Yuk Nulis Puisi Boeat Lupakan 'pulitik' Negeri ini..

rum menangis, saat kukatakan cinta, hujan turunlah menandai airmata,
nujum birahi, hati jadi senyap; sebab rum tahu, aku akan pergi, cinta tidak boleh mengikat,
tak boleh itu menyalahi kebebasan, asal muasal kenapa hujan dapat turun,
sebelum ayat-ayat dibacakan; mengutuk ciuman pengakhiran.
bibirmu kenyal, dadamu naik turun, deru ombak yang hanyutkan jung
membawa kita ke jauh ke dasar, bertemu para penghuni gelap
mereka beristana satu batu!
lemparlah, agar setan-setan pergi dari isi kepala
rum melenguh mengulurkan tangan, merengkuh kepalaku: batu akan menancap di keningmu!
tetap juga cinta ia ucapkan.

Sinopsis Novel Sutasoma


Novel ini diawali dengan kisah latar belakang Jayantaka, raja kerajaan Ratnakanda yang menyaksikan konflik dan carut marut keluarga kerajaan saat ayahnya masih menjadi raja. Berbagai ambisi terbuka akan kekuasaan dan jabatan, juga persaingan terselubung, politik istana yang saling tarik menarik menyebabkan Ratnakanda pelahan berada diambang kehilangan kedaulatan. Kesadaran untuk membenahi kerajaan yang dilakukan raja Ratnakanda justru mendapatkan perlawanan dari kerabat keluarga, hingga timbul kerusuhan yang tidak hanya mengorbankan nyawa tetapi juga hubungan persaudaraan. Jayantaka dinobatkan di masa perkabungan, dalam usia 16 tahun, yang secara keras dipersiapkan oleh ayahnya menjadi raja dengan tugas utama mengembalikan kedaulatan Ratnakanda. Jayantaka lalu menetapkan dharma negara dan dharma agama, yang didorong oleh kaulnya kepada Sang Hyang Kala, yakni perjanjian akan mempersembahkan 100 kepala raja, yang menyebabkan banyak negeri menjadi resah saat menyadari Jayantaka benar-benar memenuhi kaulnya juga tanpa kompromi menerapkan dharma agama yang diyakininya yakni agama siwa. Karena tak cuma menaklukan wilayah juga menawarkan penerapan dharma agama yang diyakini, Jayantaka digelari Sang Porusadha, sang pelahap kepala raja.