Surat Cinta

bila kau baca surat ini,
ingatlah gunung yang menjulang
sepi sendiri dipayungi langit
hilang kata, hilang lenguh
tak terjangkau gumam angin

bila kau baca surat ini,
ingatlah kisah kematian kama
melepas panah bunga
luluh mengabu kerna kekasihnya tiba
ah, walau semua musim meratapi
bahkan musim semi berlinang airmata
tak juga mekar kembali

bila kau baca surat ini,
ingatlah kisah lebah-lebah yang meratapi daunan
kerna tak ada kuncup memberi madu
seperti serangga malam mengisaki purnama
atau jerit perih daun digores duri
duhai, itulah aku dihadapanmu

kini dalam suratku ini
biarkan aku menegak
seperti kedasih di bulan penghujan
meninggalkan lirih pinangan sebelum kematian
siapa di sudut hatimu
getar jemarimu menjelmakan desau
merambat ke nafas hari
jadi jawabanmu…..

duhai,
saat usai engkau baca surat ini
menegak aku sebagai kedasih di bulan penghujan
hatiku bersiap jadi tujuan bidikan
datanglah, semua panah bunga jadikan aku abu rindu
kalaulah menjelma panah-panah cahaya
bukankah engkau tetap bayangan?
tak terjangkau sepinya gunung
tak terbujuk ratapan hujan
tak mengiba pada perih daunan
bila kau baca surat ini,
bila kau baca surat ini…

angin telah membawaku pergi
sebab getar jemarimu
menjadikan aku abu dalam kertas yang engkau buang
menjadikan aku nelangsa dalam kecintaan
menjadi abu yang tertaburkan…

(batu bulan, cok sawitri, 2009)

No comments:

Post a Comment