SEBELUM KAU BERBUSA BICARA TENTANG DIA....MINIMAL BACALAH INI

HOPPLA!
oleh chairil anwar

Bagi seorang yang bisa menulis menurut
Kepercayaan yang sudah mendarah-nanah
Dalam dirinya, bukan menurut kepercayaan
Yang masih diharapkannya.



Jika kita memaling ke belakang, kita dapati "Pujangga Baru" terlahir dalam 1933 bersama dengan terebutnya oleh Hitler kekuasaan di Jerman, tetapi majalah ini selama hidupnya hanya memuat satu artikel dangkal tentang fascisme! Di samping itu melengganglah "Pujangga Baru" dengan nomor-nomor pertamanya berisi esei yang tidak berdasarkan pengetahuan (dalam arti seluasnya!) kesusastraan, meneriakan "pembaharuan". Tetapi oleh karena memang ada intensitas dalam golakan mulanya, tersembur jugalah beberapa ikatan sajak "pembaharuan’. "Jiwa Berjiwa" oleh Armijn Pane: tidak satu sajakpun dari kumpulan ini yang tinggal lagi dalam ingatan. "Tebaran Mega’ oleh Takdir Alisjahbana: 2 atau 3 sajak duka ketika kematian isterinya turut menyembilu hati. Beberapa pula dari Or. Mandank yang bersahaja menggores.

Puncaknya dalam gerakan Pujangga baru selama 9 tahun adalah Amir Hamzah dengan prosa-prosa lyris, sajak-sajak lepas, 2 ikatan sajak: "Buah Rindu", "Nyanyi Sunyi", salinan dari beberapa sastrawan-sastrawan Timur yang ternama, disatukan dalam "Setanggi Timur’. Kata kawan-kawan seangkatannya Amir Hamzah dapat pengaruh dari pujangga-pujangga sufi dan Parsi. Tetapi yang perlu diperhatikan bagi saya ialah, bahwa Amir dalam "Nyanyi Sunyi" dengan murninya menerakan sajak-sajak yang selain oleh "kemerdekaan penyair’ memberi gaya baru pada bahasa Indonesia, kalimat-kalimat yang pedat dalam seruannya, tajam dalam kependekannya. Sehingga susunan kata Amir dalam "Nyanyi Sunyi" ialah yang dinamakan "puisi gelap" (duistere poezie). Maksudnya: kita tidak akan bisa mengerti Amir hamzah, jika kita membaca "Nyanyi Sunyi" sonder pengetahuan tentang sejarah dan agama, karena kalimat-kalimat Amir di sini mengenai missal-misal serta perbandingan-perbandingan dari sejarah dan agama (keislaman). Kalau kawannya Takdir menempatkan Amir sudah ditingkatkan "internasional", saya hanya bisa menerima kegembiraan ini dalam arti: puisi yang dilahirkan Amir bisa digabungkan pada hasil pujangga-pujangga lain di masa kini. Karena puisi amir juga meminta ‘pengetahuan", tenaga rohani si pembaca.

Dalam waktu belakangan dari Pujangga Baru menjejer lagi seorang Karim halim, yang menuliskan 4 atau 5 sajak untuk kenangan, dan Asmara hadi dengan kelantangan pekikan perjuangan, sepoi lagu cintanya bisa dicatatkan juga. Selain itu beberapa kritik serta polemic yang tidak berdasarkan pengetahuan dan kepribadian (personality) mencoba meributkan kehidupan "Pujangga Baru" yang sebenarnya tidak membawa apa-apa dalam arti penetapan-penetapa kebudayaan. Jadi: "Pujangga Baru’ selama 9 tahun tidak memperlihatkan corak, tidak seorang pun dari majalah tersebut sampai kepada suatu ‘perhitungan’. Maka datanglah "Kulturkammer’ Jepang dengan nama "Pusat Kebudayaan" yang memberi kesempatan tumbuhnya "kesenian’ dengan garis-garis Asia Raya-jarak-kapas- memperlipat ganda hasil bumi-romusha-menabung-pembikinan kapal dan lain-lain. Dan terjelma pulalah pasukan seniman muda yang dengan patuhnya tinggal dalam garis-garis tersebut, tidak sedikitpun berdaya meninggalkannya!!! Tidak mereka tahu bahwa berates seniman-seniman di Eropah (Jerman, Itali), di Jepang sendiri, menentang dengan pertaruhan jiwa, yang meninggalkan negeri yang dicintainya karena aliran kebudayaan paksaan ini. Yang berpendirian: lebih baik tidak menulis dari pada memperkosa kebenaran, kemajuan.

Sekarang: Hopplaa! Lompatan yang sejauhnya, penuh kedararemajaan bagi Negara remaja ini. Sesudah mendurhaka pada Kata kita lupa bahwa Kata adalah yang menjalar mengurat, hidup dari masa ke masa, terisi padu dengan penghargaan, Mimpi, Pengharapan, Cinta dan Dendam manusia. Kata ialah kebenaraan!!! Bahwa Kata tidak membudak pada dua majikan, bahwa Kata ialah These sendiri!! Dan waktu lampau cuma mengajar kita : didesakkannya kita ke kesedaran yang ada memang dalam diri sendiri; harga-harga kerohanian yang sudah terobek-robek kita raba kembali dalam bentuk sepenuh-penuhnya. Dunia- Terlebih kita- yang kehilangan kemerdekaan dalam segala makna, menikmatkan kembali kelezatannya kemerdekaan.

Kemerdekaan dan Pertanggungan Jawab adalah harga manusia, harga Penghidupan ini. Dan apa sajapun tidak akan membikin kita rela menekan diri sendiri lagi…………..

Hopplaa!! Melompatlah! Nyalakan api murni, Api persaudaraan bangsa-bangsa yang tidak akankunjung padam.

Hopplaa! Mari kawan-kawan seangkatan, kita pahat tugu pualam Indonesia sempurna. Dunia sempurna….



(Dipetik dari Chairil Anwar, Pelopor Angkatan 45, H.B.Jassin)

No comments:

Post a Comment