripu; Musuh itu yakni pertama disebut Kama, musuh yang berupa nafsu yang tidak terkendalikan; kemudian Lobha yakni ketamakan; selalu menginginkan yang berlebihan. Musuh yang ketiga, disebut Krodha; kemarahan yang tidak terkendalikan, lalu Mada; kemabukan yang akan mendatangkan kegelapan pikiran.Musuh selanjutnya disebut Moha; kebingungan yang mencuri konsentrasi sehingga tak lagi bisa menyelesaikan pekerjaan dan musuh yang keenam yakni matsarya:iri dengki yang menyebabkan permusuhan.

Keenamnya siap menggoda, sebab bibitnya memang ada pada semua manusia. Adakah manusia tak memiliki nafsu? Kama-lah dewanya, yang justru mengajarkan bagaimana mengendalikan kama dalam diri. Sebab kama ini merebaknya dalam diri, sifatnya memang mudah disembunyikan dari pandangan orang lain.Sebab juga kama itu keniscayaan dalam diri manusia. Kama sangatlah senang menggoda orang-orang yang mengaku setia kepada pasangannya; kemudian menggoda orang-orang munafik, yang menutupi dirinya dalam busana bercirikan sebagai orang suci (belum sadhu). Kama juga suka sekali menggoda orang-orang yang mendapatkan harta tidak dari jalan yang benar; dan kadang kama membiarkan dirinya digoda manusia; itu kama sang penggoda yang siap digoda juga suka digoda.Dari keenam musuh, kama ini yang paling tidak terkendali, sebab manusia selalu merindukan kekaguman akan dirinya; akan sibuk membuktikan kelebihan dirinya terutama dihadapan orang lain. Pengakuan yang paling intim dari keberadaan atas kehidupan ini pada seseorang adalah keintiman, yang sedemikian rupa diatasnamakan atas nama sukacita. Itu sebabnya, manusia tanpa sadar berlomba-lomba membiarkan dirinya digoda kama, lalu tidak terkontrol. Pikiran pun akan gelap, segalanya akan menjadi terasa kurang, serba salah dan serba tidak nyaman...

Kemudian, musuh kedua itu bernama Lobha, ketamakan; ini musuh yang saat ini sepertinya tengah menjadi pemenang kepada semua manusia. Bahkan mungkin kita semua sudah lupa bahwa ketamakan itu seperti apa. Lobha adalah ingin mendapatkan sesuatu yang lebih!...pangkat, harta, seks; manusia kini merasa menjadi manusia yang tidak berhasil apabila tidak berkelimpahan harta benda. Tidak soal, harta benda itu didapat dari korupsi, didapat dari mempremani orang lain, dari menipu; tidak soal. Sebab manusia kini menghargai sesama ukurannya adalah harta benda . Kejujuran, kebaikan, keluhuran; tidak akan membuat seseorang ditempatkan jika seseorang tidak memiliki harta.

Ketamakan ini nampak ketika kita tak mampu lagi; menolak yadnya, sedekah, kedermawanan dari orang-orang yang memiliki harta yang tidak jelas asal-usul kelebihannya dihitung darii penghasilannya, hampir semua merasa ikut nikmat menikmatinya dan percaya bahwa ketika harta itu diyadnyakan, disedekahkan, didermakan akan seketika disucikan....Sebab ketamakan, maka kita tidak merasa nyeri hati ketika memasuki bangunan suci dari sumbangan harta yang tidak jelas asalnya; tetap kagum pada upacara yang tidak jelas darimana uangnya. Itulah kemenangan ketamakan. Itulah godaaan keinginan mendapatkan yang lebih.
Musuh yang ketiga adalah Krodha, amarah yang tidak terkendalikan. Seperti apa amarah yang tidak terkendalikan itu? ketika seseorang mengamuk, berkelahi, menyakiti secara phisik dan psikis orang lain: kekerasan yang menyebabkan orang lain menderita lahir dan batin.Tidak cuma itu: amarah yang paling tidak terkendalikan adalah 'niat membalas', niat membalas ini tak selalu berupa kekerasan, kata orang ini motivasi: mari kita teliti; niat menjadi kaya, sebab dulu miskin, dengarkan apa kata hati orang-orang yang kini sudah kaya, namun dulunya miskin (?). Dengarkan kata-kata orang yang kini memiliki status, jabatan, dsbnya, namun dahulunya merasa direndahkan (?). Bayangkan jika seseorang yang semacam ini menjadi salah satu pemimpin anda! Inilah godaaan krodha itu, jika hendak berhasil, jalannya menuju berhasil itu bagaimana, namun yang utama motivasinya itu harus disucikan segera, sebab jika niatnya membalas, melebihi: itu amarah yang akan menyertai seluruh jalannya karma.

Godaan selanjutnya adalah Mada kemabukan yang membawa kegelapan pikiran. Bukan karena semata-mata disebabkan minuman keras semata kemabukan itu menggelapkan pikiran. Mabuk karena ingin masuk surga, misalnya, anda bisa jadi gelap mata, menjadi sang maut bagi yang lain.Mabuk karena merasa diri tampan dan cantik, dipuja-puja.....mabuk disebabkan merasa memiliki pangkat dan jabatan, mabuk karena merasa diri pintar.Godaaan-godaan itu sering terabaikan, karena mengira kemabukan itu semata-mata karena minuman keras. Padahal, mabuk dalam kepura-puraan, itu paling menggelapkan pikiran. Kemabukan yang paling kentara saat ini adalah mabuk ingin menjadi manusia saleh, ingin nampak religius: sedemikian rupa menampakan diri sebagai yang rajin sembahyang, rajin berpuasa, dan banyak lagi segala macam rupa-rupa yang ditonjolkan sebagai kelakuan yang menandakan tengah menuju kebaikan; namun tetap gelap pikiran sebab semua itu dilakukan seperti pentas di atas panggung, usai pentas: kembali menjadi diri sendiri; yang tidak ragu korupsi, yang tidak ragu mencaci, yang tidak ragu berprasangka buruk, dst...yang merasa wajar tidak perduli kepada sesama manusia, atas nama ketakutan. Godaan Mada ini sunguhlah tengah menguasai pikiran.

Kemudian godaan Moha; kebingungan, ini menjadi sebab tidak seimbang antara kemampuan dengan pencapain yang dikerjakan. Hilangnya komitmen untuk kebaikan awalnya kebingungan itu muncul. Katanya, semua anak punya cita-cita, namun cita-cita semuanya akan berubah, itu yang berkaitan dengan pekerjaan. Namun menjadi manusia yang baik? itu komitmen yang dimaksudkan dalam memahami Moha, kebingungan-kebingungan ketika manusia merasa sepi, kosong, tak bermakna, tak memiliki ketenangan walau sudah berkecukupan, sebaliknya, ada yang merasa bingung karena terus merasa berusaha namun tak juga beranjak kadar hidupnya. Kebingungan ini hanya bisa dikembalikan kejernihannya kepada tujuan manusia,yakni lahir untuk mensemaikan kebaikan-kebaikan.
Musuh yang keenam adalah matsarya; ini iri dengki yang pasti akan menjadi sebab permusuhan.Godaan dari niat bersaing lalu menjadi iri dengki, banyak yang berkata begini: tidak apa-apa, yang penting aku membeli 'sesuatu' dengan uangku sendiri!! Kedengarannya gagah, kelihatannya penuh tanggung jawab, nampaknya tidak menimbulkan permusuhan. Namun perhatikan, bagaimana sebenarnya kemiskinan hidup itu mulai bekerja, sebab godaan Matsarya ini mulai bekerja ketika anda merasa kurang dari yang lain dalam kepemilikan dan pengakuan. Di situlah manusia menyerahkan dirinya kepada keinginan untuk membuktikan 'bisa' mendapatkan dan melebihi yang lain. iri dengki ini tak selalu kasat mata mendatangkan permusuhan, namun akan terasa sebab permusuhan itu adalah ketika kemiskinan itu terjadi dimana-mana. Sebab jika iri dengki diladeni, maka mulailah manusia memasuki kemelekatan kepada benda-benda, menjadi materialistik, lalu mengira dirinya menjadi korban kapitalisme...padahal, godaaan itu ada dalam diri.
Keenam musuh inilah saat tumpek landep memerlukan perenungan, di teliti, dilihat jauh-jauh ke dalam diri. Obatnya itu adalah pengetahuan; itu yang diasah, ditajamkan, agar dapat membedah kritis apakah kita tengah asyik berenang dalam godaan-godaan itu atau sudah tenggelam? ....Simbolnya adalah segala kebendaan yang dihasilkan manusia dari benda keras, benda buatan manusia! Itu ditandakan sebagai senjata, alat penjaga diri, benteng diri yang dihadapkan kepada Sang Pasupati, yang memberi cahaya kesadaran, bahwa melawan semua godaan dalam diri manusia (hidup), semua orang memerlukan jnana (pengetahuan): itulah senjata, jika senjata ini bekerja dengan bagus: maka hasilnya adalah hidup yang terbentengi oleh godaan, menghasilkan dia karya-karya yang berguna untuk kebaikan manusia.Dari alat transportasi sampai alat-alat di dapur, semuanya: semuanya adalah karya untuk membuat manusia hidup dalam kebaikan. Bukan sebaliknya: jika karya berupa motor itu malah menjadi mesin pembunuh, karena tergoda balap-balapan, atau jika disebabkan ingin memiliki mobil lalu berhutang dan akhirnya korupsi, atau karena keinginan memiliki semua kebendaan itu melupakan jalan kesucian untuk mendapatkan dan memanfaatkannya (?) atau kemudian menjebakkan diri dengan memiliki semua kebendaan itu sebagai kejayaan? sibuk mengupacarai tanpa memaknai? Di situ juga kegelapan tetap meraja dalam pikiran.

Di situ perayaan tumpek landep menjadi menusuk jauh ke jantung nurani, di situ, terasa betul saat tri mala dilebur dalam percik air suci; di situ air mata menetes jauh, menyejukkan segala kegundahan hati dari ketidakberdayaan menghadapi segala godaan dalam hidup ini. Terasa benar, betapa tak pernah henti....

No comments:

Post a Comment